4 SALAH CULIK

Humor Completed 3108

LULU lagi asik mengeringkan rambut yang abis dikrimbat sendiri saat Lupus datang. Tanpa ditanya, Lupus langsung ngoceh dengan serunya, "Eh, Lu, tadi Nyak Boim sama engkongnya Gusur dateng ke kafe. Heboh deh, Lu!"

Lulu menoleh. "Ada acara apa sih? Kok Lulu nggak diundang?"

"Mereka pada nyariin Gusur sama Boim!" ujar Lupus. "Boim ngakunya kerja di kafe, padahal ngapelin gebetannya. Sedang Gusur, katanya ilang. Nggak tau pergi ke mana...."

"Apa?!" Lulu spontan terkejut, sampe hair dryer-nya menyorot ke wajahnya. Jelas Lulu langsung belingsatan. Lupus cekikikan sambil menuju kulkas, nyari air es.

"Denger Gusur ilang aja panik. Kenapa? Jangan-jangan lo suka ya sama Gusur?"

"Bukan begitu. Tadi Gusur baru nelepon ke sini. Katanya dia diculik!"

Kali ini Lupus yang kaget, sampe keselek, "APA???!"

"Iya. Lulu kira kan becanda. Terus Lulu cuekin. Tapi suaranya kedengaran gemeter, ketakutan sekali..." "Hah?" Lupus kaget lagi.

"Aduh, Lulu nggak tau kalo Gusur itu beneran ilang. Gimana dong...?" tukas Lulu ketakutan.

"Sekarang gini aja, daripada nanti lo yang disalahin, mending kita lapor polisi aja," usul Lupus. Lulu langsung setuju.

"Oke! Kita berangkat sekarang juga!" pekik Lulu.

Mereka pun pergi ke kantor polisi. Nggak berapa lama setelah mereka pergi, telepon rumah berdering. Tentu aja nggak ada yang ngangkat. Padahal yang menelepon Gusur.

"Tiada orang di rumah," tukas Gusur lesu sambil menatap takut ke arah para penculik.

Bos Penculik menggeram persis singa sakit perut. "Kucing tompel! Orang kaya macam apa? Masa nggak ada seorang pun di rumah? Satpam?" Gusur menggeleng.

"Pembantu? Tukang kebun?" sambar Gombel.

Gusur lagi-lagi menggeleng.

"Sekretaris? Ajudan?" Kepra ikut-ikutan Gusur kembali menggeleng.

Tiba-tiba Kepra tersenyum. "Bagus... Bos, gimana kalau kita colong saja semua barang di rumahnya?" usul Kepra.

Bos Penculik kontan mendelik. seraya menonjok idung Kepra, "Goblok! Itu kerjaan maling! Ingat, kerjaan kita lebih beradab. Kita bukan maling, kita penculik!" hardik Bos Penculik.

Gusur tersenyum kecil melihat kejadian lucu itu. Kepra tersinggung.

"Bos. boleh saya kasih pelajaran babi gendut ini?" pinta Kepra.

Bos Penculik mengangguk Perlahan Kepra mendekati Gusur yang mulai panik dan ketakutan. Napas Kepra mendengus-dengus. Bibirnya menyeringai persis macan lapar. Gusur kontan panik. Keringat dingin keluar dari lehernya. Kakinya gemetaran.

"Tunggu dulu, Pak Izinkanlah daku menelepon sekali lagi. Please'" pekik Gusur, berusaha meredakan kemarahan para penculik. Tapi rupanya para penculik udah telanjur keki ama Gusur, sehingga kemarahan mereka nggak bisa ditawartawar lagi.

"Nanti aja neleponnya setelah saya sundut perut kamu pakai belati ini," tukas Gombel dengan suara dingin. Ia pun mengeluarkan belati dari pinggangnya. Gusur terbelalak.

"J-jangan, Pak, jangan bunuh daku. Daku mohon. Daku tak tahan melihat darah daku sendiri. Daku bisa pingsan nanti," ratap Gusur. Kepra agak ragu melaksanakan niatnya demi melihat wajah Gusur yang memelas. Tapi Gombel berusaha memompa semangatnya "Jangan terpengaruh, Pra!" Kepra menyeringai.

Begitu belati Kepra siap menggelitik perut Gusur, Bos Penculik berujar dingin, "Tahan! Beri dia kesempatan sekali lagi. Tapi kalau gagal, terserah kalian mau diapakan babi gemuk ini. Tapi ingat, jangan sampai luka parah. Apalagi sampai mati. Cukup bikin si Makmur yakin kita tidak main-main!"

Bos Penculik lalu ketawa ngakak. Gusur bergidik ngeri. Puas ketawa, Bos Penculik menyerahkan HP-nya. Gusur menerimanya dengan mulut komat-kamit membaca doa. Lalu kembali menekan nomor telepon Lupus.

Di koridor rumah Lupus, telepon berdering santer. Tapi nggak ada seorang pun yang mengangkatnya. Tapi untunglah dari arah dapur, Kelik muncul dengan tergopoh-gopoh, langsung mengangkat telepon itu. "Halo, di sini Kelik. Siapa di sana? Oh, Mas Gusur, Mas Lupusnya nggak ada tuh. Memangnya ada perlu apa? Sebentar, sebentar, saya catet dulu." Kelik mengambil notes di meja, dan mulai mencatat. "Besok siang jam dua belas, satu juta dolar, tunai. Dimasukkan ke tempat sampah, di taman bunga. Jangan lapor polisi. Begitu aja, Mas Gusur?"

Selesai menulis, Kelik tanpa rasa curiga sedikit pun, meletakkan telepon dengan tenang. Lalu disobeknya notes itu, dan ditaruhnya di samping pesawat telepon. Kemudian Kelik berjalan melenggang ke luar. "Mumpung belum pada pulang, pacaran lagi ah...."

Di ujung telepon, di sebuah gudang tua, Gusur langsung mematikan HP begitu selesai bicara dengan Kelik. Gombel merebut HP dengan kasar, dan mengembalikannya pada Bos Penculik.

"Siapa tadi?" tanya Bos Penculik dengan wajah puas. Gusur salah tingkah.

"Kelik, Pak"

"Maksud kamu kelik kuping?"

"B-bukan, Pak, dia p-pembantu...."

"Pembantu? Maksud kamu asisten pribadi si Makmur? Bagus, bagus, berarti pesan tadi diterima, ya?" Bos Penculik lalu ketawa ngakak. Gusur jadi salah tingkah. Sulit untuk menjelaskan.

***

Dengan semangat atlet Lupus menggedor-gedor pintu rumah Engkong yang terbuat dari kayu pohon jengkol, sehingga pintu itu bergetar-getar hebat. Engkong yang lagi leyeh-leyeh di dipan sambil menyedot rokok kawung, terlonjak kaget. Tubuh Engkong yang kecil mungil kayak jerawat tiga hari itu melambung sampai eternit saking kagetnya, lalu jatuh terguling di tanah. "Gile lo, Sur, gue lagi enak-enak santai lo kagetin. Mane udah tengah malem begini. Lu kate ni kampung bapak moyang lo? Entar kalo orang sekampung pada bangun, gimane?" Engkong kontan misuh-misuh begitu bangkit dari jatuhnya.

Engkong lalu membuka pintu. Ia kaget ketika yang diliatnya datang Lupus, bukan Gusur. Lupus nampak terengahengah.

"Ade ape, Pus, keliatannye kok penting banget."

"Gusur diculik, Kong," tukas Lupus dengan wajah sedih campur duka. Tapi Engkong menanggapinya biasa-biasa saja, karena menganggap Lupus lagi bergurau.

"Ah, yang bener, Pus, emangnye kagak ada orang laen lagi yang bisa diculik? Rugi amat nyulik Gusur. Anak itu kan makannya banyak."

"Suer, Kong. Tadinya juga kita nggak percaya, tapi setelah diteliti di laboratorium, ternyata Gusur memang diculik" Engkong baru kaget.

"Astaga, Pus, kalo gitu ayo deh cepet kita tulungin si Gusur!"

Lupus pun segera menarik Engkong meninggalkan rumahnya. Tapi di persimpangan jalan mendadak Engkong berhenti.

"Ngapain, Kong? Kebelet pipis, ya? Tuh buang aja di deket pohon!" "Bukan itu, Pus. Kite ke rumah Boim dulu yuk?" ajak Engkong.

"Na, ketahuan ya, Engkong pasti kangen sama nyaknya Boim. Kan tadi udah ketemu, Kong," Lupus cekikikan.

Engkong jadi sewot. "Sialan lo, Pus. Ini kagak ada urusannya sama Nyak Boim. Engkong cuma pengen Boim tanggung jawab, soalnye tu anak yang bikin Gusur sengsara."

Lupus manggut-manggut, lalu berlari mengikuti langkah Engkong. Di tengah jalan, Engkong berbisik lagi ke Lupus, "Pus, tapi apa bener gue pantes sama nyaknya Boim?" Lupus bengong, langsung cekikikan.

Saat itu Lulu yang terpisah dari Lupus setelah dari kantor polisi, sudah nyampe lagi di rumahnya. Sekarang Lulu tinggal nunggu perkembangannya. Lulu nggak ngeliat pesan penculik yang ditulis Kelik di samping telepon, karena kertas itu sudah terbang melayang ke lantai ditiup angin.

Baru saja Lulu hendak merebahkan diri di sofa, Lupus muncul bersama Boim, Engkong, dan Nyak. Tanpa sengaja kaki Lupus menginjak kertas pesan itu. Lupus memungut pesan itu, dan langsung membaca. Wajah Lupus mendadak tegang. Semua menatap Lupus dengan penasaran

"Apa tulisannya, Pus?" sambar Lulu.

Lupus nggak menjawab, cuma menatap Engkong dengan panik.

"Ade ape, Pus?"

"Ini pesan yang ditulis Kelik. Pesan dari Gusur. Isinya besok siang jam dua belas, satu juta dolar, tunai, ditempatkan di tong sampah di taman bunga! Jangan lapor polisi'"

Semua menatap Lupus terperanjat, Engkong tampak merana sekali. Seluruh tubuhnya kisut dan tak bertenaga.
"Sur, Sur, lu bikin masalah aje. Idup udah susah, sekarang lu bikin tambah susah lagi...," ratap Engkong.

"Tabah, Kong, tabah, ini semua cobaan." Lupus berusaha menghibur.

"Kudu tabah pigimane? Selame idup tu anak selalu bikin susah. Sekarang berape kambing lagi yang mesti gue jual buat nebus Gusur? Mane bayarnya pake dolar lagi. DoIar kan naek terus!"

"Nggak banyak, Kong. Kalo harga kambing sekitar dua ratus ribu, paling-paling cuma seribu kambing," jawab Lupus santai.

Engkong langsung mendelik seperti orang ketelen biji beton.

"Ape, Pus, seribu kambing?! Dari mane gue dapet kambing sebanyak itu. Kambing gue pan cuman dua biji!" pekik Engkong, dan langsung pingsan setelah memilih tempat yang rada empuk.

"Engkooong!" yang lain pun ikut terpekik.

***

Gusur tertidur dalam keadaan meringkuk dan tangan terikat. Bos Penculik dan anak buahnya datang. Gombel menepuk-nepuk pipi Gusur. Gusur nggak bereaksi. Tetap terlelap. Puk, puk, puk! Gombel lalu menepuk pipi Gusur lebih keras. Dasar bleguk, Gusur tetap tak bereaksi. Gombel mulai hilang kesabaran, dan langsung berteriak.

"Kebakaran! Kebakaran!"

Gusur tersentak kaget. Bangun dan dengan panik melihat keadaan sekitarnya. Bos Penculik dan anak buahnya tertawa terbahak-bahak. Gusur cemberut sadar kalo tangannya masih diikat.

"Selamat pagi, tidur nyenyak rupanya," sapa Bos Penculik dengan keramahan yang dibuat-buat.

"Bagaimana bisa nyenyak! Nyamuknya bejibun," tukas Gusur ketus.

Bos Penculik dan anak buahnya terbahak-bahak Gusur makin keki.

"Maaf soal nyamuk-nyamuk itu, tapi jangan khawatir siang ini kamu bakal bebas," ucap Bos Penculik.

Gusur terperangah. Gembira. "Ah, yang betul, Pak? Apa Bapak serius?"

"Serius. Tapi dengan catatan, transaksi di taman nanti lancar...." "Kalau gagal?" tanya Gusur bego.

"Yah, terpaksa kamu saya dor!" jawab Bos Penculik sembari memberi isyarat leher dipotong. Lalu tertawa sadis. Gusur ketakutan. Seluruh persendiannya gemetaran.

***

"Pada ngapain nih?" tanya Mila siangnya begitu masuk ke kafe. Soalnya dia heran melihat Inka, Bule, dan Kevin asyik ngerumpi di pojokan.

"Gusur diculik, Mil! Penculiknya minta tebusan satu juta dolar!" jawab Inka. Tapi Mila nggak kaget, malah mencibir. "Udah, gue udah denger versi Lulu yang lebih lengkap." "Apa kata Lulu, Mil?" kejar Bule semangat.

"Uangnya harus dianter ke taman bunga jam dua belas siang ini, dan nggak boleh lapor polisi! Padahal Lulu sama Lupus udah telanjur lapor polisi." jelas Mila.

"Kasian ya Gusur malang betul nasib tu anak," komentar Inka.

"Malang banget sih nggak. Malah dia beruntung. Soalnya namanya bakal melejit. Bakal dimuat koran, dan dibicarakan orang-orang," ujar Kevin tiba-tiba dengan nada kalem. Yang lain jelas menatap Kevin yang bak orang nggak berperikemanusiaan itu.

"Tapi dia bakal dibunuh kalo nggak ditebus!" ujar Bule galak.

"Why not? Mati dengan nama harum siapa nolak? Gusur malah bakal tambah tenar. Liat aja Marsinah, Udin. mereka ngetop setelah mati, kan?" Kevin terus nyerocos.

Semua langsung mencekik Kevin. Kevin menjerit-jerit kenceng banget!

***

Tepat pukul dua belas siang, Lupus dan Boim siap menjalankan perintah dari sang penculik. Lupus dan Boim berhasil mengumpulkan uang tebusan satu juta rupiah. Bukan dolar. Uang ini juga hasil ngejual tiga ekor kambing Engkong, ditambah minjem sama Devon dan Mila. Dan siang itu Lupus dan Boim sudah mengawasi sebuah tempat sampah di balik rimbunan semak. Sementara Gombel dan Kepra menunggu di bangku taman sambil pura-pura baca koran yang semua isinya berita pembunuhan dan pemerkosaan. Sesekali mereka memeriksa jam tangan Setiap ada orang yang mendekati tempat sampah, mereka melirik curiga. Tapi selalu kecewa karena orang-orang itu cuma membuang sampah.

Setelah hampir putus asa dan rada-rada ngantuk, akhirnya muncul seorang anak. Para penculik terkesiap. Apalagi anak itu membuang kantong plastik hitam berukuran besar yang kesannya padat. Para penculik saling pandang. Lalu mengangguk bareng. Sama-sama menurunkan korannya.

"Kamu punya dugaan yang sama?" tukas Gombel.

Kepra mengangguk. "Tak salah lagi! Itu pasti uang tebusan yang diminta Bos!" "Cerdik juga mereka, mengutus anak kecil," tukas Gombel.

"Kita ambil sekarang?"

"Oke."

Dengan sigap Kepra mengambil kantong plastik itu. Sementara Gombel berjaga-jaga mengawasi keadaan. Begitu dirasanya aman, mereka lantas pergi sambil membawa kantong plastik.

Perbuatan para penculik ternyata tidak diketahui Boim dan Lupus. Masalahnya kedua anak itu lagi sibuk menepuknepuk badan yang diserbu semut-semut merah. Jadi Lupus dan Boim nggak tau kalo penculik itu sudah mengambil uang.

"Hampir satu jam kita sengsara di sini, tapi duit tebusannya belon diambil. Kita balik aja deh. Kayaknya penculik brengsek itu pada nggak datang," usul Lupus yang mulai putus asa.

Boim yang juga sudah nggak tahan dengan siksaan para semut, langsung setuju. "Oke, Pus. Lagian duit tebusan kita kan cuma sejuta perak. Itu juga hasil ngutang sama orang dan ngelego kambing!"

"Betul juga, Im, kalau sampai para penculik itu kecewa ngeliat duit tebusannya, bisa-bisa kita yang dibunuh."

Lupus dan Boim dengan cuek keluar dari rimbunan semak. Kemudian mengambil koper butut dari tempat sampah yang lain, lantas bergegas pergi. Olala, rupanya koper butut yang sejak tadi diletakkan di dekat tempat sampah itu tidak diketahui oleh kedua penculik.

Ketika sampai di sebuah jalan kecil, Kepra yang berjalan tergesa-gesa seraya menenteng kantong plastik hampir bertubrukan dengan Lupus yang membawa koper butut. Keduanya saling pelotot. Kepra terbakar emosinya, dan siap menonjok idung Lupus. Lupus juga siap-siap menonjok jidat Kepra. Untung Gombel buru-buru menenangkannya. "Ingat, Boss bilang jangan cari keributan. Bisa-bisa memancing perhatian polisi."

Boim juga ikut-ikutan menenangkan Lupus "Jangan bikin perkara, Pus, gue lapar berat nih!" Mereka pun saling bergegas pergi. ***

Sesampai di markas penculik, Gombel dan Kepra langsung menemui Bos Penculik yang lagi memelototi Gusur. Dengan bangga, Gombel dan Kepra menyerahkan kantong plastik itu pada Bos Penculik.

"Apa itu?" tanya Bos Penculik sambil menghentikan pelototannya pada Gusur. Gusur bernapas lega.

"Uang tebusan, Bos!" jawab Gombel semangat.

"Sudah kalian hitung jumlahnya?"

"Mana berani Bos, ntar kami disangka nilep!" jawab Kepra ketakutan.

Bos Penculik menggeram. Lalu dengan cekatan ia menumpahkan isi kantong plastik itu ke lantai. Tapi apa yang diliat? Ternyata isinya asli sampah-sampah busuk yang baunya nggak ketulungan. Bos Penculik langsung terbelalak. Kepra dan Gombel pun kaget setengah mati, sambil berpelukan karena takut luar biasa. Bos Penculik menatap dengan mata merah menyala ke arah dua anak buahnya yang bloon itu.

"Guoblok!!! Makanya kalau dapat uang tebusan itu diteliti dulu, jangan asal main bawa!!!"

"Ampun. Bos, ampun.... Kami betul-betul nggak nyangka kalau si Makmur berani berbuat sekonyol itu...." Kedua anak buahnya itu ketakutan.

"Kurang ajar memang si Makmur Surawijaya itu! Apa dia nggak berpikir panjang, kalau dia main-main, anak kesayangannya bisa kita bunuh!" kutuk Bos Penculik sambil menatap Gusur. Gusur ketakutan setengah mati!

Bos Penculik menarik napas panjang. Lalu mondar-mandir membuang kesal.

Kedua anak buahnya menunggu dengan gelisah perintah selanjutnya.

"Ya sudah, sekarang kamu telepon si Makmur. Nomor handphone-nya baru saya dapatkan dari kenalan saya. Bilang kalau main-main lagi, anaknya akan kita jadikan daging giling, dan kulitnya kita jadikan tambur topeng monyet," putus Bos Penculik akhirnya, lalu menyerahkan HP dan secarik kertas berisi nomor pada Gombel.

"B-baik, Bos." Gombel menerima HP dengan gemetaran. Lalu mulai menelepon. Untung komunikasi via telepon dengan Makmur Surawijaya itu berjalan lancar.

"Halo, bisa bicara dengan Makmur Surawijaya?" tukas Gombel.

"Saya sendiri. Ada apa?" terdengar jawaban dari seberang sana.

"Anda ternyata punya nyali besar membohongi kami. Anak Anda telah kami culik dan sekarang masih ada pada kami. Cepat sediakan uang itu, atau si Gusur pulang sudah jadi risoles!" ancam Gombel.

Makmur Surawijaya bengong di ujung sana. "Apa maksud Anda? Anda menculik Gusur Surawijaya? Bagaimana mungkin? Saat ini anak saya lagi tidur dengan tenangnya di kamar!! Anda pasti salah culik!"

Gombel melongo mendengar keterangan Makmur Surawijaya itu. Bos Penculik juga ikut-ikutan melongo ketika hal itu diceritakan padanya.

"J-jadi... d-dia... b-bukan... a-anak... M-mak-mur... S-Surawijaya?" pekik Bos Penculik. Kali ini dia tak bisa berkatakata lagi saking murkanya!

***

Di teras rumah Lupus, Engkong dan Nyak Boim duduk terdiam. Keduanya berwajah tegang. Lulu dan cowoknya, Devon, yang baru pulang sekolah, masuk teras.

"Gimana perkembangannya, Kong?" tanya Lulu.

Engkong menggeleng lesu. "Jangan pesimis, Kong, Nyak. Doain aja semuanya lancar," saran Devon sok bijak
"Lo sih ngomong enak, tapi gue mana bisa tenang. Gitu-gitu Gusur kan cucu gue atu-atunya!" Engkong mendengus. Sebel sama nasihat Devon.

Melihat keadaan mulai runyam, Lulu buru-buru menarik Devon ke dalam. Sesampainya di dalam, mereka melihat seorang laki-laki sedang repot mengotak-atik pesawat telepon. Tanpa say hello lagi, Devon spontan meninju dagu orang itu, hingga ia tersungkur ke lantai.

"Lupuuus, ada maliiing," teriak Lulu panic

Orang itu bangkit, sementara Devon bersiap-siap meninju lagi. Tapi orang itu buru-buru mencegahnya.

"Jangan, Dik, saya polisi."

Lulu dan Devon saling tatap. Laki-laki yang ternyata polisi berpakaian preman itu bangkit sambil memegangi dagunya yang sakit.

"Bapak betul polisi? Mana tanda pengenal Bapak?" tukas Devon.

Polisi itu tersenyum ramah, lalu mengeluarkan tanda pengenal dan surat tugas. Devon dan Lulu segera memeriksanya.

"Lantas apa yang Bapak lakukan di sini? Kelik sama Lupus mana?" tanya Lulu beruntun.

"Saya sedang memasang alat penyadap dan pelacak pada pesawat telepon Saudara Lupus dan Kelik sedang keluar." jawab polisi itu.

"Memasang alat penyadap buat apa?" tanya Lulu

"Intinya, agar penculik Gusur bisa segera tertangkap," jawab polisi itu. "Masalahnya sekarang, ternyata penculikpenculik itu melakukan kesalahan. Seharusnya bukan Gusur teman kalian yang diculik, melainkan Gusur anak Makmur Surawijaya. Ini bisa berakibat buruk buat Gusur...." "M-maksud Bapak Gusur bisa dibunuh?" tanya Devon bego.

Polisi itu mengangguk Lulu terpekik.

"Gusur bakal dibunuh!"

Tapi Devon buru-buru menutup mulut Lulu.

"Hus, Lu, pelan-pelan. Kalo Engkong sampe denger, bisa gawat."

Lulu menurut. Tak lama kemudian muncul Lupus, Boim, dan Kevin.

"Gimana kabarnya, Pus?" Lulu langsung memburu Lupus dengan pertanyaan.

"Gue udah berusaha menunggu penculik brengsek itu, tapi mereka nggak muncul. Ya udah, gue cabut aja!" jawab Lupus enteng.

Lulu terpekik.

"Gila lo, Pus, jadi duit tebusan itu belon dikasih ke penculik? Nanti kalo Gusur dibunuh gimana?" tanya Lulu lagi tambah panik.

Tiba-tiba telepon yang sudah dipasangi penyadap berdering.

Polisi memberi isyarat pada Lupus untuk mengangkatnya. Dia sendiri mendengarkan pembicaraan lewat alat penyadap. Semua menatap tegang.

"Halo? Apa? Cianjur Kepala? Bukan, di sini bukan agen beras Maju Mundur. Coba aja telepon rumah sebelah. Bukan, dia juga bukan agen beras. Tapi siapa tau aja dia tau di mana agen beras Maju Mundur!" Lupus menutup telepon dengan kesal. Semua tersenyum geli.

Nggak lama telepon berdering lagi. Lupus kembali sigap mengangkatnya.

"Ya, halo? Betul. Lulunya tidur, Sit. Apa? Nanya PR? Jangan sekarang deh, Sit. Teleponnya mo dipake. Penting. Iya, iya, besok boleh. Subuh juga boleh. Bye!" Telepon ditutup.

Sedetik kemudian berdering lagi Kali ini Boim yang mengangkat Begitu mendengar suara Gusur di seberang sana, Boim langsung tersenyum lebar,

"Sur, Gusur, lo masih idup?" teriak Boim

"Teganya dikau Im, dikau ingin daku mati, ya? Engkong mana, Im, daku harus bicara dengan Engkong," ujar suara di ujung sana.

Begitu tau yang menelepon Gusur, semua jadi tegang.

"Engkong lagi di depan, Sur. Sama nyak gue Keliatannya dia nggak mau diganggu, tuh. Naga-naganya sih engkong lo sama nyak gue lagi jatuh cin... aduh!"

Devon menyodok pinggang Boim. Lupus merebut gagang telepon

"Sur, gue Lupus. Sekarang lo ada di mana?"

"Pertanyaan dikau bodoh sekali, Pus. Mana mungkin daku bisa jawab? Telepon ini saja merupakan permintaan terakhir daku sebelum daku dibunuh Katanya... katanya sih daku mau dijadikan daging giling..." Gusur lalu menangis sesenggrukan.

Lupus bengong, Telepon di ujung sana langsung dimatikan

Saat itu Pak Polisi berteriak girang, "Saya berhasil melacak nomor HP penculik itu. Sekarang mereka berada di
Kampung Ambon!"

"Kalau begitu, ayo kita meluncur ke sana!" usul Lupus spontan

"Sabar dulu, Adik-adik. Sampai pada perkembangan ini, kalian tak usah ikut campur lagi Soalnya agak berbahaya. Ini tugas para polisi, Adik-adik semua tunggu di sini!"

***

Bos Penculik menempelkan ujung pistol tepat ke pelipis Gusur Gombel dan Kepra memperhatikan sambil tersenyum sadis. Sementara Gusur ketakutan setengah mati. Matanya terpejam. Mulutnya komat-kamit Berdoa mohon keselamatan.

Tiba-tiba Bos Penculik menembak tumpukan peti kemas bekas, hingga peti-peti itu hancur lebur berantakan, Gusur terlonjak kaget lalu pelan-pelan membuka matanya. Gusur heran karena dirinya belum mati.

Bos Penculik ketawa cekakakan.

"Satu malam lagi bonus untuk kamu. Besok pagi, pat-pat-gulipat, engkong kamu makan ketupat Sempat tidak sempat kamu tetap ditembak di tempat!"

Gusur jadi senewen. Tapi dengan sisa keberanian yang dimiliki, Gusur memprotes pantun Bos Penculik.

"Salah, Pak Bos! Harusnya pat-pat-gulipat, makan singkong sama ketupat Sempat tidak sempat jumpa si Engkong, daku tetap maka ketupat!"

Bos Penculik cemberut sejenak, lalu tertawa lebar. Anak buahnya ikut tertawa. "Ya-ya, boleh juga usul kamu jadi kamu mau makan ketupat, ya? Karena ketupat Lebarannya belum dibikin, nih, makan dulu ketupat bangkahulu!"

Tiba-tiba Bos Penculik menonjok idung Gusur sekeras-kerasnya. Gusur langsung ngejoprak ke atas peti kemas bekas.

Belum sempat Gusur mengaduh, Gombel dengan sigap mengikat tangan Gusur erat-erat. Dan mulutnya disumpal pakai kaus kaki kemudian para penculik itu keluar gudang sambil bertolak pinggang. Gusur manyun. Nggak lama air mata Gusur mulai mengali dari sumbernya, dan jatuh membasahi pipinya. Dari pipi air mata itu mampir ke leher.
Satu hari lagi Gusur dikasih bonus sama Bos Penculik. Besok pagi, Gusur harus di-dor!

Karena kelelahan, Gusur pun jatuh tertidur. Lamaaa sekali.

Besoknya, pagi-pagi sekali, mendadak Gusur mendengar suara anak-anak kecil memasuki gudang. Di luar gudang juga terdengar suar teriakan anak kecil yang lain.

"Udah belon?" teriak anak kecil itu.

Rupanya anak-anak kecil itu lagi main peta umpet. Salah seorang anak bersembunyi dekat Gusur diikat. Karena nggak bisa bersuara, Gusur terpaksa kentut untuk mencari perhatian. Baunya pun menyebar. Si anak yang merasa terganggu menoleh ke arah Gusur. Si anak kaget.

"T-tolooong, ada s-setan genduuuut...!"

Si anak siap-siap lari Tapi Gusur menggeleng-geleng, untuk mengatakan kalau dia bukan setan. Si anak pun mengurungkan niatnya. Lalu dia memanggil teman-temannya yang ngumpet di sudut lain. Sebentar kemudian Gusur sudah dikerumuni anak-anak itu, yang menatapnya penuh keheranan.

Dengan isyarat, Gusur meminta anak-anak itu membuka ikatannya.

Walau masih diliputi rasa takut. anak-anak itu mau juga membuka ikatan Gusur. Sumpelan mulut Gusur juga dibuka.
"Wuah, terima kasih ya, kalau tiada kalian, mungkin daku sudah jadi perkedel...," tukas Gusur lega begitu ikatannya terbuka. "Sekarang, kita semua harus kabur jauh-jauh dari ini. Karena gudang tua ini markas penculik jahat! Ayoooo!!!!" Lalu Gusur menggendong dan mengajak anak-anak itu berlarian pergi.

***

Sore hari, dengan berjalan kaki dan berbau apek Gusur sampai di depan rumahnya. Saat itu dilihatnya Engkong lagi repot ngasih makan ayam.

"Kong, daku pulang, Kong'" teriak Gusur begitu sampai rumah.

Engkong mendongak kaget, dan langsung menghambur ke arah Gusur.

"Gusuuur ke mane aje lu? Jangan bikin susah Engkong dong!" teriak Engkong sedih campur gembira.

Gusur dan Engkong berpelukan penuh haru. Tapi mendadak Engkong melepaskan pelukannya, hidungnya mengernyit.

"Ada apa, Kong?" tanya Gusur heran.

"Badan lo bau apek banget, Sur. Kalah kandang ayam! Mandi dulu gih sono. Terus kita ke Cimone, jual kambing. Pan lu udah janji mo nganter Engkong," ujar Engkong panjang lebar.

"Baik, Kong, baik. Kebetulan perut daku juga mules," jawab Gusur, lalu buru-buru ngibrit ke kamar mandi.

Engkong menatap Gusur sambil tersenyum seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience