Rate

Dibuang Keluarga

Drama Series 2228

Jika orang tua lain legowo dengan takdir apa pun yang sedang dilakoni anaknya. Tidak demikian dengan orang tuaku. Mereka mengusir dan tak mau lagi menganggapku sebagai darah dagingnya. Pakaian yang belum sempat keluar dari koper itu terpaksa kuseret keluar rumah.

"Minggat! Aku ndak sudi punya anak lonte!" hardik Bapak ketika mengusirku.

Aku menjadi tontonan warga kampung kala itu. Ingin rasanya kusayat-sayat wajah ini karena malu. Tak satu pun dari mereka yang kasihan melihat seorang anak yang diusir oleh orang tuanya dalam keadaan hamil. 'Sumarni meteng nganggur' begitulah sebutan yang akan selamanya melekat pada diri ini. Hamil di luar nikah, ditinggal lari pacarnya, sehingga si jabang bayi tidak punya bapak.

Setelah berjalan jauh dari rumah, seorang pemotor menghentikan laju kendaraannya, memberiku tumpangan. Ia mengantar hingga ke terminal bus yang jaraknya lebih dari sepuluh kilometer. Setelah sampai di tempat tujuan, kuberikan uang pecahan 50 ribu rupiah kepada pria itu. Akan tetapi, dia menolak karena ikhlas membantu, sama sekali tidak meminta imbalan.

"Makasih, Mbak. Saya ikhlas, uangnya buat ongkos Mbak saja," tolaknya dengan sopan.

Aku termenung memikirkan akan ke mana kaki ini harus melangkah. Tidak punya keluarga, saudara, maupun teman. Kecuali ... Nora, teman sesama pembantu dulu di Singapura. Dia memilih kabur dengan pacarnya ketimbang menyelesaikan kontrak. Kabar terakhir, Nora mengaku tinggal di Indonesia, tepatnya di sebuah kota yang berseberangan dari negeri ikon singa bertubuh ikan itu.

Kucari kontak Nora yang masih tersimpan di Nokia 3310. Ada, dan langsung kutelepon. Hati ini senang bukan main ketika nada sambung mulai terdengar. Itu tandanya nomornya masih aktif. Seketika, ada secercah harapan dan pertolongan yang kurasakan.

"Halo, Arini! Kamu apa kabar?" ucap Nora dari seberang sana.

Alhamdulillah, Nora juga masih menyimpan nomorku. Tidak ada yang kututup-tutupi darinya. Dia satu-satunya orang yang kuharapkan bisa memberikan bantuan. Benar saja, setelah mendapat alamat tempat tinggalnya, aku segera membeli tiket menuju pelabuhan.

Perjalanan sehari semalam dengan Kelud telah kulalui. Para penumpang berdesak-desakan berebut untuk segera turun. Akan tetapi, aku memilih menunggu suasana menjadi lengang saja. Takut terjadi benturan atau hal-hal yang membahayakan bayi di dalam perut. Biar bagaimanapun, adalah kewajiban seorang ibu untuk menjaga buah hatinya. Meskipun tanpa suami, aku bertekad untuk melahirkan dan membesarkan anak ini, nantinya.

Setelah cukup lengang, perlahan kuturuni tangga besi itu. Kemudian, mengedarkan pandangan untuk mencari sosok Nora yang katanya akan menjemput. Akan tetapi, tak ada tanda-tanda kedatangannya. Ponselku sudah sejak pagi kehabisan daya. Ini juga salahku yang tidak berani menyela antrian di kapal untuk mengisi daya.

"Arini!" teriak seorang wanita memanggil namaku. Dalam hati bertanya-tanya mungkinkah itu adalah Nora? Pasalnya, dia terlihat sangat berbeda. Kulit putihnya dibalut pakaian kurang bahan, mengenakan kacamata hitam, dan berambut blonde. Ia berjalan-jalan cepat ke arahku.

"Nora, ya?" Gadis itu mengangguk cepat, "ya ampun, aku pangling samu kau, Ra!" lanjutku kemudian setelah mengetahui ternyata wanita seksi itu adalah Nora.

Ia membawakan koperku, berjalan ke area parkir, tempat di mana terakhir kali dia memarkirkan mobilnya. Setelah kagum dengan penampilannya, kini aku kembali terkesan dengan kelihaiannya mengemudikan benda beroda empat itu. Dia bahkan bisa melakukannya sembari bertelepon ria dengan nada genit tetapi tidak menggelinjang.

Lagi-lagi, aku dibuatnya kagum. Rumah Nora besar dan mewah. Seperti kediaman majikanku di Singapura. Kira-kira, apa pekerjaan Nora atau suaminya, ya? Sejak saat itu, aku ingin seperti dia, punya segalanya sehingga bisa membeli mulut orang-orang yang telah tega menghinaku.

"Nora, kamu ... masih sama yang dulu itu, ya?" tanyaku menyelidik.

"Gila kamu, ya? Ya enggak lah ... emang aku enggak laku, apa," jawabnya yang sontak membuatku terkejut.

Ternyata, setelah memutuskan kabur dari rumah majikan demi mengikuti ajakan sang pacar. Nora justru terlunta-lunta di kota ini. Pria itu tertangkap sebagai imigran gelap dan harus kembali ke negaranya. Nora yang asing di kota industri ini bertahan hidup dengan uang seadanya. Hingga akhirnya, dia memutuskan untuk jual diri.

Pernah dialaminya tinggal di indekos dengan toilet yang dipakai bersama-sama. Diusir karena tidak sanggup membayar uang sewa pun pernah. Yang paling mengenaskan, ia rela menukar tubuhnya dengan sebungkus nasi rames dan segelas es teh manis. Semua itu dilakukan hanya demi mengisi perutnya yang lapar, sementara dia tidak memiliki sepeser pun di kantong.

"Jadi ... kamu bisa seperti ini karena jual diri?" Aku kembali bertanya mengenai rahasia kaya tanpa bekerja.

"Sorry, ya! Itu cerita lama. Sekarang gue punya suami. Ya ... meskipun orang-orang bilang, aku ini istri akhir pekan," jawabnya sembari mengotak-atik korek api untuk menyulut rokok.

Istri akhir pekan yang dimaksud Nora kurang lebihnya seperti simpanan. Perempuan sepertinya itu biasanya menjadi istri dari pria berkebangsaan negara lain. Mereka tahu bahwa laki-laki yang dinikahinya memiliki keluarga. Tujuan dari hubungan tersebut hanya uang dan kepuasan di atas ranjang saja. Kesiapan mental untuk ditinggalkan sewaktu-waktu juga harus dimiliki. Karena, tak dapat dipungkiri perkawinan itu tidak sah di mata hukum.

Wanita asal Indonesia dan pria asing tersebut menikah secara siri. Bahkan, di kota ini ada orang yang bersedia menikahkan mereka tanpa harus ribet mengurus surat-menyurat, yang penting ada uang, maka semua beres. Perbedaan agama maupun negara tidak lagi menjadi batu sandungan bagi keduanya.

Dalam hal ini, perempuan diuntungkan dari segi materi, sementara si pria akan dijamin kepuasannya. Namun, seperti sebutan yang disandang, mereka hanya akan menjadi suami-istri pada akhir pekan. Sedangkan pada hari yang lain, sang suami akan kembali ke negaranya dan si istri dilarang untuk menghubungi secara bebas.

Walaupun hanya sebagai istri akhir pekan, banyak di antara mereka yang berhasil membuat sang suami meninggal istri sahnya dan menetap di kota ini. Bisa juga dikatakan sebagai pelakor, pelacur, atau apa pun itu yang mengarah pada perebutan yang dibumbui asmara. Contohnya Nora, ia mengaku sudah tiga kali berganti suami.

Suami pertama hanya bertahan selama enam bulan, karena tidak cukup kaya, sehingga Nora memilih untuk kabur. Sedangkan yang kedua, meski menurutnya sangat royal tetapi memiliki kelainan s*ksual. Pria tersebut kerap kali meminta berhubungan melalui lubang kotoran. Diakui oleh Nora, karena perlakuan suaminya itu dia harus dirawat di rumah sakit cukup lama karena cedera parah di bagian pembuangan. Akhirnya, ia memutuskan untuk berganti suami lagi.

"Gimana? Kalau kamu mau ... aku bisa carikan suami untukmu."

"Tapi, Ra. Aku sedang hamil."

Nora bilang tidak perlu cemas dengan kehamilan. Aku masih punya kesempatan untuk hidup lebih layak. Lagi pula, tidak akan ada yang menuntut anak tersebut karena bapaknya saja pergi entah ke mana. Asal aku bersedia, secepat mungkin Nora bisa mempertemukanku dengan pria yang membutuhkan istri akhir pekan.

Bersambung

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience