Hakim mengambil si kecil daripada dakapan Liara. Tergerak-gerak tubuh anak itu apabila dirasa tidurnya diganggu.

“Welcome home Sharifah Heleena Marsya. Walid, mama, Oya Haidi, Kakak Leen and arwah Kakak Hamilyn will always be around for you, angel. We love you,”

“Walid?”

“Yes, mama?”

“Am I still the same girl you fell for 17 years ago?”

Ibu jari Hakim melekap pada pipi isterinya.

“There would only be changes of time. Till forever, you are always the same girl that I fell for always sending me letters, always being there although we were far apart, for always loving someone like me. I have fallen for you 17 years ago, and I am still falling for you everyday and I will continue to fall for you over and over again for days to come,”

Liara mencapai jemari Hakim dan dibawa ke bibir. Sebuah kucupan sayang singgah.

“I love you, Hakim Lutfi,”

“I love you, Liara Milia,”

Pelangi itu muncul setelah ribut melanda seketika perjalanan rumah tangga mereka. Bahkan pelangi yang muncul adalah pelangi terindah yang dianugerahkan ALLAH kepada mereka sekeluarga.

Hikmah kesabaran Hakim, Liara kembali lagi. Menjadi lebih semangat untuk meneruskan hidup. Meneruskan perjalanan yang tidak tentu noktahnya dengan cinta hati juga buah hatinya. Pemberian Tuhan ke dalam rahimnya sebulan setelah meninggalkan Tanah Tinggi Cameron menunjukkan janji Tuhan itu pasti untuk setiap apa yang diminta hambaNya.

Hilang satu, berganti satu. Dan harapannya supaya anugerah ini tidak terhenti di sini sahaja. Dia masih ada janji untuk dilunaskan pada puteri pertama mereka.

Adik lelaki untuk mereka.