Rate

BAB 3

Drama Completed 282

Suatu hari aku frustrasi dan membakar Wang-Wang dalam koperku. Kukatakan pada Tuhan, “Wang-Wang ini seharusnya sudah lama habis, tetapi Kau membuatnya tetap utuh dan sama seperti sedia kala. Kau tetap menginginkanku berjalan sejauh yang Kau mau, tanpa kutahu bagaimana akhir hidupku nanti!”

Aku tidak mendapat jawaban Tuhan lewat kata-kata-Nya, melainkan segera turun hujan badai. Aku mencari tempat perlindungan, namun di dekat-dekat sini tidak ada satu pun rumah. Akhirnya aku berlarian dengan panik di tengah badai, dengan koper besar berisi Wang yang sangat banyak. Tentu saja Wang-Wang ini hanya terbakar sebagian saja, karena hujan lebih dulu memadamkan api.

Aku merasa akulah orang paling gila di dunia. Aku merasa di suatu tempat yang jauh istriku menertawaiku, karena diam-diam sesosok setan sedang merekam tindakan konyol yang kulakukan.

“Membagi-bagikan Wang ke golongan orang miskin, hanya karena patah hati sebab ditinggal selingkuh? Yang benar saja!” katanya, sebelum tertawa terpingkal-pingkal.

Aku tahu mungkin itu sekadar khayalan, tetapi tidak meragukan istriku yang sudah berkhianat itu dapat berbuat hal serupa. Maka, dalam pelarianku di tengah hujan badai ini, kucari sebuah pohon dan kukubur koperku tepat di bawah pohon tersebut.

“Ini pohon sudah tersambar petir,” kataku kepada Tuhan, yang kutahu sedang rajin mengamatiku dari atas sana. “Kau tidak menyambarnya lagi sampai kiamat. Ini pohon akan jadi pohon penolong dan biarlah hamba pergi sejauh yang hamba mau tanpa harus membagi-bagikan Wang seperti biasa.”

Setelah kukubur koper berisi Wang itu di bawah pohon, tidak berapa lama hujannya berhenti. Awan bergerumbul di atas pohon hingga pecah menjadi butiran embun. Aku tidak dapat pergi dan untuk beberapa saat tergoda memetik sesuatu yang muncul pada salah satu daun di pohon tersebut. Ternyata, daun-daun pohon ini berubah jadi lembaran Wang.

Pada akhirnya aku paham maksud Tuhan mengantarku sejauh ini. Dengan tenang, kutinggalkan tempat itu dan kubiarkan orang-orang memutuskan siapa saja yang pantas mendapat Wang warisanku yang sudah kutitipkan pada pohon.

“Mereka tidak bakal mati, karena pohon itu sudah pernah disambar petir,” kataku. “Sebatang pohon yang sudah tersambar petir, tidak akan lagi berbahaya untuk tempatmu berteduh, sebab orang kuno percaya, petir tidak akan menyambar tempat yang sama dua kali!”

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience