Part Enam Belas

Romance Series 1250

Hari senin tiba, hari yang sangat di benci oleh hampir semua anak-anak sekolah. Di hari senin pagi ini cuaca sangat bagus, Aletta yang baru keluar dari mobilnya menghela nafas karena malas melakukan upacara bendera.

Tapi ada yang berbeda dengan hari ini, banyak siswa dari sekolah lain yang mulai berdatangan. Di lapangan juga terlihat OSIS tampak sibuk menyiapkan panggung, Aletta di sana celingukan bingung ada apa sebenarnya pada hari ini.

"Woy, bengong aja. Masuk dong," Raka datang mengagetkan Aletta.

Aletta menatap Raka dingin, "Ada apa sih?"

"Astaga, jangan bilang lu gak tau kalau hari ini adalah pembukaan acara perlombaan antar sekolah," Jelas Raka.

"Oh," Aletta hanya mengangguk pelan sambil berjalan pergi dari sana menuju kelasnya.

Glen lagi-lagi menghentikan Aletta dengan cara berdiri di hadapan Aletta, "Ada apa lagi?" Tanya Aletta.

"Lu sakit?" Glen menempelkan telapak tangannya di kening Aletta karena melihat wajah Aletta pucat.

"Gue gak papah," Aletta menjauhkan tangan Glen dari kepalanya lalu pergi begitu saja meninggalkan Glen, ada yang berbeda dengan Aletta hari ini.

Raka dan Digo menghampiri Glen yang di cuekkan Aletta, "Dia kerasukan setan kayaknya, gak biasanya dia begitu," Gumam Raka menatap kepergian Aletta.

"Glen acaranya sebentar lagi mau di mulai, jadi tolong segera siap-siap. Kita bakal tampil pertama untuk acara pembukaan," Tiba-tiba seorang pria mendatangi Glen hanya untuk memberitahu itu.

Sementara Glen masih memandangi kepergian Aletta, yah benar ia merasa Aletta hari ini berbeda. Tapi itu akan jadi urusannya nanti, sekarang ia harus siap-siap terlebih dahulu.

Aletta duduk sendirian di taman belakang, di saat semua orang berada di lapangan ia memilih menyendiri hanya untuk menenangkan perasaannya.

Tiba-tiba saja seorang pria duduk di samping Aletta, Aletta memandangi pria itu dari wajah hingga turun ke sebuah gelang yang melingkar di lengan pria tersebut.

"Ngapain sendirian di sini? Yang lain padahal lagi antusias banget tuh di depan," Ujar pria itu tanpa melihat ke arah Aletta.

Aletta kembali menatap ke depan, "Lu sendiri ngapain di sini?" tanya balik Aletta.

"Gue cuman gak suka keramain, bikin sesek nafas sama panas doang. Jadi mending di sini damai dan tenang," Jelasnya, pria itu tidak lain adalah Giovano atau orang-orang lebih sering memanggilnya dengan panggilan Vano.

"Lu mengingatkan gue sama seseorang di masa lalu," Aletta kembali teringat dengan orang itu.

"Siapa?"

"Entahlah."

Dari kejauhan Glen yang barusan mencari Aletta karena khawatir tidak sengaja melihat Aletta tengah berduaan dengan Vano di taman belakang.

Apakah ini alasan Aletta ada yang berbeda hari ini? Batin Glen bertanya-tanya, senyuman ketus melingkar di bibirnya.

Dengan tangan yang mengepal keras dan rahang yang menajam Glen pergi dari sana, melihat Aletta berduaan dengan Vano benar-benar membuatnya marah.

Hatinya seakan terbakar api yang entah bagaimana padamnya, Glen kembali ke ruang ganti. Di sana Glen malah marah-marah dan membanting apapun yang di atas meja, orang-orang di sana kaget dengan apa yang Glen lakukan.

"Sial," Umpat Glen yang duduk di kursi, ia mengacak-acak rambutnya.

Tidak ada satu orang pun di sana yang berani bertanya pada Glen, sampai akhirnya Digo masuk dan ikut kaget melihat ruangan itu berantakan, saat melihat Glen terpuruk ia bisa langsung tau jika itu semua adalah perbuatan Glen.

Digo duduk di samping Glen, "Ada apa?" Tanyanya.

"Bukan urusan lu," Bentak Glen.

"Baiklah-baiklah," Digo menyerah, ia tidak mau mengajak Glen bicara lagi.

Kembali pada Aletta, ia masih bersama Vano di taman. Aletta sedikit tersenyum ketika momen di masa lalunya teringat kembali, momen di mana seorang teman masa kecilnya mencoba menghibur dirinya ketika sedang menangis.

Vano yang melihat Aletta senyum sendiri langsung cengengesan, "Kebanyakan bareng Glen bikin lu gila kayaknya, senyum-senyum sendiri lagi," Gumam Vano.

Aletta langsung memanyunkan bibirnya, "Sok tau loh, oh iya. Lu dulu pernah punya teman pas kecil?" Tanya Aletta penasaran.

"Ya punya lah, semua orang juga punya temen pas kecil. Terkecuali kalau orangnya gila kayak lu, pasti dari kecil gak dapet temen," Vano malah meledek Aletta.

"Apaan sih? Lu sama gilanya ternyata sama Glen, jadi wajar lu sodara tirinya, jodoh kali."

Vano malah kembali cengengesan, "Tapi gue mau jodohnya sama lu," Vano menggoda Aletta lagi.

Aletta tersenyum ketus, "Tuh kan! Emang sebelas dua belas lu. Siapa orang yang ngasih gelang itu ke lu? Namanya siapa?"

"Lu sekepo itu? Ada apa sih lu pengen tau banget tentang gelang ini? Pokoknya gelang ini pemberian orang paling spesial buat gue, walaupun gue gak tau dia dimana sekarang, dulu setelah dia pergi gue di culik dan setelah kejadian itu gue lupa sama masa kecil gue akibat trauma," Jelas Vano memandangi gelang hitam di tangannya sambil tersenyum tipis.

Aletta semakin yakin jika Vano adalah orang yang ia cari selama ini.

"Gue berusaha buat ngingat momen itu lagi bareng dia, tapi setiap gue berusaha buat nginget momen itu pasti yang teringat cuman saat gue di culik sampai akhirnya gue berhenti berusaha."

"Yang tersisa hanya gelang ini dan seorang perempuan yang kasih gelang ini, tapi anak perempuan yang ngasih gelang ini wajahnya selalu blur di ingatan gue. Bahkan gue lupa sama namanya," Lanjut Vano.

"Kalau lu inget lagi lu mau apa?" tanya Aletta.

"Entahlah gue gak tau juga harus ngapain."

"Hahaha Sialan," Aletta tertawa.

__________

Saat siang Aletta menyempatkan diri untuk melihat kelapangan setelah berdiam diri di kelas, di sana ia melihat Glen tengah duduk di antara penonton.

Sialnya di antara banyaknya orang di lapangan mata Aletta dapat dengan mudah menangkap wajah tampan Glen, Aletta tersenyum. Entah kenapa kini Glen begitu berarti bagi hidupnya.

Saat Aletta tengah bahagia membayangkan wajah pria itu tiba-tiba ia teringat akan perkataan Wulan tadi pagi padanya, membuat Aletta terpaksa harus menjauh dari Glen.

Aletta melangkah pergi menuju kantin, tapi tiba-tiba hidungnya mimisan. Aletta segera menutup hidungnya dengan cepat agar darahnya tidak keluar banyak, ia kini berjalan menuju toilet untuk membersihkan darah itu.

Di jalan tiba-tiba Vano menghampiri Aletta dan langsung memberikan Aletta tisu, "Ayo gue anter ke kamar mandi," Vano memegang tangan Aletta lalu menuntunnya ke kamar mandi.

Dari kejauhan ternyata Glen melihat Aletta yang tengah berduaan lagi dengan Vano, mana Glen melihatnya mereka berdua sedang saling rangkul.

Sial, Glen meraih ponselnya dari saku celana abu-abunya.

Glen Mahardika: "Nanti sore kita ke Markas AKS, kita serang mereka sekarang juga."

Glen mengirimi pesan ke grup Arbeus, sejujurnya itu hanya untuk melampiaskan kekesalannya sekarang.

Digo dan Raka yang membaca pesan itu saling tatap, "Ini yakin?" Tanya keduanya berbarengan, mereka kaget dengan pesan tersebut.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience