Sesampainya di rumah Aletta harus menghela nafas yang melihat suasana yang benar-benar memuakan setiap harinya, dengan helaan nafas beratnya ia berjalan menuju kamarnya di lantai dua.
Baru saja ia menginjakkan kakinya menuju tangga, suara yang ia benci memanggil dirinya.
"Aletta, darimana saja kamu? Jam segini baru pulang sekolah," Bentak seorang wanita sambil berkacak pinggang memandangi Aletta tepat di sampingnya.
Aletta memutar tubuhnya untuk menatap wanita itu, "Mobil ku tadi mogok, jadi harus ke bengkel dulu," balas Aletta berusaha tidak marah.
"Alasan, pasti kamu abis main-main dulu."
"Main gimana sih? Aku baru pindah sekolah dan masih belum punya temen jadi aku mau main sama siapa?"
"Ya bisa aja kamu udah punya temen dan langsung main, gak inget apa kamu banyak kerjaan di rumah ini. Cepat ke dapur dan cuci piring."
"Iya," Karena malas berdebat akhirnya Aletta mengiyakan perintah perempuan itu.
Perempuan tadi bernama Wulan, dia ibu tiri Aletta yang di nikahi ayahnya 3 tahun yang lalu. Umur wanita itu dengan ayahnya berbeda jauh, dan Aletta begitu membenci wanita itu karena bermuka dua.
Setiap di depan ayahnya, perempuan itu selalu bersikap manis seakan-akan Aletta lah yang kasar padanya. Padahal di belakang ayahnya Aletta, justru dialah yang selalu seeanaknya pada Aletta.
Ibu kandung Aletta meninggal saat Aletta kecil karena kecelakaan mobil, saat itu Aletta yang ikut dalam kecelakaan tersebut berhasil di selamatkan sedangkan ibunya harus meninggal karena terlalu banyak mengeluarkan darah dari kepalanya.
Kejadian itu cukup membuat Aletta trauma hingga sekarang, trauma itu juga terkadang kambuh.
Selesai mandi dan ganti baju ia langsung ke dapur untuk cuci piring, pembantu di rumah itu menghampiri Aletta.
"Biar saya saja Non. Non tunggu aja di sini," ucap Bi mimah pembantunya.
"Gak usah Bi biar saya saja," Aletta terus mencuci piring tersebut.
"Tapi non pasti capek baru pulang sekolah harus langsung cuci piring, nyonya Wulan emang gak punya hati. Kadang bibi tuh ingin sekali bicara pada Tuan Amar mengenai kelakuan istrinya, tapi Bibi belum punya waktu yang pas. Tuan Amar kan jarang di rumah," Bi Mimah ikut kesal dengan kelakuan Wulan.
"Udah bi gak usah bahas itu, aku gak papah kok," Aletta tersenyum tipis.
"Ya udah bibi bantuin," Saat Bi Mimah ingin membantu Aletta, tiba-tiba Wulan datang ke sana.
"Gak usah di bantuin, cuci piring doang masih mau di bantuin. Bi, mending kerjain kerjaan lain aja sana," Ketus Wulan sembari melipat kedua tangannya di dada.
Aletta memberikan isyarat pada Bi Mimah untuk pergi saja. Akhirnya Bi Mimah pun pergi.
"Yang bersih cuci piringnya," bentak Wulan.
"Iya."
"Mama......" Seorang anak perempuan datang memeluk Wulan, anak berusia dua tahun itu adalah anak Wulan dan Amar, adiknya Aletta.
Anak kecil itu di berinama Bella, setelah kedatangan anak itu sikap ayahnya Aletta juga terlihat berubah pada Aletta. Rasa sayang ayahnya terbagi dan lebih sering tidak memperdulikan Aletta.
Aletta hanya bisa terus bersabar dan menerima semuanya saja, ia sudah pernah beberapa kali mencoba mengadukan sifat Wulan pada ayahnya, tetapi itu malah jadi hal yang percuma. Amar selalu marah ketika Aletta membahasnya.
Amar malah berpikir jika Aletta lah yang sebenarnya tidak suka pada Wulan, karena Wulan memang orang yang licik. Di depan Amar ia selalu terlihat lemah dan tersakiti.
Selesai membereskan dapur, Aletta kini bersantai di taman belakang dengan di temani secankir minuman coklat hangat. Dalam ingatannya terbayang saat-saat bahagia ketika dulu ibunya masih ada, dulu keluarga kecilnya selalu bermain dengan gembira di taman ini.
Tanpa sadar air matanya mengalir membasahi pipi indahnya, ia segera menghapus air mata itu.
Bi Mimah yang sejak lama sudah ada di sana ikut bersedih ketika melihat Aletta menangis, dari kejauhan ia hanya bisa terus berdoa semoga kejahatan Wulan segera terbongkar.
__________
Sementara itu Glen tidak mau pulang ke rumahnya, ia masih di markas sendirian. Semua orang sudah pulang ke rumahnya masing-masing, Glen memandangi langit-langit sambil membayangkan wajah menggemaskan Aletta.
"Dia benar-benar membuatku tertarik, kau tidak akan ku biarkan lepas dariku," Senyuman licik terukir di bibirnya.
_________
Keesokan harinya Aletta sudah berada di sekolah, semua murid yang melihat Aletta langsung mencoba menghindar. Karena kemarin Aletta sudah membuat Queen marah.
Queen dan temannya kembali menghampiri Aletta, Aletta hanya terdiam sambil memandangi Queen.
"Sialan, kemarin lu udah berani buat gue malu di hadapan banyak orang. Sekarang lu harus terima akibat perbuatan lu itu," Ucap Queen penuh amarah.
Tangan Aletta hendak di tarik paksa oleh Queen, tetapi tiba-tiba tangan Queen di pegangi oleh Glen yang datang bersama kedua temannya.
Glen menatap Queen dengan tatapan tajam, "Lepasin tangan dia atau gue bakal bikin tangan lu lepas?" Aura seram dari Glen mulai keluar, siapapun yang ada di sana pasti ketakutan melihat tatapan marah Glen.
Queen segera melepaskan tangan Aletta, Glen juga melepaskan tangan Queen. Lalu berbalik memegang tangan Aletta dengan lembut, Aletta kini kebingungan.
"Gue udah bilang kemarin, jangan pernah lu sentuh Aletta lagi. Kalau lu lakuin itu, urusan lu sama gue. Gue kasih peringatan terakhir, jangan bantah perintah gue," bentak Glen.
"Apa sih yang ngebuat lu suka sama wanita itu Glen? Padahal selama ini gue kurang apa memperjuangkan lu," Queen balas membentak.
"Lu kurang semuanya. Gue ingetin sama lu semua, jangan pernah berani-beraninya nyentuh Aletta karena dia pacar gue," ucap Glen dengan lantang.
Aletta yang mendengarnya ikutan kaget, semua orang mulai bertanya-tanya mengapa Glen mau berpacaran dengan Aletta yang baru ketemu kenarin, sedangkan mereka semua sudah berusaha mendekati Glen tapi tetap di tolak.
Aletta melepaskan tangan Glen, "Lu gila yah? Sejak kapan kita pacaran?" Bentak Aletta menatap Glen.
"Sejak sekarang," Balas Glen dengan santai.
"Ngaco lu," Aletta meninggalkan semua yang ada di sana untuk pergi ke kelas.
Glen dan kedua temannya mengejar Aletta, sementara Queen menangis mendengar pengakuan Glen kalau semisalkan Aletta adalah pacarnya. Perjuangannya selama ini benar-benar sia-sia.
Glen merangkul Aletta, Aletta langsung menatap Digo yang ada di sampingnya.
"Temen lu kayaknya harus di periksa deh otaknya," Sarkas Aletta.
"Dokter juga pasti udah gak bisa ngobatinnya, udah terima aja. Semua siswi di sini pengen tau ada di posisi lu sekarang," Balas Digo.
"Iya, tapi itukan bukan keinginan gue. Gue gak mau pacaran sama orang yang otaknya enggak beres kayak dia," Rengek Aletta.
"Ngapain juga sih lu mau jadi pacar gue, padahal gue gak suka sama lu. Kan katanya yang suka sama lu banyak, lu pacarin aja mereka semua, asal jangan gue," Lanjut Aletta.
"Yah justru karena lu gak mau jadi pacar gue makannya gue mau jadi pacar lu," Balas Glen.
"Beneran ada yang gak beres ini sama otak nya."
Share this novel