2. Jajan

Horror & Thriller Completed 9007

2. Jajan

Lupus memang suka jajan. Lebih-lebih kalo jajannya dibayarin, wah, Lupus paling demen, tuh. Di sekolah bila liat anak-anak sedang jajan, Lupus langsung aja nyodorin dirinya untuk minta dijajanin. Wajahnya suka dibikin memelas.

Misalnya ada yang tanya, "Kamu mau, Pus?" Lupus langsung menjawab, "Mau! Mau banget!"

Ya, Lupus nggak pernah nolak tawaran teman-temannya. Tapi kali ini Lupus kena batunya. Dia sakit perut. Abis pagipagi sudah minta dijajanin bakwan sama Pepno. Eh, pas istirahat makan kerupuk mi dan siomai yang dibeli Happy dan Uwi. Dan pulang sekolahnya ngemut es lilin yang ditraktir Iko Iko. Hari itu benar-benar rezeki nomplok bagi Lupus. Tapi ya itu, perutnya kini meronta-ronta.

Sesampai di rumah, Lupus segera melesat ke kamar kecil. Mami dan Lulu yang telah menunggu di meja makan seperti biasanya, jadi heran bin ajaib. Biasanya Lupus cepat-cepat sampai rumah karena ingin makan siang sama-sama. Tapi ini kok malah ke WC.

Masih memegangi perutnya Lupus menjawab, "Sakit perut, Mi."

"Mau makan barengan, nggak?"

"Mau dong!" Ya, amplop, padahal perutnya masih mules, tapi ditawarin makan Lupus langsung mau juga!

"Mi, Kak Lupus kenapa langsung masuk ke sana?" tanya Lulu sambil menunjuk ke arah WC.

"Tau. Mami juga heran. Jangan-jangan...," Mami mereka-reka.

Tak lama Lupus keluar.

"Kamu kenapa sih, Pus?" tanya Mami.

Lupus tak menjawab.

Mereka pun makan sama-sama. Olala, baru beberapa suap Lupus tiba-tiba meringis. Perutnya diteken. Dan ia kembali melesat ke WC. Tinggal Mami dan Lulu terheran-heran.

Tak lama Lupus nongol lagi.

"Kamu kenapa sih, Pus?"

"Cuma sakit perut."

"Sakit perut kok cuma. Kamu jajan sembarangan lagi, ya?"

"Nggak"

"Bohong."

"Kalo nggak percaya tanya aja sama teman-teman."

"Kalo nggak, kenapa bisa sakit perut. Pasti kamu jajan sembarangan lagi!"

Lupus nggak jajan. Cuma dijajanin."

"Sama saja!"

"Lain dong."

"Lain bagaimana?"

"Duit jajan Lupus masih ada. Masih utuh."

"Iya. Tapi kan akibatnya tetap sama. Sakit perut! Kamu ini gimana, sih, Pus. Mami kan selalu pesen supaya kamu jangan suka jajan sembarangan." "Tapi kan Lupus lapar, Mi."

"Huh!" Mami lalu mengambilkan balsam buat Lupus. Paling sulit memang melarang anak jajan di sembarang tempat.

Walau diancem sebegitu rupa, nanti sembunyi-sembunyi pasti akan jajan juga.

"Sekarang, kamu sudah merasakan akibat dari suka jajan itu," ujar Mami seraya menggosokkan balsam ke perut Lupus agar hangat. Lalu ada juga tablet yang harus Lupus minum. "Kamu sakit perut, sebentar-sebentar ke belakang." "Bukan ke belakang, Mi, tapi ke samping. WC kita kan adanya di samping, Mi," protes Lupus.

Mami memandang anak laki-lakinya itu. Udah sakit, masih keras kepala juga. "Iyalah. Ke samping. Nah, apa enak sebentar-sebentar ke samping?" Lupus diam.

"Kamu mentang-mentang doyan makan, ditawarin ini-itu, mau aja. Kamu mesti liat-liat dulu apa makanan itu sehat dan bergizi atau tidak."

"Mi, udah belon?" potong Lupus tiba-tiba.

"Apanya?"

"Bicaranya ?"

"Emangnya kenapa?"

"Lupus mau ke samping dulu."

"Ya, cepat. Nanti kamu mesti minum obat sakit perut, Pus!"

Besoknya sebelum Lupus dan Lulu berangkat ke sekolah, Mami sempat wanti-wanti dulu.

"Setelah Mami pikir-pikir semalaman, untuk sementara Mami tidak akan memberi uang jajan dulu kepada kalian."

"Lho," celetuk Papi yang asyik makan roti, "kenapa hanya sementara? Seterusnya kan lebih baik." "Papi jangan terlalu pedit-pedit banget, dong, sama anak," omel Mami.

"Abis, kalo mereka dikasih uang jajan, jajannya suka sembarangan, sih." Papi menelan rotinya. "Eh, tapi sakit perutnya Lupus kemarin itu disebabkan karena ditraktir terus oleh beberapa temannya. Kalau benar, eh, dong, mereka dikenalkan ke Papi, Pus. Kali aja mereka mau nraktir Papi juga."

Lupus disindir begitu diam aja. Hanya Mami sewot, karena wanti-wantinya dipotong terus oleh omongan Papi. "Udah, dong, Pi, Mami kan mau ngomong sama anak-anak." "Ya, ya," kata Papi.

"Hari ini adalah hari pertama kalian tak dibekali uang jajan. Kalo sukses, maksud Mami kalo tak mengakibatkan apaapa, maka program tidak membekali uang jajan ini akan Mami perpanjang." "Wah, bagus itu, Mi," tukas Papi semangat.

"Dan, sebagai pengganti, Mami akan membuatkan kue atau makanan sendiri." "Yaaa, tetap ada pengeluaran, dong," protes Papi.

"Papi! Daripada mereka jajan di luar dan mereka sakit perut lagi, kan lebih baik kita berkorban sedikit demi kesehatan mereka," ujar Mami sengit.

"Iya, iya. Papi setuju, kok." Papi buru-buru masuk ke kamar mandi. Mau ke kantor.

"Nah, kalian berangkatlah sekarang. Lupus, kalo beberapa teman kamu menawarkan sesuatu lagi, kamu pilih-pilih dulu. Jangan langsung mau. Tapi kalo mereka memaksa juga, kamu bungkus saja, nanti kasih ke Mami." "Oooo, maunya!!!" teriak Papi dari kamar mandi.

***

Sorenya, sehabis bangun tidur siang, Lupus dan Lulu sudah duduk di meja makan. Ya, mereka menagih janji Mami yang katanya mau bikin kue. Soalnya sepanjang siang tadi, mereka berdua sama sekali nggak jajan. Sementara Mami di dapur, sejak pagi memang sudah sibuk membolak-balik buku resep makanan untuk mencari makanan apa yang kirakira cocok untuk anak-anak. Setelah hampir setengah hari berkutat, Mami memutuskan akan membuat pizza saja.

Dan kini pizza itu sudah tersaji. Asap yang mengepul dari piring, menandakan bahwa pizza itu masih anget. Bam diangkat dari pembakaran. Wah, pasti gurih sekali nih rasanya.

"Mari, anak-anak, kita santap pizza buatan Mami ini. Rasanya pasti enak."

Lupus dan Lulu memang sudah tak sabar. Dengan semangat mereka menyantap pizza yang masih hangat itu. Tapi baru berapa suap, wajah mereka keliatan meringis. Mami juga. Tapi Mami berusaha tersenyum. Ia tak mau mengecewakan anak-anaknya. "Enak, ya?"

Lupus dan Lulu mengangguk pelan. Padahal, terus terang saja, rasanya gak keruan banget.

Mami memang suka kurang bisa kalo bikin makanan luar negeri.

Kini wajah Lupus dan Lulu bukan meringis saja, lebih dari itu, mereka memelas. Dan, olala, keduanya serempak melompat ke samping. Mami juga ikut-ikutan. Hihihi, semuanya sakit perut.

Ya, dalam membuat pizza itu, Mami salah menggunakan resep. Banyak bahan yang belum Mami paham. Jadinya rasa pizza itu tak keruan. Terlalu pedas.

"Pus, besok kamu boleh jajan, deh," kata Mami setelah mendingan, pada malam harinya.

"Lho, kenapa boleh, Mi?" protes Papi.

"Karena Mami belon bisa membuat makanan penggantinya, Pi. Biarlah mereka jajan, asal jajanannya itu mesti kita awasi."

"Lho, memangnya pizza yang tadi sore Mami buat itu kenapa?"

"Salah resep, Pi."

"Ha? Papi sudah habis dua loyang, lho!"

"Hihihi, siap-siap ke samping, Pi. Hihihi," olok Lupus, Lulu, dan Mami.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience