3. COKLAT YANG HILANG

Humor Completed 2322

KADANG mimpi memang bisa jadi kenyataan. Nggak percaya? Buktinya baru semalam Lulu ngimpi berantem sama Lupus paginya ternyata Lulu terbangun dengan satu tendangan tak berperikemanusiaan dari Lupus.

Lupus yang pakai celana untuk naik sepeda, plus sepatu kets dan kaus oblong, langsung nuduh, "Hei, lo nyolong coklat gue, ya? Ayo ngaku"

"Apa-apaan sih?" Lulu yang baru bangun, jadi gelagapan. Sebel banget.

"Iya, lo nyolong coklat gue, kan?" tuduh Lupus lagi.

"Enak aja nuduh sembarangan. Bukti-buktinya mana?"

"Bukti-bukti belakangan. Yang penting nuduh dulu" ujar Lupus seenaknya.

Lulu bangkit dari ranjang sambil bertolak pinggang, "Eh, jangan ngocol, Pus Buktinya mana?"

"Abis siapa lagi kalo bukan lo? Tadi malam kan tu coklat gue masukin kulkas sekitar jam sebelas. Terus gue tidur. Sekarang coklat ini lenyap tak berbekas. Pasti elo kan yang nyolong Adik gue kan cuma elo doang!" omel Lupus panjang-lebar.

"Sembarangan. Jam sepuluh gue udah tidur duluan Jadi mana mungkin gue nyolong" elak Lulu.

"Abis siapa lagi?" Lupus masih nggak percaya.

"Setan, kali!" Lulu menjawab asal, sambil kembali menarik selitrlut dan siap-siap mau bobok lagi.

Lupus keluar dari kamar Lulu dengan wajah kesal.

Lalu masuk ke ruang tengah dengan muka sebal. Ia melempar sarung tangannya ke sofa. Lalu dengan sebal menjatuhkan pantatnya di sofa.

Ya jelas aja Lupus bingung. Soalnya pagi ini dia janjian mau main sepeda bareng Poppi di Senayan. Dan semalem ceritanya dia udah ngebela-belain beli coklat Toblerone buat Poppi. Tapi sekarang ke mana coklatnya?

"Pasti diembat Lulu. Pasti! Gue yakin banget. Nggak ada orang di dunia ini yang begitu maniak coklat, selain Lulu Sialan!" omel Lupus panjang-lebar.

Telepon berdering. Lupus mengangkat tele- pon. "Halo? Oh, Poppi? Oke-oke, gue berangkat sekarang. Tungguin, ya?"

Setelah meletakkan telepon, Lupus buru-buru menyambar sarung tangannya di sofa, dan pergi.

Lupus bersepeda menelusuri jalan kompleks. Udara pagi masih dingin menggigit Embun masih tampak di pucuk daun. Sangat sejuk. Burung-burung berkicau ceria Lupus dengan sepedanya melaju cepat.

***

Senayan ramai di pagi hari. Ratusan anak muda, ber-roller-blade mengelilingi stadium. Ada juga yang cuma lari-lari, ada yang main skateboard. Dandanannya pada heboh banget. Maklum, olahraga kan cuma niat sampingan, yang utama: ngeceng

Lupus dan Poppi duduk di trotoar dengan wajah lelah. Mereka sedang istirahat setelah berputar beberapa kali. Saat itu
Lupus lagi ngadu soal. coklatnya, "....Padahal semalem udah Lupus siapin coklatnya, Pop. Tapi ternyata diembat adek
Lupus...."

"Alaaaah, udah, saya udah biasa denger alasan kayak gitu. Nggak usah nuduh adik kamu deh. Bilang aja kamu lupa. Iya, kan? Biasanya juga begitu," ujar Poppi datar.

"Eh, ini serius, Pop" Wajah Lupus disetel seserius mungkin.

"Udah deh, Pus. Kamu dipesenin suruh bawa coklat aja lupa. Gimana janji yang laen?"

"Pop!"

"Pus. Saya udah tau kamu dari dulu. Saya tau kamu, meski udah punya saya, masih suka ngelaba. Saya sih sabar aja, Pus."
"Aduh, pop!"

"Udah, ah kita lari lagi yuk. Banyakan ngerumpinya daripada olahraganya."

"Iya, kita ke sini kan tujuannya ngeceng. Olahraga sih cuma sampingan."

Poppi gemes.' "Oh, gitu ya."

Lupus buru-buru bangkit dan menghindar. Lari. Mereka kejar-kejaran....

***

Lupus yang keringetan masuk ke ruang tengah. Masih mengenakan bicycle pants-nya. Saat itu terdengar lagu disko. Lulu sedang asyik bersenam ria. Gerakannya lincah banget.

Lupus memperhatikan dengan wajah sebal. Dalam hatinya ia berujar, "Wah, si maling coklat lagi senam." Belakangan ini tu anak emang lagi giat-giatnya senam. Biasa, ABG. Lagi semangat-semangatnya ngebentuk badan, biar nggak keliatan gembrot. Dia takut banget kalo sampe punya body big size kayak si Gusur, yang suka ngembat jatah makan kucing-kucingnya.

Terus terang Lupus masih dendam sama dia. Kalo aja tadi pagi eoklatnya nggak disikat, pasti Poppi nggak nuduh dia yang bukan-bukan. Lupus pun ngatur strategi buat bales dendam!

Lulu kini udah selesai senam. Sebentar kemudian dia mulai sibuk mengelap keringat yang mengucur, lalu dengan cuek melempar anduk bekas keringatnya. Dan anduk itu dengan mulus mendarat di wajah Lupus. Lupus kontan belingsatan. Begitu tau abangnya kena dnduk, Lulu langsung kabur ke kamar.

"Luluuuu, sialan lor Bau cuka begini dioper-oper," Lupus melempar anduk itu ke arah Lulu tapi meleset. Pas saat itu Mami masuk membawa puding. Dan anduk itu langsung mendarat dengan empuk di atas puding bikinan Mmi. Mami kontan melotot ke arah Lupus.

"Aduuuh, ancur deh puding pesanan Bu Aisah! Lupuuuus!!" Mami kesal setengah mati.

Lupus buru-buru kabur.

"Lupuuuus, mo ke mana kamu? Ayo ganti!"

***

Lupus membeli Broklax di sebuah warung di tepi jalan.

Kalian pasti pada tau Broklax, kan? Itu, obat pencuci. perut yang mirip-mirip coklat. Syukur, pas dicari keliling warung, barang langka ini ternya ta masih ada yang jual.

Sampai di rumah, Lupus memasukkan Broklax yang mirip eoklat itu di kulkas. Senyum licik mengembang di wajahnya ketika ia menutup kulka. Rencananya Lupus memang mau ngejebak si Lulu. Mumpung tu anak lagi nggak ada. Kalau Lupus naruh tu Broklax di kulkas, pasti deh nanti diembat Lulu lagi, karena dikira coklat. Dengan begitu, dendam Lupus terbalas sudah!

Ketika Lupus kelar meletakkan coklat itu di kulkas, Boim tiba-tiba datang. "Pus..." "Eh, Boim, kebetulan. Ke rumah elo yuk," ujar Lupus spontan.

"Yeee, gue jauh-jauh dateng, malah disuruh balik. Lulu mana?" Boim langsung celingukan nyari Lulu di dalam. "Urusan Lulu nanti aja. Dia lagi pergi. Ntar gue atur lo bisa ajak dia nonton. Sekarang ke rumah lo dulu yuk." "Bener, Pus?" Boim langsung bersemangat.

Lupus menyeret Boim keluar. "Buruan, sebelum gue berubah pikiran!"

***

Kamar Boim ternyata lebih parah dari kamar Lupus. Lebih berantakan, lebih sempit, dan segala perabotan, radio tua, kardus bekas, majalah bekas, saling berebut tempat di situ. Ruang ini lebih tepat dibilang gudang ketimbang kamar.

Tapi Lupus .malah tidur-tiduran di atas tumpukan kardus, sementara Boim main gitar sambil bernyanyi dengan suara falsnya. Lagunya, lagu Iwan Fals zaman kuda. "Omar Bakriii...

Omar Bakriiii... Pegawai negeri!" Dalam hal trend, Boim kadang emang suka telat satu abad ke belakang! Tapi meski nada Boim sumbang, toh Lupus terbuai ke alam mimpi.

Dalam mimpinya, Lupus lagi terpingkal-pingkal di sofa, sambil memegangi perutnya. Sementara Lulu sibuk mondarmandir ke kamar mandi. Gara-gara nyolong Broklax Lupus, tu anak terpaksa harus terus bolak-balik ke wc. Lupus puas, karena dendamnya terpenuhi.

Selagi Lupus terpingkal-pingkal, tiba-tiba Lulu terjatuh ketika mau lari untuk kesekian kalinya ke kamar mandi. Lupus kaget mendengar bunyi "Gedubrak!" Ia lalu mengintip dari balik sofa"

Lulu terkapar dengan wajah pucat pasi di lantai. Bibirnya biru. Tubuhnya kejang-kejang. Lupus tiba-tiba mengigau dan berteriak-teriak, "LULUUUUU UUUU ...!"

Boim yang juga ketiduran di ranjang, kaget mendengar Lupus teriak memanggil nama Lulu. Ia buru-buru melompat ke atas kardus tempat Lupus tertidur, dan mengguncang-guncang tubuh Lupus. "Puuus, puuus! Lo ngigo, ya? Gue yang ngimpi mo nyium Lulu, kok lo yang histeris?"

Lupus celingukan sambil mengucek mata. "Oh, gue ngimpi, ya? Jam berapa ini?" Beker Boim menunjukkan pukul empat.
"Gila! Jam empat. Gue kudu buru-buru balik nih!" Lupus langsung melompat dari tumpukan kardus dan berlari keluar. Boim berusaha menahan.

"Pus, ada apa?" cetus Boim.

"Gue harus nyelametin Lulu, sebelum dia makan Broklax!" "Broklax?" Boim heran.

Lupus tak menjawab. Langsung berlari keluar.

Lupus ngebut di jalanan dengan sepedanya. Beberapa . pedagang kaki lima pada panik pontang-panting, takut ketabrak sepeda Lupus yang dikayuh 60 km/jam. Keranjang apel jatuh berantakan, orang-orang berlarian sambil memaki-maki.

Sampai rumah, Lupus buru-buru masuk ke ruang tengah dengan napas tersengal-sengal. Lalu ia langsung menuju kulkas dan membukanya. Broklax tadi sudah tak ada! Lupus kaget setengah mati. Pintu kulkas langsung dibantin dan ia berteriak memanggll maminya sambil membalikkan badan, "Miiii...! Lulu ke mana?" Maminya ternyata saat itu sedang berdiri di belakangnya, mau memasukkan puding ke kulkas. Tak pelak Lupus menubruk tubuh Mami. Puding iu jatuh.

"LUPUSSSSS!!! Puding Mami!!!", jerit Mami

Lupus ketakutan, dan langsung membantu memungut puding yang berantakan di lantai. "M-maa.f, Mi. Lupus nggak
liat.."

Maml seolah nggak peduli. "Seharian ini dua kali kamu ngerusakin puding pesanan Bu Aisah! Masa mami harus bikin lagi untuk ketiga kalinya?"

"Maaf... maaf, Mi. Nanti Lupus bantuin bikin lagi deh. Tapi si Lulu ke mana?" Lupus mohon-mohon.

"Lulu? Tadi barusan pergi sama temennya, Inka. Katanya mau belajar bersama."

"Wah, gawat! Lupus pergi dulu, Mi! Mo jemput Lulu dulu." Lupus buru-buru pergi.

Mami langsung menahan. "Eh, Lulu nggak minta dijemput kok! Cuma Mami yang minta kamu ganti puding Mami!" "Biar Lupus jemput aja!" Lupus terus pergi.

"Urusan puding gimana nih?"

"Nanti malem aja!" Lupus menghilang di balik pintu.

Mami geleng-geleng kepala memandang kepergian Lupus. "Baru tau, ternyata tu anak sayang banget sama adiknya." Mami lantas membereskan pudingnya yang berantakan di lantai.

***

Di teras rumah Inka, Lulu berdiri sambil bertolak pinggang di depan Lupus yang datang menjemput. Inka berdiri agak jauh sambil memperhatikan. Sementara Lupus masih nangkring di atas sepedanya.

"Ngapain sih lo jemput-jemput gue? Belajar aja belum, udah dijemput!" semprot Lulu.

"Lho, dari tadi emang ngapain aja?" tanya Lupus sambil ngos-ngosan.

"Tadi kan baru pemanasan. Jadi ngegosip dulu," Lulu menjawab ketus.

"Setelah itu baru belajar?" terka Lupus.

"Belum tentu. Jangan nuduh dong!" tukas Lulu tandas "Dasar! Jadi pulangnya kapan?"

"Masih lama. Pokoknya kalo bibir kita-kita ini belum pada item ngegosip, belum mo pulang deh. Udah sana, pulang. Nanti juga dianterin sopirnya Inka." Lulu mengusir Lupus sambil mengibas-ngibaskan tangannya.

"Sialan! Tapi bener kan pulangnya kamu dianter pake mobil?" Lupus masih penasaran.

"Iya. Kenapa sih? Kok tau-tau jadi aneh begitu?" Lulu jadi curiga.

Lupus jadi gelagapan. "Ah, nggak apa-apa. Gue cuma kuatir, siapa tau aja nanti pas perjalanan pulang tiba-tiba aja lo sakit perut. Tapi kalo dianterin sih nggak apa-apa." Lupus lalu mengambil posisi di atas sepeda. "Oke, gue pulang dulu ya."

Lupus hendak mengayuh sepeda, tapi tiba-tiba ingat sesuatu. Ia mengeluarkan coklat dari kantongnya. "Tadi waktu lewat toko gue iseng beliin lo coklat. Mau?" Lulu memandang curiga kepada kakaknya.

"Nggak usah curiga. Ini coklat beneran kok. Yuk, ah. Selamet belajar. Moga-moga cepet pinter, kan lumayan buat bantu-bantu Mami cuci piring."

"Lho, apa hubungannya?" Lulu keki.

"Cari aja sendiri!" Lupus lalu pergi.

Lulu dan Inka berdiri di pekarangan rumah, memandang kepergian Lupus.

"Kakak lo baek banget," ujar Inka sambil melihat ke arah Lupus pergi mengayuh sepeda.

"Iya, gue juga jadi curiga...." Lulu langsung duduk di samping Inka.

***

Esok paginya, Lupus lagi asyik tertidur ketika tiba-tiba ujung jempolnya ditarik-tarik oleh Lulu. Lupus jelas terbangun dan langsung mengucek-ngucek matanya.

Jendela kamar telah terbuka, hingga udara pagi yang sejuk menerobos masuk kamar.

"Bangun, Pus. Itu ogut bikinin roti," ujar Lulu.

"Ha?" Lupus masih belum sadar seratus persen, jadi agak-agak nggak ngeh.

Tapi Lulu langsung aja ngomong ke inti masalah, "Ng... gue mo ngaku dosa nih."

"Apa? Aduh, kok pagi-pagi amat," Lupus duduk di ranjang sambil mengucek-ngucek matanya.

Lulu seolah nggak mau kompromi sama kakaknya yang masih rada telmi baru bangun tidur. "Biarin! Soal coklat yang malem Minggu itu, emang bener gue yang embat. Sori, waktu itu gue bener-bener nggak nyadar. Gue lagi ngigo, trus jalan ke kulkas dan makan coklat kamu sampe abis...."

"Ha? Boong! Kok ngigo sempet-sempetnya makan coklat sampe abis satu batang?" Lupus terbelalak.

"Itu dia. Gue kan kalo lagi ngigo ya kayak 'itu. Apalagi kalo lagi laper. Tapi gue ngaku dosa deh. Soalnya lo ternyata baek juga. Nyempetin jemput gue kemaren, and then ngasih coklat, lagi."

Lupus jadi termenung di ranjang. Lulu ikutan duduk. Lupus mikir, apa si Lulu ini kapok karena nyolong Broklax? Lupus dengan cemas bertanya, "Ng... Lu, lo tadi malem sempet sakit perut, ya? Terus kapok, gitu?" "Nggak. Kenapa emang?" Giliran Lulu yang bengong.

"Apa lo nggak nyolong coklat gue lagi, Minggu sorenya?"

"Enggak! Sembarangan aja nuduh."

Lupus garuk-garuk kepala. "Lho, jadi siapa yang makan Broklax itu? Apa Mami?" "Broklax?" Lulu belum menangkap arah pembicaraan Lupus.

Lupus buru-buru lari keluar. Lulu ikutan.

***

Di kamar Mami, Lupus dan Lulu sedang duduk di ranjang. Mami baru aja bangun dan baru selesai mendengar cerita Lulu. Sedang Lupus menundukkan kepala, merasa bersalah.

"Aduh, Lupus. Kamu tuh bandel banget sih! Pake ngejebak-jebak orang segala. Udah kemaren Mami tunggu-tunggu. Katanya mo bantuin bikin puding!" Mami geleng-geleng kepala.

"Ya Lupus kan sibuk, Mi."

Mami tiba-tiba ingat sesuatu. "O ya! Mami sampe lupa! Kemaren sore, waktu kamu nggak ada, Pus, ada temen kamu yang ke sini. Siapa tuh, yang perutya gendut dan nggak begitu kece. Katanya sih ada urusan penting." "Gusur?" tebak Lupus. ,

"Ya, Sar Sur Sar Sur begitu. Dia nungguin kamu lumayan lama. Sampe minta minum segala. Mami suruh aja ambil
sendiri di kulkas. Langsung aja dia sibuk ngaduk-ngaduk isi kulas. Tampangnya sih lagi laper berat."

"Gusur sih mana pernah nggak laper," celetuk Lulu.

Lupus penasaran pengin denger cerita lanjutan Mami. "Terus, gimana, Mi?"

"Nggak lama dia pamitan pulang, sambil mulutnya komat-kamit ngunyah sesuatu. Mami udah kuatir aja, janganjangan bawang buat katering Mami diabisin dia."

Mendengar cerita maminya, kontan Lupus terbahak-bahak, "Huahahahaha...! Pasti Broklax itu dimakan si Gusur! Pasti seharian ini dia bolak-balik ke kakus... hihihi...!"

Lulu ikutan ketawa, "Hihihihi...! Makanya bilangin, jangan rakus-rakus! Apa aja diembat!"

***

Sore itu Gusur duduk dengan muka amat memelas, di tepi kali dekat rumahnya. Wajahnya pucat dan sesekali dia memegang perutnya. Ia lagi tercenung sendirian, sambil memandangi air kali yang butek. Tak jauh dari situ, tampak wc umum.

Si Gusur ini memang agak-agak ajaib juga. Tipe seniman, tapi jangan berpikir sama seperti seniman biasa. Liat aja bodinya yang bulet kayak bola bekel. Itu karena hobi makannya yang gila-gilaan. Pantangan deh dia ngeliat ada makanan nganggur. Maen embat aja. Jatah makan kucingnya aja, suka diembat. Makanya orang-tuanya udah nggak sanggup melihara dia. Sekarang dia tinggal sama engkongnya. Kasian juga, sih.

Itu baru soal makan. Soal kreativitas, si Gusur juga amat lemah. Maunya sih jadi penyair sehebat Rendra, tapi kandas di tengah jalan. Abis gimana daya pikirnya amat lemah, rada telmi, grusa-grusu, ceroboh, dan biang masalah:

Pelampiasannya, gaya ngomongnya aja yang jadi sok puitis tapi karya puisinya nggak pernah ada....

Dari jauh, tampak Lupus naik sepeda ke arahnya.

"Hei, Sur! Ngapain bengong sendirian?"

Gusur menoleh. Tampak wajahnya pucat pasi. Lupus menahan tawa. "Kenapa, Sur? Kok lo keiiatan agak langsingan?"

"Daku tak tau nih, Pus. Dari semalam, perutku tiada beres. Sudah sepuluh kali daku bolak-balik ke we umum. Makanya daku tiada berani jauh-jauh dari kali lagi. we umumnya sudah daku carter seharian." Di pintu we umum tertempel tulisan:
Fully Booked. ttd.

Gusur

Lupus tertawa terpingkal-pingkal.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience