4. Vienna

Family Completed 18049

4. Vienna

JAM istirahat, Olga dan Wina berlarilarian ke kantor guru piket. Biasa..., minta izin pulang purapura sakit. Padahal mau ikut acara ngeceng di Radio Ga Ga. Acaranya mulai jam sepuluh di parkir belakang studio yang luas Sayang bener kalo gak ikutan nonton momen yang sangat bersejarah ini!

Emang udah rusak banget deh. Mana acaranya lomba ngeceng, mana diadain pas jamjam sekolah, mana cuma dalam rangka menyambut bulan Februari, wah!
Wah!

Kenapa gak hari Minggu aja?

Ternyata radio lain udah ngadain. Takut keduluan, katanya. jadinya maksa hari Sabtu pagi ini. Katanya, hari Sabtu kan gak begitu diwajibkan sekolah. jadi boleh bolos.

Iya, bener juga. Harusnya hari Sabtu dan Minggu libur weekend. Abis saban harinya,pulang sekolah selalu sampe jam tiga siang. Padat bener. Belum kalo ada praktekum.

Nah, kebetulan guru piketnya Pak Aleks yang ganjen. Bisa deh dirayu ....

"Ada apa nih, mau pulang buruburu? Baru jam sembilan," ujar Pak Aleks sok galak.

"Mau ke dokter, Pak. Ini suratnya .... "

Hihihi..., padahal surat itu bikinan si Ade yang tulisannya mirip emakemak.
"Kok ke dokter berduaberdua?"

"Kita sakitnya berdua, Pak."

"Kompak nih yaaaa .... "

"Aih, Bapak!" Olga kumat centilnya. "Garagaranya kemaren kita berdua berenang di Pondok Indah. Tautau kuping kita kcmasuk

yan air. Dan sekarang jadi gak stereo lagi. Budek sebelah..."

"Kaseeeet ’kali gak stereo!"

"Ah, Bapak. Ayo dong, minta surat izinnya."

"Dih, kok maksa?"

Olga tersenyum manis. Wina juga.

Disenyumin kayak gitu, Pak Aleks jadi kebatkebit. Tangannya langsung mengeluarkan surat izin, dan coratcoret di situ.

Olga dan Wina dengan cepat menyambar surat izin yang sudah ditandatangani Pak Aleks itu.

"Eeee. . ., tunggu dulu. Pada mau balik lagi, gak? Kok bawa tas?"

"Balik, tapi hari Senin nanti. Makasih,
Paaak. Daaaag!" Olga dan Wina berlarian sambil melambai.

Langsung menuju sedan mungil Wina yang terparkir di bawah pohon. .

Sepuluh menit kemudian, Olga dan Wina yang sudah berada di lokasi ngeceng. Wah, ternyata rame juga. Pertandingan belum dimulai. Baru pembagian minum, snack, dan kaos dari sponsor. Olga dan Wina memilih tempat di depan. Supaya bisa liat dari deket.

"Ol, Ol, lo yang bawa acara, ya?" teriak Mbak Vera begitu ngeliat Olga datang.

"Gak mau, ah! Mbak aja. Nanti gak bisa konsentrasi nih liat cowokcowok kerennya."

"Dasar!"

Olga dan Wina langsung mau kabur.

"Eeee, tunggu dulu, Ol. Tadi pagi ada yang nyariin kamu lagi tuh. kayaknya yang, duludulu juga. Kamu masih ngutang siomai, 'kali!"

"Enggaaak. Udah ah, Mbak. Olga mau ke sana dulu. Daaag!"

Acaranya pun dimulai.

"Yaa. .., inilah dia peserta pertama..., dengan busana model orang mau mandi...
plokplok!"

Olga dan Wina tertawa geli. Ya, soalnya yang muncul pertama ternyata si Sobirin Sableng, dengan bertelanjang dada, celana dililit handuk, dan membawa gayung yang full sikat gigi dan sabun.

Ekspresinya serius bener. Bikin orang geli.

Peserta selanjutnya, baru muncul cowok dan cewek keren. Pokoknya gak rugi deh Olga duduk di depan. Matanya jelalatan ngeliat tampangtampang model cover girl dan cover boy kayak gitu.

Acara berlangsung kirakira tiga jam penuh. Duduk di tengah terik mentari. Tapi enak. Anget.

Sampai pada pengumuman juara pertama. Ceweknya dimenangkan oleh... Vienna!

Horeeee... .

Katanya, Vienna ini anak baru di Jakarta, pindahan dari Ujung Pandang.

Cowoknya: Shandut!

Horeee jugaaaa!

Olga dan Wina pun berdecak kagum ketika Vienna muncul di atas panggung. Wah, sebagai cewek pun Olga kagum setengah mati ama kemanisan tu' cewek. Bener bener mirip boneka. Dandanannya juga paling ngetrend.

Kontan cowokcowok yang hobi nyosot dan gak bisa ngeliat barang bagus, pada rebutan motret. Klikklikklik. Termasuk para kru penyiar Radio Ga Ga yang ganjenganjen.

Vienna jadi ngetop mendadak hari itu. Semua bibir membicarakan dia. Termasuk Olga dan Wina.

"Aih, kalo gue cowok, udah gue pacarin!" ungkap Olga.

"Iya. Kece berat, ya? Coba gue cakep kayak dia..., wah, pasti si Ronni ngebet setengah mati ama gue...,"

***

Saat itu lagi pelajaran Bahasa Inggris. Olga lagi sibuk suratsuratan sama Rodi, yang duduk dua kursi di depannya.

Tuk! Kertas yang digulunggulung kecil oleh Olga, mengenai kepala Rodi, cowok indo Australia yang punya alis tebel itu. Rodi menoleh ke belakang, Olga memberi isyarat dengan tangannya. Rodi ngerti dan segera memungut kertas Olga, dan dibaca dalam hati:

Rod, demi T uhan. Kamu manis betul hari ini.
Bagi coklatnya, dong. Ayoo..., dari sini keliatan ada coklat Toblerone di laci kamu,

Olga

Rodi tersenyum, dan membalas di balik kertas mungil itu:

Olga yang malang,

Sayang, rayuanmu gak ada artinya hari ini.

Kamu tau, Senin kemaren, waktu kamu bolos sama Wina, ada anak baru. Kecenya minta ampun. Kamu jelas lewat.

Nah, Toblerone ini untuk dia. Gue udah janji mau nganter dia pulang sekolah... hihihi.

Rodi

Olga sewot.

Dasar pelit!

Tapi Olga juga penasaran. Siapa sih anak baru itu?

Pas lagi sibuk misuhmisuh sama Rodi tibatiba Olga ngeliat ada cewek manis lewat di depan jendela kelas.

"Eh, Win. Itu kan si Vienna yang menang lomba ngeceng kemaren?" ueap Olga sambil menowel bahu Wina.

"Mana? Oh, iya.."

Dan suasana yang hening mendadak ramai. Cowokcowok kelas Olga pada suat suit ke jendela. Yang kasihan ya Vienna itu. Lagi tenangtenang jalan sendirian, mendadak kaget. Kontan aja dia ngibrit.

Anakanak jadi pada ketawa.

Rodi, setengah berteriak pada Olga, "Itu, Ol, cewek baru yang gue ceritain!"

Peristiwa selanjutnya, wah bisa dibayangin sendiri. Guru Inggris yang hobi meringis itu nangis sambil marahmarah. Memukulmukul meja sambil ngomel ngomel dalam bahasa Inggris yang anakanak gak ngerti, "jhxx waxfdg sblb xegv yjsahymdbb!"

Namanya gak ngerti, ya wajar aja kalo anakanak tetap ribut.

***

Waktu ke1uar main, anakanak pada berebut keluar. Kayak anak playgroup. Gak usah heran, kalo ada anak baru cewek nan kece, pasti kelakuan cowokcowok jadi pada minus semua. Si cewek diperkirakan, menurut prakiraan cuaca, bakal lewat sini lagi. Biasa, ke wc. Anak itu hobi banget ke we. Tau deh, ngapain. Mungkin ngebom, mungkin karena kelincahan kayak bola bekel. Hingga bawaannya pengen pipis melulu.

Na..., bener, kan?

Dari jauh udah keliatan cakepnya. Anakanak cowok pun mulai pasang aksi. Rodi terutama.

"Halo, Vienna, mau ke mana nih? Saya anterin, yuk?" Yayo nyamber duluan. Wah, norak betul tu anak. Masak mau ke wc dianter?

"Mampir dulu dong, kok buruburu?" ujar yang lain. . .

"Aduuh, bagaimana, ya? Saya mau pipis dulu. Nanti aja deh mampirnya," ujar cewek itu lembut.

Anakanak cowok kontan pada berseru "Aduuuuuh, merdu amat suaranya?"

Olga suka juga ngeliat kelakuan anakanak yang noraknorak bergembira itu.

"Vien, jadi pulang bareng saya, kan? Jadi, kan? Tadi pagi pan udah janji?" Rodi melancarkan serangan. "Saya udah siapin coklat Toblerone, nih!"

Vienna tersenyum mengangguk.

Tementemen pada iri. Wah, gak bisa! Gak bisa dong!

Dan pulang sekolah, Vienna emang jadi bahan rebutan. Ditarik ke sanakemari.
Semua berebut ingin mengantar,

Olga yang kasihan, mengajak Vienna pulang bareng mobilnya Wina.

"Ikut kita aja, Vien. Aman. Daripada ikut bandotbandot tua yang pada gak tau diri itu," ajak Olga, dari jendela Wonder kuningnya Wina.

Vienna seperti mendapat bala bantuan. Langsung naik ke mobil Wina.

Anakanak cowok pada bengong.

Begitu sadar, Wonder Wina sudah melaju meninggalkan debu tebal, membawa pergi bidadari.

Anakanak cowok itu kontan memakimaki Olga.

Olga, Wina, Vienna, tertawa tergelakgelak.

"Eh, Vien, kamu yang juara lomba ngeceng waktu Sabtu itu, kan?" tanya Olga, ketika Wonder sudah melaju tenang di jalan raya.

"Kok tau?"

"Lho, saya kan penyiar di Radio Ga Ga situ. "

"Ooo..., asyik dong!"
"Iya. Nama saya Olga, dan ini Wina, supir pribadi saya."

"Enak aja!" Wina menjitak kepala Olga.

***

Harihari berikutnya, banyak kejadian seru terjadi, Dalam empat hari saja, Vienna langsung naik daun, menduduki ranking teratas cewek top di sekolah Olga, Banyak cowok yang berebut mengantarkan dia pulang, Dan Vienna selalu bersikap baik, ramah, pada setiap orang. Itu yang menyebabkan dia jadi disukai. Senyum manisnya milik semua orang. Dia begitu mempesona.

Olga segera menyarankan pada Mbak Vera untuk mempertimbangkan Vienna jadi penyiar di Radio Ga Ga.

"Vienna yang juara pertama lomba ngeceng itu?"

"Iya. Suaranya cukup keren. Pasti bakal banyak penggemarnya. Radio kita bakal tambah beken."

"Boleh, kapankapan kamu ajak aja dia kemari. Sekalian tes vokal."

***

Olga lagi sendirian di ruang studio. Gak ada mood untuk siaran. Dua hari terakhir ini dia gak pernah ngeliat Vienna di sekolahan lagi. Menyebabkan dia bertanya tanya. Rodi dan cowokcowok lainnya pun seperti kehilangan. Kehilangan semangatnya saat keluar main, saat bubar sekolah. Saat bisa ketemu Vienna yang bagai bidadari. Kehilangan semangat untuk berlomba, semangat belajar.

Dan Olga, kehilangan suasana ceria, suasana saat dia bisa menikmati teman teman cowoknya berebut untuk menarik perhatian Vienna.

Olga suka ngeliatnya.

Olga menikmati.

Dan dia juga sudah menjalin persahabatan dengan Vienna, bersama Wina. Mereka bertiga, jadi sering pulang bareng.

Tapi mungkin nantinanti, Vienna tak pernah masuk sekolah lagi.

Tadi pagi Roi yang membawa berita buruk itu. Berita yang, demi Tuhan, Olga harap cuma gosip murahan. Tapi Rodi bisa dipercaya. Dia gak suka mengumbar gosip.

"Ini bukan gosip. Anakanak semua udah pada tau."

Ya, Vienna memang tadi masuk sekolah lagi. Tapi bukan Vienna yang dulu. Bukan Vienna yang penuh pesona. Dia masuk lagi dengan coreng di mukanya.

Saat Vienna lewat di depan kelas, semua malah masuk ke dalam, menghindar, dan memandang jijik ke arahnya.
"Ah, dia sudah gak suci lagi!" ujar Bob yang biasanya getol godain.

Rupanya beberapa hari saat dia tak masuk sekolah, dia diajak beberapa cowok bermobil ke Puncak. Cowokcowok jetset yang gak dikenal, mungkin dari sekolah keren lain. Dan seterusnya, Olga ngeri ngebayangin....

Dan pagi itu juga, sekolah Olga memutuskan akan mengeluarkan Vienna.

Ah, Olga gak habis pikir. Kenapa Vienna tega menghancurkan masa depannya sendiri? Dia telah menghancurkan pesonanya di mata cowokcowok lain. Kenapa begitu mudah?

Seminggu yang lalu, dia datang dengan pesona yang luar biasa, dan kini dia pergi dengan penuh noda. Hanya seminggu dia dapat mempertahankannya.

Mungkin dia menyesal. Olga sempat melihat itu di sinar matanya, ketika lewat di jendela kelas. Ketika semua mata memandang hina ke arahnya.

Dia menangis. Tapi, apa artinya menyesal? Apa gunanya menangis?

Dan bukan salah mereka, kalau kini tertawa mengejekmu. Toh, mereka juga sebetulnya kecewa. Kecewa oleh perbuatanmu.

Seperti juga Olga. Yang pernah ingin jadi sahabatmu,

Siapa yang bertanggung jawab atas masa depan kita kalau bukan diri kita sendiri?

***

Olga baru aja nyelesein tugas siarannya dengan malas, ketika Mbak Vera nemuin dia sambil berbisik, "Ol, udahlah, jangan sedih. Vienna mungkin bisa jadi pelajaran buat kamu. Yang penting sekarang, cowok yang suka nyarinyari kamu dateng lagi tuh. Pacar, ya?"

"Ngaco! Siapa sih?" Olga bertanya malas.

Tapi penasaran, pengen tau juga. Kali aja lumejen.

"Liat aja sendiri. Dia udah nunggu dari tadi di ruang tamu. Saya bilang kamunya lagi siaran, tapi dia mau nunggu."

Olga buruburu merapikan kertas order dan segera menghambur ke ruang tamu di mana telah menanti seorang jejaka penuh misteri. Lewat lubang kunci Olga mengintai sejenak, tapi wajah perjaka itu gak keliatan jelas. Kealingan asbak! (Sori, asbaknya kan asbak raksasa.) Karena penasaran, Olga nekat ngablakin daun tel.. eh, daun pintu. Ya, amplop! Olga seketika nyebut. But, but, but. Ternyata facenya out of focus. Abstrak banget.

Belon sempat Olga mengatupkan mulutnya lamaran kaget, si jejaka itu serta merta menyambut hangat tangan Olga.

"Oh, Olga..., aye Somad bin Indun. Aye penggemar fanatik. Aye udah lama banget pengen ketemu ama situ, tapi baru sekarang bisa kesampean.
"O, iye, sengaja aye bawain duren dari kebon tetangga. yang kebetulan mateng di poon. Duren ini buat situ semua. Anggap aje tande perkenalan kita."

Olga gak bisa ngomong apaapa. Sementara Mbak Vera di balik kaca, ngikik berat.

"Kalo situ kagak keberatan aye bersedia jadi pendamping situ. Ee, maksudnye jadi pacar, gitu. Aye betulbetul demen banget ama suara situ. Merdu dan lembut. Aye yakin kalo situ mau belajar nyanyi khosidah, Maria Ulfah pasti tewas.

"Eh, situ mau, kan?"

Olga benerbener gak tau apa yang mesti diomongin. Hati kecilnya kesel campur terharu.

"Kok diem? Kate enyak aye kalo diem, tandanya mau."

Hah?

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience