“Cerita jalur, aku kurang ngerti sih. Kamu jelasin dong.”
“Ooh jalur. Di Kuansing ini kan memiliki event nasional setiap tahunnya berupa pacu jalur. Biasanya diadakan setiap bulan Agustus sekaligus untuk memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Konon katanya sih, pacu jalur berawal di abad ke-17.”
“Berarti pas dijajah Belanda, pacu jalur itu udah ada kan? Apa respon Belanda dengan adanya pacu jalur? Apa diboikot atau bagaimana?” Avil menatap Shela dengan tatapan penasaran. Rasa penasaran gadis itu membuatnya lupa dengan masalah percintaannya.
Shela meraih gelas plastic berisi air putih diatas meja belajarnya dan kemudian meneguk air itu hingga habis. “Setau aku sih nggak diboikot. Malah pacu jalur tetap diadakan untuk memperingati perayaan adat, kenduri rakyat, dan bahkan diadakan untuk memperingati hari lahir ratu Belanda Wihelmina yang jatuh pada tanggal 31 Agustus.”
“Serius? Berarti event pacu jalur ini termasuk diapresiasi oleh Belanda ya?” tanya Avil. Pertanyaan yang sebetulnya tak memerlukan jawaban. Shela tersenyum sembari mengangguk pelan.
“Kamu tau kan jalur, Vil? Udah pernah lihat? Jalur itu kalau disini diartikan dengan perahu yang panjangnya 25 hingga 40 meter. Sedangkan lebar bagian tengahnya sekitar 1,3 meter sampai 1,5 meter. Biasanya satu jalur dikayuah oleh kurang lebih 40 orang. Nah, kalau di Desa Pulau Jambu ini, nama jalur kebanggaannya Sijontiok Lawuik Pulau Tanamo.”
Shela menghirup nafas, lalu kembali melanjutkan ceritanya. “Ditahun 2015 lalu, dalam event pacu jalur di Taluk, Sijontiok berhasil meraih juara 4. Pulang-pulang dari Taluk itu bawa kerbau, kambing, dan uang. Pokoknya tahun 2015 kemaren itu masa emasnya Sijontiok. Di Pulau Jambu ini akses jalanannya susah. Mobil nggak bisa masuk. Bisa dibilang masih desa tertinggallah. Nah, satu-satunya kebanggan Desa ini ya jalur Sijontiok.”
“Aku belum pernah nonton pacu jalur, baru taunya pun pas bang Gio cerita tadi. Iya, sadar diri kok kalau aku kudet.” Avil memasang raut wajah sedih, membuat Shela tertawa. “Tenang, besok aku ajakin nonton pacu jalur. Tanggal 25 Agustus besok, pacu jalur nasional di Taluk udah mulai, kesana kita!”
“Nggak perlu, bang Gio udah janji mau ngajakin nonton pacu jalur besok itu,” kata Avil, membuat raut wajah Shela berubah mendung. Kenapa harus Avil yang diajak? Kenapa bukan aku? Shela membatin.
“Nggak sabar nunggu hari H pacu jalur!” Avil berujar senang sembari membaringkan tubuhnya keatas tempat tidur. Mungkin liburan kedesa ini merupakan pilihan yang tepat. Udah saatnya ngelupain mereka! Nggak mudah memang, tapi bukan berarti nggak bisa kan?
Avil menghembuskan nafas, lalu seakan teringat sesuatu, Avil menatap Shela. “Shel, kata bang Gio tadi, jalur Sijontiok ditahan, bener nggak? Trus gimana bakal ikutan pacu jalur kalau jalurnya aja ditahan?”
“Tadi pagi emang ditahan, tapi barusan aku dapat SMS kalau jalurnya udah dilepas tanpa cacat sedikitpun,” kata Shela sedikit sinis. Avil hanya manggut-manggut, tanpa sedikitpun merasa curiga dengan perubahan gadis disampingnya itu.
“Vil, apa aku boleh pergi sama kamu dan bang Gio besok pas nonton pacu jalur?” tanya Shela polos. Avil tertawa mendengar penuturan Shela, lalu kemudian mengangguk. “Ya bolehlah Shel!”
Share this novel