Rate

BAB 1

Romance Series 437

Fajar menyingsing, sinar matahari berkilau diantara dedaunan yang masih berbias titik embun. Kicau burung seakan menambah keceriahan suasana pagi. Kokok ayam jantan bersahutan seakan mengucap syukur menyambut hadirnya Sang Surya.

Di sebuah rumah yang sederhana, hiduplah seorang perempuan tua bersama seorang anak gadisnya yang berusia 15 tahun. Hanni adalah nama anak gadis itu. Hanni sejak kecil sudah di tinggal oleh papa karena meninggal dunia. Dia hanya hidup berdua saja dengan mamanya.

Hanni memandang jalanan dari kaca jendela rumah tanpa antusias. Hari ini adalah hari ulang tahunnya yang ke-15 tahun. Seperti tahun-tahun yang lalu tanpa ada pesta atau ucapan selamat ulang tahun dari orang-orang yang dikasihnya, setiap tahun berlalu tanpa kesan. Mama menyentuh pundak Hanni membuyarkan lamunannya "kau tidak mau makan? Mama sudah siapkan sarapan buat kamu." tanya mama. Hanni memandang mama sambil mendesah. Dengan malas ia berkata "bolehkah Hanni tidak sarapan pagi ini?" tanya Hanni setengah memohon. Mama langsung berkata dengan kesal "Hanni, mama sudah siapkan sarapan itu buat kamu, kenapa tidak mau di makan?" tanya mama. Alasan Hanni tidak mau sarapan pagi ini karena dia merasa sedih. Mama tidak pernah ingat akan hari ulang tahunnya.

Hari ini Hanni akan pergi bersama temannya ketempat les MIPA. Hanni sedang menunggu Sinta karena Sinta sudah berjanji akan menjemputnya untuk pergi bersama-sama ketempat les. Tidak lama kemudian Sinta datang dengan memakai sepeda, sepeda itu diparkirnya di samping rumah Hanni. Sinta memanggil Hanni "Hanni, Hanni". Tiba-tiba keluarlah Hanni dari dalam rumah. "kamu sudah siap?" tanya Sinta kepada Hanni. "sudah dong" jawab Hanni. Dengan buru-buru Hanni mengeluarkan sepeda dari samping rumahnya dan mereka pergi bersama-sama sambil mengayuhkan sepeda. Setelah pulang dari tempat les, Hanni dan Sinta tidak langsung pulang ke rumah, melainkan mereka pergi ke taman. Hari sudah hampir sore, Hanni mengajak Sinta untuk pulang. Setiba di rumag Hanni melihat ada sepasang suami istri yang sedang bertamu dirumahnya. Sesekali sepasang suami istri itu memandangnya dan sambil tersenyum. Hanni tidak tahu apa yang sedang mereka bicarakan bersama mamanya karena sesekali mereka menyebut namanya.

Mama mengelus rambut Hanni penuh kelembutan sambil berkata "Hanni kamu tahu tidak tamu yang datang tadi? Mereka berniat ingin menjodohkan anaknya dengan kamu" Hanni tidak menjawab perkataan mamanya. Oleh karena tidak mendapat jawaban dari Hanni, mama tidak melanjutkan pembicaraan itu. Kata Hanni kemudian "ma, aku mau ke kamar dulu". Setengah berlari, Hanni meninggalkan mamanya dan masuk ke kamar. Air mata Hanni jatuh. "aku benar-benar benci dengan perjodohan ini!" bisiknya sambil menangis. "aku benci perjodohan ini! Apakah mama tidak tahu aku masih mau masig may sekolah setinggi mungkin". Selama beberapa menit hanya tangisan Hanni yang terdengar di kamar, lalu isakan ini mereda. Hanni menatap wajahnya dalam cermin. Ia mengambil saputangan dari lemari dan menghapus air mata dan hidungnya merah. Dengan tekat bulat, Hanni keluar dari kamar berjalan ke arah ruang tamu. Pandangannya lalu tertuju pada lukisan di dekat dinding. Hanni berjalan mendekat lukisan yang tidak begitu besar hanya berupa pemandangan dengan latar belakang berwarna hijau.

Dia memandang lukisan itu dengan pandangab kosong. Hanni tertawa pendek. Saat ini aku sebal kepada mama. Apakah mama tidak pernah merasakan bagaimana menjadi seorang remaja. Dimana seharusnya anak seusiaku masih senang-senang untuk meraih cita-cita, bukan untuk berumah tangga seperti yang mama inginkan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience