NAH, kita mulai aja deh cerita tentang anak yang agak-agak gokil ini. Yang lagi asyik ngorok di kamarnya yang mungil nan berantakan itu namanya Lupus. Nggak tau, kenapa bokapnya ngasih nama begitu. Kali aja emang bentuknya mirip-mirip kuskus, hihihi.....
Ssst, jangan keras-keras ngakaknya. Ntar dia bangun, en kita jadi nggak bisa bebas ngegosipin doi.
Lanjut lagi, ya?
Nama aslinya emang Lupus. Mukanya lumayan lah. Dari jauh sih kayak Brad Pitt, tapi kalo dideketin, kayak sandal jepit. (Hihihi... kuno, ah, lawakan taun tujuh puluhan!) Orangnya sih pendiem kalo lagi tidur. Tapi kalo udah bangun? Ibu-ibu arisan aja lewat! Ngocol banget. Tapi dia baik hati kok....
Dan pagi itu emang masih sunyi. Masih sekitar jam enam lewat. Lupus masih lelap tertidur di atas ranjangnya yang empuk. Tidurnya meringkuk, karena selimutnya entah lagi piknik ke mana.
Suasana kamarnya, khas berantakan kamar cowok. Segala macam aksesori cowok macam kaset-kaset, CD, bola basket, buku-buku cerita plus komik, poster Guns 'N Roses, menghiasi kamarnya.
Nah, tuh liat. Dia kayaknya udah mulai ngulet-ngulet. Kebiasaan dia bangun pagi emang gitu, suka senam gaya ulet. Mau bangun kali dia....
O ya, cowok kece ini punya kebiasaan makan permen karet. Makanya dia sebel banget gara-gara hobinya itu dia pernah ditolak masuk Singapura. Makan permen karet kan dilarang di sana. So, buku ini juga jelas nggak bisa dijual di sana. Ngeselin, ya? Lebih ngeselin lagi kalo tau kebiasaan Lupus suka nempelin bekas permen karet sembarangan! Tapi meski bandel, anak ini kocak juga sebetulnya. Dia selalu memandang hidup ini dari segi lucunya. Lagi susah aja sempet-sempetnya ngelucu.
Lupus bangun, menggelinding dari ranjangnya, dan... "Gubrak!" Mendarat di karpet.
Ia mengucek-ngucek rambutnya,. dengan tampang bloon. "Walah, ngimpi naik F-14 Tom Cat, kok mendaratnya di sini?"
Lupus lalu bangkit sambil meringis. Tangannya mengambil kaset Pearl-Jam, dan terdengar lagu Daughter. Lupus segera menyambar raket badminton dari kolong ranjang, dan langsung bergaya ala gitaris rock. Kepalanya dianggukanggukkan, ber-head banger.
Lagi asyik-asyik melon cat ke kanan dan ke kiri, tiba-tiba pintu kamar digedor dari luar. Lupus kaget. Langsung mengecilkan lagunya.
"Puuus! Lupuuuus! Lagi ngapain kamu?"
"Lagi macul!"
Mami menongolkan kepala di pintu kamar. "Kamu boong, ya?" "Lagian, udah ketauan lagi nge-rock!" ujar Lupus sebel.
"Daripada nge-rock begitu, mendingan kamu nge-roll aja deh bantuin Mami ngaduk adonan kue... Oke?"
Lupus langsung protes, "Lho, kan ada pembantu, si kembar Ayum dan Uyan?"
"Mereka lagi Mami suruh shopping ke pasar. Ayo deh! itung-itung olahraga...," rayu maminya.
"Emang si Lulu ke mana?" Lupus masih nyari alasan.
"Tau tuh. Tu anak dari bangun tidur bengong melulu, sambil nulis diary di jendela.... Udah ya, Mami tunggu dua detik harus sampai ke dapur."
Wajah Mami menghilang dari balik pintu.
Tinggal Lupus yang heran. "Lulu bengong? Wah, frustrasi lagi tu anak. Sering banget sih frustrasi? Perasaan saban malem Minggu!"
***
Jendela kamar Lulu terbuka lebar. Lulu tampak sedang duduk termenung sambil menulis diary di jendela kamar. Adiknya Lupus ini biasa-biasanya sih centil banget. Pokoknya pantangan ketinggalan trend anak muda. Dan jailnya juga nyaingin si Lupus. Jadi seperti kamu udah liat tadi, penghuni rumah ini hanya tiga orang. Mami, Lupus, dan Lulu. Bokapnya, Pak Mul, udah meninggal pas Lupus kelas satu SMA.
O ya, selain mereka bertiga, ada dua pembantu kembar cewek-cowok yang namanya Ayum dan Uyan. Tapi biar kembar, jangan nyangka mukanya sama. Beda banget! Nanti kalo ketemu, kita kenalan sekalian. Oke?
Sekarang balik lagi ke Lulu. Kenapa pagi ini Lulu jadi pendiam begitu? Eh, mending kita baca diary yang dia tulis.
...Burung dara liar itu sudah beberapa kali hinggap di dahan pohon jambu. Setiap kali hendak nginep di situ, dicurinya ranting kecil, batang sapu lidi, dari atap ilalang milik Mami untuk menambal sulam sarangnya. Mereka nggak bosenbosen membenahi sarang mungil itu.
Tadinya burung dara liar itu cuma ada dua ekor, tapi kini sudah berkembang jadi empat ekor. Yang Lulu heran, mereka datang dari mana, Lulu nggak nggak pernah tau. Bukannya nggak mau tau, Lulu pernah ngabarin ke tetanggatetangga,
"Apakah ada yang merasa keilangan burung?" Eh, Lulu malah dituduh pomo....
Burung;burung itu bebas, lepas, terbang ke sana kemari. Seandainya Lulu jadi burung itu, pasti Lulu nggak bakal sedih begini....
Oh, harus sama siapa lagi Lulu mengadu, kalo ggak sama burung-burung...?
Tiba-tiba pintu kamar Lulu dibuka. Lupus muncul sambil heran ngeliat Lulu bengong sendirian.
"Lu, kesantet jin iprit?" ujar Lupus.
Lulu yang lagi merenung, kaget. Spontan menutup diary-nya.
"Ngapain sih lo? Masuk nggak ngetok-ngetok?" sahut Lulu ketus
Lupus cuek aja masuk ke kamar, sambil menyambar buku harian Lulu. Lulu langsung merebut kembali.
"Alaa, biasanya lebih barbar lagi, kan? Masuk-masuk langsung nyolong coklat." Lupus celingukan nyari coklat. "Eh, coklatnya diumpetin di mana?"
Lulu tampak masih keki karena semadinya diganggu makhluk penggoda nan berjambul ini.
"Pus, lebih baik lo minggat aja, sebelum gue usir. Gue serius nih! Satu, dua..."
"Eit! Eit! Nanti dulu. Oke, lo boleh ngusir gue, tapi lo ceritain dulu problem lo."
"Sejak kapan lo punya perhatian sama gue?"
"Gue sih sebenernya ogah. Tapi masalahnya, gara-gara lo ngambek begini, gue deh yang jadi disuruh ngaduk adonan kue.... Kan gue jadi pihak yang dirugikan...."
Lulu sebel setengah mati. "Dasar!"
"Udah, ceritain aja apa problem lo!"
Lulu menarik napas panjang. Seakan ada beban berat mengimpit dadanya.
"Tapi jangan diketawain. Ini soal cowok. Kan kemaren Lulu jalan sama Fido, nonton film. Eh, di bioskop dia ketemu sama mantannya. Kayaknya Fido masih cinta sama dia soalnya abis ketemu dia gelisah terus. Gue berusaha ngertiin banget, walau sebetulnya gue sebel. Dan buntut-buntutnya dia malah bilang nyesel banget putus sama mantannya.
Coba kamu pikir, gimana gue nggak sebel?"
Belum sempet Lupus ngomong tiba-tiba terdengar suara Mami dari dapur.
"Lupuuuus! Kamu gimana sih? Ditunggu dua detik malah dua abad! Ayo bantuin Mamiiii...!" Lupus buru-buru bangkit.
"Udah deh, Lu. Nanti gue urus masalah lo. Si Mami udah ngomel-ngomel tuh."
Lupus langsung bangkit, dan meninggalkan Lulu yang lagi niat banget mo nyeritain masalahnya lebih lanjut.
"Sebel! Udah niat nyeritain, malah kabur!"
Lupus menghilang dari balik pintu. Lalu langsung sibuk di dapur.
Lulu sendirian lagi. Ia bingung, apa yang harus dikerjain? Akhirnya ia keluar kamar. Membanting pintu kamar, lalu menuju ruang tengah. Ia mencoba menarik perhatian Lupus dan maminya. Tapi tak ada reaksi dari dapur. Sekali lagi ia membuka pintu kamar, lalu membantingnya. "Bang!"
Tetap tak ada reaksi apa-apa dari dapur. Lulu jengkel lalu mengentakkan kakinya dengan kesal.
"Sialan! Pada cuek semua! Somebody help me!!!"
Lulu lalu membantingkan pantat di sofa. Kesal dia. Lalu dengan remote-control ia menyalakan TV. TV menyiarkan acara talk-show masalah remaja. Seorang pembawa acara dengan gaya yang amat menyebalkan, nyerocos, "Patah hati? Frustrasi? Depresi? Terasi? Gampang obatnya. Rajin-rajin push up, angkat barbel sit up... biar tambah tegar!" Lulu jengkel. Lalu langsung mematikan TV. Ia nggak tau lagi, harus ngapain.
"Gue butuh temen! Gue butuh pengaduan! Ke mana orang-orang? Masa minggu depan gue ulang tahun, tapi nggak punya pacar?"
Lulu lalu mengambil foto dari saku celananya. Foto Fido, pacarnya. Lulu memandangi foto itu dengan gemas. Lalu dengan emosional ia merobeknya. "Brek!" Lalu ia remas-remas. Dengan gaya pemain basket, ia melompat ke keranjang sampah, dan melempar remasan foto itu ke dalam keranjang.
Lulu lantas duduk lagi di sofa. Kesepian.
Tiba-tiba matanya menatap ke arah telepon.
"Duh, si Fido lagi ngapain ya, Minggu-minggu begini? Biasanya nelepon gue.... Jangan-jangan... aduh, kenapa sih gue harus marah-marah kemaren? Gue kangen, Fido... gue kangen denger suara lo...." Lulu lalu menuju meja telepon.
Ia hendak menelepon.
Tapi ragu-ragu. Antara iya dan tidak.
Akhirnya ia angkat telepon juga. Dengan cepat tangannya memutar telepon. Terdengar nada sambung di ujung sana.
Lama....
Lalu terdengar suara.
"Halo ?"
Lulu lalu menutup telepon.
Ia menghela napas lebar.
Ia merenung.
Lalu tangannya memutar satu nomor lagi.
"Ah, coba ngebel si Rudi aja... Siapa tau bisa disewa barang seminggu, sampe gue ulang tahun nanti."
Terdengar nada sambung. "Halo?"
"Selamat pagi. Bisa dengan Rudi?"
"Oh, Rudi pergi tuh. Udah fully-booked sampai bulan depan...." Lulu bengong, memandang gagang telepon.
Lalu dengan sebal meletakkan gagang teleponnya. "Huh! Sok laku!" Lulu bengong. Berpikir.
Lalu memutar nomor telepon lagi.
Terdengar petugas di ujung sana.
"Halo, Kontak Jodoh di sini. Bisa kami bantu?"
"Ng... bisa ikutan mejeng, Mas?"
"Mejeng? Oh, mau ikutan jadi anggota? Boleh, sebutkan dulu data-data vitalnya dan maksud ikutan Kontak Jodoh."
"Tulis aja, Mas. Seorang gadis berwajah menarik, berusia enam belas tahun, sedang kesepian, mencari pacar selama seminggu..."
Telepon di ujung sana langsung dimatikan.
Lulu ngomel-ngomel.
"Sialan! Gue serius, juga! Gila, seminggu lagi ultah, nggak punya pacar. Gimana kata temen-temen? Ntar dibilang gue nggak laku lagi...."
Lulu jatuh lemes di kursi.
Wajahnya putus asa, menerawang ke langit-langit.
***
Siangnya Lupus malah pergi jalan-jalan.
Ia sempet mampir ke Wendy's, memesan cheeseburger, dan duduk di bangku sambil membawa baki makanan. Di sebelahnya, tampak seorang cewek gendut sedang makan. dengan lahapnya. Cewek itu sebenarnya cantik, cuma ya itu tadi: gendut. Tapi meski udah ketauan gendut dia cuek aja mesen makanan seabrek-abrek. Cheseburger, double beefburger, fried chicken, hot dog, dan Coca-Cola.
Lupus jadi heran ngeliat cara makan cewek itu yang cuek ama situasi. Busyet, nggak takut meledak tu cewek?
Tiba-tiba datang seorang cewek cantik yang langsing.
Cewek itu langsung menghampiri si cewek gendut. "Hei, Lydia! Kamu Lydia, kan?" "Eh, Nana... apa kabar, Na? ujar Lydia malu-malu.
"Busyet, Lydia. Kenapa lo jadi bengkak begini? Gila, sebulan nggak ketemu gue sampe pangling. Lo naek berapa kilo? "
"Sepuluh..."
"SEPULUH?" Nana terbelalak.
"Ssst!" Lydia langsung menempelkan jari telunjuk ke bibir sambil celingukan. "Jangan buka-buka rahasia dong!" Lupus yang emang dari tadi lagi nguping, langsung pura-pura cuek. Takut kepergok.
"Sepuluh? Gila? Lo udah nggak senam lagi, apa kenapa? Kok bisa begitu?" Nana memelankan suaranya.
Tiba-tiba cewek gendut itu menangis sesenggrukan. Lupus yang dari tadi menyimak percakapan mereka, jelas jadi heran juga. Ia ingin tau lebih banyak.
"Eh, Lydia... kenapa lo? Kok jadi crying begitu?" Nana jadi kebingungan.
"Ng... itu... si Sergi...," ujar Lydia terisak-isak.
"Sergi? Sergi cowok lo itu? Kenapa dia?"
"D-dia mutusin gue... Gue jadi frustrasi... Akhirnya gue makan aja banyak-banyak... Sebodo...."
"Ya ampun... Kurang ajar banget cowok lo...."
"Iya.:. dasar cowok! Nggak bisa dipercaya.... Gue bener-bener frustrasi. Gue kan udah cinta berat sama dia. Lo kan tau, gue udah abis-abisan sama dia... Tapi dia seenaknya ninggalin gue... Mana semua keluarga gue nyuekin gue, nggak ada yang perhatian sama masalah gue. Soalnya, dari dulu emang keluarga gue nggak setuju gue jadi ama Sergi..."
Lupus yang dari tadi menyimak percakapan mereka berdua, jadi bengong. Dalam angannya, yang lagi menangis itu Lulu, yang frustrasi karena diputusin cowoknya. Lulu makan banyak banget, sambil terisak-isak sedih. Lupus langsung kaget, dan ngebatin, "Busyet, si Lulu juga lagi frustrasi! Gimana kalo dia jadi gendut? Wah, gue harus bantuin dia! Jangan sampe nasibnya sama kayak tu cewek. Nggak ada yang ngasih perhatian... Lulu butuh perhatian gue! Gue harus nolong Lulu."
Lupus tiba-tiba langsung bangkit dari duduknya, tanpa menyentuh makanan yang ia beli. Sementara cewek gendut itu masih sesenggrukan di depan temennya. Temennya sibuk menghiburnya, sambil membelai-belai rambut si cewek gendut.
Lupus bangkit sambil membawa bakinya untuk dihibahkan ke meja si cewek gendut. Lupus lalu menaruh bakinya di depan cewek gendut itu. Si cewek gendut dan temennya tentu heran melihat tingkah Lupus.
"Nih, untuk menghibur kamu! Gue harus nolongin adik gue dulu!" ujar Lupus sekenanya.
Lalu butu-buru kabur keluar.
Si cewek gendut itu bengong, sedangkan temennya melotot dengan wajah sebal ke arah Lupus. "Idih! Bukannya bantuin diet, malah ngasih makanan!"
***
Saat itu di dapur, Mami dengan dua pembantu kembarnya yang sama sekali nggak mirip, Ayum dan Uyan sedang asyik mengiris-iris sayuran di dapur.
Suasana dapur masih agak berantakan, sisa kerja keras pagi hari. Setiap hari, mami Lupus yang punya bisnis katering itu harus melayani puluhan tetangganya yang berlangganan. Jadi segala perabotan masak-memasak, kulkas gede, memenuhi dapur.
Ya, sejak suaminya meninggal mami Lupus emang punya bisnis katering. Tiap hari ia selalu melayani pesanan tetangga kanan-kiri yang nggak sempet atau males masak.
Untung juga Mami tinggal di kompleks perumahan yang ibu-ibunya lebih ngebela-belain arisan atau ngerumpi, daripada masak. Jadi, kalo para suami udah pada mau pulang, buru-buru tu ibu-ibu mengambil pesanan katering ke mami Lupus.
Walhasil, kalo suatu ketika para suami berkumpul di balai pertemuan, dan saling basa-basi nanya, "Eh, istri Anda masak apa di rumah?" Nggak heran kalo jawabannya banyak yang sama, "Semur jengkol sama pepes ikan mas." "Lha, kok sama ya? Selera istri kita sama, ya?" Hihihi.... Padahal uang belanjanya abis buat pesan katering.
Di samping makanan sehari-hari, mami Lupus juga menerima pesanan kue-kue.
Lupus dan Lulu yang suka jadi korban disuruh mencicipi. Ya kalo kebetulan jadinya enak. Kalo gosong? Nasib anak katering lah yaow!
Sementara mereka masih asyik bekerja, Mami menasihati pembantunya, "Uyan, lain kali ati-ati ya, kalo masukin makanan ke rantang katering... Tadi ibu sebelah komplain, katanya isi rantangnya ada dua pisang, sedang ibu sebelahnya lagi, dapet ikan asin dua... yang sebelah lagi malah nggak ada isinya apa-apa...."
"Ng... maaf, Bu... abis Uyan semalem sibuk masang lampu-lampu hiasan di depan rumah. Abis Pak Er-te ngomelngomel kalo nggak Uyan pasang...," Uyan beralasan.
"Iya, tapi kalo kerja musti bener dong. Contoh sodara kembarmu, si Ayum ini." Ayum, yang disebut namanya, tersenyum jumawa. Uyan jadi melirik sirik.
Lupus tiba-tiba masuk sambil ngos-ngosan. Langsung bertanya sama Mami, "Mi, si Lulu ke mana sih? Dicariin di kolong tempat tidurnya nggak ada!"
"Lagian nyari Lulu di kolong. Mana ada?"
"Abis di mana dong?"
"Di kulkas!" ujar Mami nggak kalah gokil.
"Ah, Mami... di mana dong, Mi?" Lupus tampak serius.
"Kok tumben kamu nyariin adikmu? Biasanya berantem melulu! Pasti ada maunya...."
"Enak aja."
"Lulu tadi pergi. Nggak tau ke mana, dan sama siapa. Tapi sepanjang siang dia emang cemberut melulu... perginya juga nggak bilang-bilang. "
"Aduh, pasti Lulu pergi makan!"
"Makan? Masa sih? Kalo emang laper, di sini kan gudangnya makanan!"
"Di sini laen, Mi. Dia nggak berani makan banyak-banyak! Makanya kalo anaknya ada masalah Mami jangan cuek aja dong!" Lupus jadi ngomel-ngomel.
Mami bengong menatap Lupus yang tiba-tiba jadi agak sewot, "Nah, lo. Mami jadi dimarahin tuh!" Ayum dan Uyan cekikikan geli.
Mami menghardik mereka.
***
Lupus masuk ke kamar Lulu. Ia memandang ke sekeliling. Kamar itu kelihatan rapi. Lupus lalu berjalan menghampiri meja tulis Lulu.
Lupus duduk, lalu memandangi kertas surat di meja Lulu.
"Gue harus ngeringanin beban si Lulu. Mending gue nulis surat buat ngehibur dia."
Lupus mulai menulis.
Lulu, adikku semata wayang.
Ini Kakanda menulis surat. Ketahuilah, Adinda... eh, kok jadi puitis amat kayak si Gusur.
Lulu yang lucu, lo harusnya tegar menghadap segala masalah. Hingga lo nggak perlu merengek-rengek kayak biola kalo dikecewain cowok begini.
Kamu kan tau, kalo berani jatuh cinta, harus berani putus. Soalnya, kan nggak ada yang abadi di dunia in;. Boro-boro pacaran, orang udah kawin aja ada yang cerai.
Dan harusnya lo nggak perlu terlalu sayang sama cowok kamu, kalo kamu nggak kepengen kecewa. Karena inget pepatah, Lu. Buah delima buah pepaya. Nggak diterima, nggak pa-pa la ya... eh, salah! Yang bener begini: orang yang sangat kita cintai itu berada dalam posisi yang tepat untuk menyakiti hati kita....
Jadi, kamu tau kan maksudnya?
Ya udah. Gitu aja. Stay cool. Peace. Bless you.
Kakanda, Lupus
Lupus melipat surat itu, lalu meletakkannya di atas meja Lulu. Dengan sampul yang bertuliskan Buat Lulu, dari Lupus.
Sudah itu, ia tersenyum puas sambil memandang suratnya. Gayanya kayak Mr. Bean kalo abis dapet surat.
***
Lupus lagi asyik nyiram kembang di halaman. Tumbuhan di taman depan rumah Lupus beraneka macam. Bungabunga dari berbagai jenis, serta pepohonan lainnya. Lagi asyik-asyik nyiram, tiba-tiba Lulu datang, diboncengkan sepeda motor oleh seorang cowok.
Cowok itu berwajah Indo. Namanya Bule. Dia pacar baru Lulu. Lulu kelihatan mesra turun dari motor gede si Bule yang mirip-mirip motor Renegade.
Lupus bengong memandangi mereka.
"Lho, bukannya si Lulu abis marahan ama cowoknya? Kok udah dapet yang baru?"
Lulu tampak riang sekali. Sama sekali nggak tergambar kesedihan di wajahnya, seperti tadi pagi. Dia sama sekali lupa sama masalahnya.
"Le, kamu bener-bener nggak mau mampir dulu?"
"Nggak. Kapan-kapan aja. Nanti malem aja kita ke Planet HollyWood. Oke?"
"Oke."
Bule melirik ke arah Lupus yang bengong sambil nyiram kembang. "Eh, itu yang lagi nyiram tukang kebon kamu, ya?
Salam, ya."
Tanpa menoleh ke arah Lupus, Lulu mengangguk.
Lupus jelas keki setengah mati.
Bule menstarter motornya. Bunyinya amat berisik.
Lalu Bule menegur Lupus ramah.
"Mari, Mang. Pamit dulu......"
"Mari... mari.. Ngomong-ngomong, udah lama nih jadi tukang ojek?" Bule pergi sambil ngakak.
Lulu memandangi kepergian Bule dengan wajah penuh sukacita.
Sementara Lupus kesel setengah mati.
Kemudian, tanpa memedulikan Lupus yang sedang jengkel, Lulu berlari-lari riang masuk ke rumah.
"Heh! Siapa sih tu cowok?" ujar Lupus kesal.
Lulu berhenti karena teguran Lupus. "Bule. Namanya Bule. Keren, ya? Cowok baru gue. Gila, anaknya tajir banget. Udah, ya. Gue mo siap-siap ntar malem ke Planet Hollywood sama dia!" Lulu langsung masuk ke rumah.
Lupus bengong.
Tak lama, dari dalam kamarnya, terdengar teriakan Lulu.
"Puuuus! Puuuus! Lo nulis surat ke gue, ya? Emangnya lo ada masalah apa sih? Lo pegang dulu deh. suratnya! Abis, gue belum sempat ngebaca nih. Keburu Bule ngejemput...." Dengan sebal Lupus membanting slang.
Share this novel