Rate

BAB 2

Drama Completed 282

Wang di koperku kugunakan untuk mengubah diriku. Membeli baju-baju sederhana dan membeli makanan ala kadarnya untuk mengisi perut, tentu tidak membuat seluruh Wangku tandas dalam waktu singkat.

Wang itu lalu kubagi ke orang-orang miskin yang ada di sekitarku. Kota demi kota, orang miskin satu dan orang miskin berikutnya turut merasakan nikmatnya Wang yang ada dalam koperku. Demikianlah aku terus membagi Wang bawaanku, yang kusimpan di dalam koperku. Mereka tidak cuma segan padaku, tapi mencintaiku. Jika suatu wilayah pernah kudatangi, dan tidak sengaja di kesempatan lain aku harus mampir, orang-orang menyambutku dengan pesta dan doa bersama.

Tahun demi tahun berjalan seperti ini, dan mulai kulupakan asal-usulku. Aku lupa di mana aku pernah dibesarkan oleh ibuku, karena kekecewaanku pada istriku sangat besar.

Aku lupa nama asliku, dan membiarkan orang-orang memanggilku apa saja. Aku mungkin sudah sinting, tetapi aku masih hidup dan sadar Tuhan sedang mengamatiku. Wang di koperku terus menerus kubagi sambil membayangkan ada saatnya aku berhenti menggembara , dan mulai membangun sebuah tempat terakhir demi masa tuaku.

Suatu kali dengan suasana hati girang aku berpikir, “Wang-Wang ini lebih baik habis dimakan kaum tidak berdaya yang kutemui, ketimbang menghidupi istri yang tidak tahu berterima kasih.”

Aku pikir, Wang ini seharusnya memang habis untuk mereka. Jiranku mendapat rumah dan mobil yang sejak lama kuperjWangkan. Beberapa perampok juga mendapat apa yang mereka butuhkan di masa-masa awal perjalananku. Jika Wang ini kuhabiskan untuk orang-orang miskin selama aku menggembara , aku tidak akan mati sia-sia. Aku mati dalam keadaan bahagia. Walaupun isteriku membuatku sakit, aku masih dapat membuat orang lain bahagia.

Pintu demi pintu kudatangi hampir setiap subuh. Orang hanya akan tahu ketukan di pintu mereka, dan tidak akan sempat melihat wajahku. Mungkin sempat di antara orang- orang ini ada yang tahu wajahku, namun seiring berjalannya waktu, aku merasa harus segera menyingkir dari pintu-pintu yang kudatangi. Kubiarkan orang-orang itu merasa takjub sekaligus bahagia, karena menemukan apa yang mereka butuhkan di depan pintu. Orang hidup selalu butuh Wang. Dunia dikuasai Wang. Dan aku menguasai Wang. Akulah pemimpin dunia yang tidak senang menonjolkan diri.

Sudah bertahun-tahun jauhnya aku menggembara dengan cara yang amat sangat aneh ini, tapi Wang di koperku tidak pernah habis. Aku suka berkhayal suatu hari nanti Wangku habis dan aku bisa memulai beristirahat di tempat yang tenang dan jauh dari peradaban sampai tua.

Aku sering berkhayal dan tertawa senang selama proses berkhayal ini, tetapi ketika sadar dan tahu keadaanku yang jauh dari cerita khayalan itu, aku mulai mual. Tidak ada pilihan selain melanjutkan perjalananku.

Mungkin aku tidak ditakdirkan berhenti.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience