Rate

BAB 1

Drama Completed 384

“kerana kamu yang aku tunggu..” kata itu menjadi kata yang paling berkesan yang pernah aku dengar. Boleh dibayangkan bagaimana tersanjungnya hati seorang cewek kalau dapet pujian seperti itu dari pacarnya. Dan aku hanya boleh tersenyum lebar dengan hati yang berbunga-bunga.

Kenangan-kenangan itu masih saja selalu boleh aku gambarkan dengan begitu sempurnanya. Meski mungkin untuk sebagian orang, kenangan bersama mantan adalah hal yang tidak perlu diungkit-ungkit lagi. Tapi ini beda, dia begitu spesial di mataku. Dia yang mengajarkan aku banyak hal. Banyak pelajaran baik sekaligus pelajaran buruk yang dia ajarkan padaku. Dia yang membuatku berubah, dan dia pula yang membuatku menjadi diri yang lebih baik.
Semua berawal dari pertama kali kita bertemu di kelas, saat kelas 2 SMA. Kita sama-sama masuk ke kelas IPA, kelas yang dianggap berisi semua siswa yang otaknya di atas rata-rata. Tapi kita juga sama-sama tidak diterima di universitas negeri manapun saat lulus SMA. Dan aku anggap ini takdir yang indah buatku, kerana memang “love at the first sight” menimpaku saat itu.

Aku dilahirkan berbeda dengan yang lain. Tapi mungkin jika aku dilahirkan di belahan dunia lain, aku akan sama. Tapi di sini -khususnya di Karawang- salah satu kota di Indonesia, aku sangat berbeda. Mama menikah dengan bule Prancis dan hasilnya adalah aku. Aku yang kurasa begitu malang kerana takdir membedakan aku dengan yang lain. Orang-orang yang pernah menjadi pacarku selalu menganggap aku cewek nakal yang boleh mereka atur sesukanya. Dan semua itu dikerana kan aku berbeda, mungkin mereka melihatku seperti artis-artis bl*e film yang ras kulitnya sama sepertiku.
Tapi dia..
Dia membuatku seolah menjadi orang yang sama seperti orang-orang di sekitarku. Meskipun aku tahu sebelumnya dia bukan orang yang baik. Aku pernah melihatnya mabuk di warung remang-remang di dekat stasiun Klari. Tapi saat pertama kali dia mengatakan “sayang” padaku, saat itulah kehidupannya berubah.

Dia bilang, bersahabat denganku selama dua tahun ini membuatnya tersiksa. Dia bilang, aku tidak pernah mengerti perasaannya. Dia bilang, aku tidak peka terhadap perhatian-perhatiannya selama ini. Dan dia bilang, itulah sebabnya kenapa dia menjadi pribadi yang buruk. Padahal sesungguhnya aku tahu, aku merasakan, tapi aku malu untuk mengakui bahwa aku pun punya perasaan yang sama.

Kita sama-sama mendaftar di salah satu universitas di Karawang. Dia mengambil Ilmu Komunikasi sedangkan aku mengambil Pendidikan Bahasa Inggris. Saat itulah pertama kali dia dengan jujur menyampaikan perasaannya, saat kita diospek hari pertama.
“aku sayang kamu, dan itu dari dulu..” ucapnya sepulang ospek. Tanpa ragu aku mengiyakan saja.

Mulai saat itu dia berubah. Dulu dia lebih buruk dari aku, tapi kali ini dia yang selalu mengingatkan aku sholat dan dia yang memarahi aku kalau telat sholat. Dia yang mengingatkan aku untuk belajar. Dia yang mengajarkan aku saat aku kesusahan mengerjakan tugas kuliah, padahal prestasi dia di SMA dulu jauh di bawah aku. Dia yang bilang “cuba pakai tudung, jangan nak dedah aurat”. Dia yang bilang “sesekali telfon mama atau orang rumah, supaya mereka gak khuatir” kerana aku ngekos. Dia yang menjagaku saat kita keluar di malam hari. Dia yang membela aku saat orang lain memusuhiku. Dia yang selalu bersedia mengantarku kemana saja. Dia yang pergi ke farmasi saat aku sakit. Dia yang pergi ke warteg saat aku lapar. Dia yang selalu bilang “jangan sombong!” saat aku mulai besar kepala. Dia tempat bersandarku, yang selalu meminjamkan bahunya saat aku menangis.

Mungkin aku boleh menahan amarah di depan semua orang. Aku boleh menyembunyikan sedih, membenam rasa kecewaku, mengunci rapat rahsia, atau menghilangkan raut wajah tidak menyenangkan. Tapi di depan dia, aku menjadi diriku sendiri seutuhnya. Aku boleh saja mengamuk menghampar rasa amarah di hadapannya, tapi dia akan diam sampai aku benar-benar mengeluarkan amarahku. Lalu aku akan duduk di sebelahnya, menyandarkan kepalaku, menceritakan semua alasan kemarahan dan rasa kecewaku tanpa diminta. Dan akhirnya aku menangis, menangis sejadi-jadi di bahunya, menceritakan semua hal yang tidak boleh aku ceritakan pada orang selain dia. Dan setelah itu, dia akan memelukku. Tanpa kata. Dan aku menangis semakin keras dalam pelukannya. Selalu seperti itu, aku tidak pernah boleh menyembunyikan apapun darinya. Apapun.

Dan dia tidak sama dengan cowok lain yang pernah menjadi pacarku. Selama bersamanya dia tidak pernah berani mencium bibirku, apalagi lebih dari itu. Yang sering dia lakukan adalah mengenggam erat tanganku. Dan memelukku hanya saat aku menangis. Tidak pernah lebih. Dia memperlakukan aku seperti seorang ratu yang benar-benar harus dijaga dan diperlakukan dengan sangat sempurna. Dia membimbingku menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari aku yang dulu.
Dia..

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience