3. Diary Dilla

Family Completed 18049

3. Diary Dilla

JADWAL siaran Olga nambah.

Ini berarti uang saku juga nambah. Tapi yang bikin Olga belingsatan, ternyata ia disuruh megang acara mitnait Diary yang jam sepuluh sampai sebelas malam. Siaran langsung lagi!

"Suara kamu cocok, Ol, buat didengerin malemmalem. Kayak kuntilanak. Hihihi...," ujar Mbak Vera, kepala bidang siaran.

"Apa gak bisa rekaman aja, Mbak?" Olga ngeri ngebayangin malemmalem ke studio. Ih, syereeem!

"Jadwal studio udah penuh, Ol. Lagian operator acara Diary cuma bisa masuk malem. Dengan siaran malem, kamu bisa lebih menghayati suasana di saat acara itu mengudara, O1. Misalnya, saat ini di studio hujan rintikrintik, membuat malam semakin dingin, dan seterusnya.."

Olga diam. Bingung.

"Minta anterin abang kamu kek!"

"Gak punya...."

" Adik?"

" Belon ada..."

"O, jadi anak semata wayang? Pantes!"

Tapi untung akhirnya dapet temen yang mau nganterin. Si Wina itu. Wina yang punya Civic Wonder berbaik hati mau anterjemput Olga siaran. Asal saban pulang kudu dijajani nasgorkam (nasi goreng kambing!).

Itung punya itung, ternyata malah defisit.

Honor sekali siaran gak seimbang dengan biaya nraktir Wina ke nasgorkam. Wah rugi.. ..

Tapi biar deh. Win udah berbaik hati. Dan dasarnya Olga emang hobi siaran. Maka ia setuju.

Soal izin ortu, bisa diatur. Wina udah dipercaya orang rumah. Ngaku belajar bersama, beres! Soalnya kalo terus terang ngaku siaran, mana dikasih?

Olga emang gak pernah bilangbilang kalau dia kini jadi penyiar radio. Mami pasti ngelarang. Anak kecil gak boleh kerja, katanya. Nanti ganggu sekolah. "Kalo main film mah boleh, Mami bisa ikutan ngetop," ujar Mami.

Ya, Mami cuma bisa ngomong doang ngelarang kerja, tapi gak pernah kasih duit. Mana bisa?

Dan malam itu, siaran Diary minggu kedua.

"Ada surat yang masuk, An?" tanya Olga pada Andi, sang operator.

Andi menyerahkan beberapa pucuk surat.

Olga memeriksa. Cuma satu yang bisa dibaca malam ini. Sisanya, surat tagihan dari tukang siomai, tukang bakso dan tukang tahu.

Sialan!

Olga pun siap di ruang siar. Wina nguntit di belakang sambil bawa majalah buat bacabaca.

"Selamat malam, Anakanak manis. Di sini Radio Ga Ga 106,1 FM. Belon pada bobo, kan?

"Kita ketemu lagi di acara Diary edisi Mei minggu kedua,

"Di studio tidak hujan rintikrintik, tapi dingin. sekali. Di situ dingin, gak? Enggak?
Naaa..., ketauan. Pasti gak pake ac. Di kamar Olga juga gak pake ac. Tapi pake ab. Alias Angin Brobos dari jendela..., hihihi."

Wina di belakang ikut ngikik.

Tapi langsung kena omel Olga, "Hus, lagi siaran langsung nih!"

Wina langsung menutup mulutnya.

"Sebelum Olga bacain diary dari temen kita..., eng, ya, Dilla di Prapanca Buntu, kita simak aja tembang manis pengamar mimpi buruk... Silence and I dari Alan
Parsons Project. Tepuk tangan buat saya... plokplok plok!"

Lagu Silence and I pun berkumandang sendu.

Beberapa menit kemudian, Olga mulai bacain diary dari Dilla yang lumayan panjang. Dengan suara lembut, serakserak becek (gerimis 'kali, becek!).

Diary yang haru biru....

"Dear Olga,

"Malam ini hati saya rasanya sepi banget, O1, Mau ngapangapain kayaknya gak enak. Saya udah coba jalanjalan, nyari suasana yang enak, tapi hati rasanya enggak bisa diajak kompromi. Kedengarannya sentimentil banget ya, Ol? Tapi, beginilah yang saya rasain sekarang. Sepi, sedih...

"Ah.

"Kadang, saya suka nyesel, kenapa kitakita ini harus punya perasaan? Kenapa jadi cewek seperti kita ini gampang banget larut sama perasaan. Coba kalo kita bisa hidup tanpa perasaan, kita kan gak akan pernah kesepian seperti ini.

"Rasanya, saya emang pengen ngelupain semuamuanya. Ngelupain apaapa yang bikin hati ini sepi. T api, kok gak bisa, ya? Apa kita emang harus nerima apaapa yang dibebankan kepada kita?

" Olga,

"Semua ini garagara Sinta, O1. Teman saya, anak enam belas yang rambutnya suka dikepang. Yang saban ke rumah selalu minta diajarin main basket.

"Ah, kalo kamu kenal dia, Ol.

"Nah, rasa sepi yang saya rasain sekarang emang ada hubungannya dengan dia.
Sinta, setelah saya ajarin main basket, akhirnya masuk dalam klub basket saya.
Permainannya benarbenar ada kemajuan pesat, dibanding ketika pertama kali dia datang ke rumah saya. Saya bangga juga bisa ngajarin Sinta sampe pinter begitu. Sampesampe suka ngalahin saya. Misalnya, waktu klub saya ngelawan klub Sinta. Saya sangat kewalahan berebutan bola dengannya. Dia cerdik sekali. Tapi, alhamdulillah, klub saya tetap seperti biasanya, Jadi Juara. Tapi selisih angkanya dikit banget. Sampe saya sempet tegang juga, Uh, benerbener seru deh pertandingannya.

"Dan, melihat kehebatan Sinta, saya pun menawarkan dia gabung sama klub saya, Soalnya kebetulan Mbak Ita, anggota tertua klub, pengen pensiun. Berhubung doi kini bersibuksibukria sama kuliahnya.

"Sinta pun langsung nerima. Karena dia toh belon keiket banget sama klub basket sekolahnya. Dan saya sama Sinta pun makin erat bersahabat. Karena kita berdua samaan hobinya. Yaitu, kita samasama suka gilagilaan kalo main basket. Pernah samasama nyamar jadi cowok, dan ngegabung ke klub basket cowok. Gila, ya? Waktu penyamaran itu, dengan susah payah terpaksa kedua kepang Sinta harus disembunyikan di balik topi,

"Dan yang paling klop, kita berdua punya jiwa hurahura yang lebih besar dibanding jiwa mengabdi kepada bangku sekolah... hihihi, Makanya kita berdua cepat bersahabat.

"Oy a mungkin kamu gak tau ya gimana pertama kali saya ketemu Sinta.

"Waktu itu, saya lagi maen di lapangan basket sekolah Sinta. Kebetulan aja diajakin seorang temen saya yang sekolah di sana. Terus ketika bubaran maen, saya pun nongkrong di kantin enam belas sambil nyeruput es kelapa muda. Tiba tiba aja asa makhluk yang lumayan manis nyamperin saya. Tu orang langsung dengan sok akrabnya nyapa saya dan berkicau, "Eh, lo maen basketnya keren juga. Ajarin gue dong! Gue dari dulu pengen bisa main gak bisabisa!"

"Tadinya saya pikir dia cuma ngeledekin saya aja. Makanya dengan cuek bebek saya ngejawab, "Boleh. Kalo lo mao kursus, ke rumah aja, Bayarnya gak mahal.
Palingpaling cuma semangkok bakso tiap sore. Oke?"

"Dan gak disangkasangka, tu cewek yang ngaku bernama Sinta benerbener datang ke rumah saban sore. Merengekrengek minta diajarin basket. Hihihi..., gokil juga tu anak. Tapi mao gak mao, saya ajarin juga. Dan ternyata dia tekun banget nyimak apaapa yang saya ajarin.

"Saya jadi suka ngajarin dia, Dia ternyata cukup berbakat juga. Soalnya, baru beberapa kali, udah bisa,

"Yang nyenengin dari dia, dia itu ternyata orangnya supel banget, Enak buat diajak ngomong, dijadiin sparingpartner kalo lagi ngegosip. Dan yang paling penting, dia hobi banget ngejajanin orang, Maka, kloplah saya sama dia,

"Untuk seterusnya, saya emang sering keelihatan barengbareng dia. Latihan samasama, je je es samasama, atau kalo gokilnya lagi kumat, kita berdua suka ngecengin anakanak teknik yang kuliahnya deket rumah Sinta, Uh, kerenkeren, Ol.

"Dan terus terang, kitakita emang suka sekali kalo lagi pertandingan ditontonin cowokcowok keren modelmodel Tom Cruise begitu. Semangat bermainnya bisa dua kali lipat. Sebenarnya untuk bisa main basket yang baik itu gak melulu perlu latihan yang keras. Tapi yang diperlukan adalah supporter berupa cowokcowok keren modelmodel begitu... hihihi.

"Ini teori yang kitakita dapatin setelah sekian taon main basket, tanpa pernah merebut kejuaraan tingkat nasional.

"Tapi inilah yang sekarang membuat saya sedih, Ol. Bukan, bukan karena permainan saya menurun. Tapi..., ah, kalo inget rentetan kejadian itu, saya jadi sebel. Sebel banget. Saya jadi benci sebencibencinya sama Sinta.

"Gimana enggak, Ol. Kamu kan tau, dulu setiap sebelum pertandingan dimulai, hampir semua cowokcowok keren itu mengeluelukan saya. Menyebutnyebut nama saya. Yah, itu memang karena saya selalu mencetak angka terbanyak dan jadi bintang lapangan. Tapi belakangan ini, segala sesuatunya telah berubah. Saya begitu kaget ketika mereka mengeluelukan nama Sinta, ketika dia mulai ikut gabung ke klub saya. Pertama sih hanya supporter di deretan depan yang berteriakteriak norak menyebut nama Sinta. Tapi beberapa menit kemudian, dari seluruh penjuru ikutikutan meneriaki nama Sinta.

"Saya pandangi Sinta. Sinta nampak malumalu tapi suka,

"Saya hitunghitung lagi, berapa angka yang telah dicetak Sinta. Apa kini dia bermain lebih baik dari saya? Ternyata tidak, Ol. Saya tetap sebagai topscorer. Saya masih yang terbaik. Tapi kenapa sekarang Sinta yang mereka eluelukan? Bahkan ketika akhirnya klub saya yang menang sebagai juara, para supporter makin mengeluelukan Sinta. Padahal dia cuma memasukkan bola dua kali,

"Saya iri?

"Mungkin juga, Ol. Tapi siapa yang gak keki? Saya yang mencetak angka terbanyak, yang selama ini jadi pujaan mereka, kini kalah kharisma sama Sinta. Anak kemarin sore yang justru besar karena saya. Yang baru sekali ini ikut pertandingan di klub saya. Dan yang menyebalkan, anak itu membalas teriakan para supporter dengan melambailambaikan tangannya. Seolah dia memang merasa berhak menerimanya.

"Saya sebel, Ol. Sampaisampai saya gak mau, ganti baju samasama dia lagi di kamar ganti,

"Anakanak cowok itu aneh ya, Dil, Masa saya yang diteriakteriakin, Harusnya kan kamu. Kamu yang mencetak angka terbanyak," ungkap Sinta ketika kami selesai bertukar pakaian.

"Saya cuma bisa kesal.

"Ya, dia tau kalo dia gak berhak menerima elueluan itu, tapi kenapa dia seolah menikmatinya?

"Dan, Ol, saya hampir nangis ketika salah seorang anak kecil berlari menghampiri kami dan memberikan secarik kertas pada Sinta, 'Ini, Mbak. Ada titipan pesen dari Mas Indra yang di sebelah sana.'

"Kontan anakanak bersorak meledek. 'Kamu kalah, Dilla. Sekarang kamu bukan bintang lagi...' komentar anakanak.

"Hati saya pedih sekali, O1. Kamu tau, lndra tuh cowok terkece yang pernah saya temui. Saya suka sekali memandang wajahnya yang innocent itu. Saya bahkan pernah berharap, suatu kali bisa ngobrol dengannya, Tapi kini..., Sinta malah dengan mudah mendapatkannya.

"Olga sayang, saya memang merasa menang dalam pertandingan itu. Tapi juga sekaligus merasa kalah. Kalah bersaing dengan Sinta. Terkadang, Tuhan memang tak adil, ya Ol. Mengapa saya yang susah payah merintis dari bawah, bisa dikalahkan oleh Sinta yang baru saja memulai? Kalau yang menyaingi saya adalah temanteman lama saya, yang sudah lama bergabung dalam klub, mungkin saya gak akan sekecewa ini,

"Saya pikir lagi; Ol. Apa yang kurang dari diri saya?

"Tidak. Tidak ada. Saya memang tak kurang suatu apa. Tapi saya lupa, ternyata Sinta punya kelebihan lain. Dia memang lebih manis .dari saya. Dia punya sepasang mata yang bagai mata kucing. Indah.

"Apakah itu yang bikin orangorang mengeluelukannya?

"Lantas, apa hubungannya mata indah dengan bola basket?

"Ada satu hal lagi yang saya lupa, Olga. Ternyata memang benar. Penghargaan kebanyakan orang memang bukan pada apa yang dikerjakannya, tapi pada siapa yang mengerjakannya. Kecantikan memang, mau gak mau, tetap nomor satu,

"Dan Sinta memang gak salah ya, O1. Sama gak salahnya ketika pas pulang dia berbaik hati mau traktir ayam goreng, tapi saya tolak dengan ketus. Aduh, saya jahat ya, Ol?

"Sinta gak salah. Dia tetap baik hati sama saya. Dan saya gak bisa nyalahin dia yang dengan gembira nerima sejuta simpati dari cowokcowok itu. Terutama dari Indra. Masak ia harus nolak ketika semua orang mengeluelukannya? Apakah salah kalo dia memang menikmati semua itu?

"Dear Olga,

"Saya baru ngerasain kalo ada kalanya kita harus mengaku kalah pada orang yang selama ini di bawah. Walau berat, walau gak rela, tapi kenyataan sering memaksa kita untuk mengakuinya. Untuk percaya, Kalau memang fakta sudah berkata, apalagi yang bisa kita sembunyikan? Apalagi yang bisa kita bohongi? Bahkan diri kita sendiri memaksa kita untuk mengaku kalah.

"Makin kita menipu diri, makin sakit yang kita rasakan.

"Ah, Olga.

"Kalau memang suatu saat kita harus mengaku kalah, mengapa kita harus pernah merasa besar hati dengan kemenangan yang pernah kita terima?

"Kalau memang suatu saat kita harus menderita, mengapa kita harus pernah
merasa berbahagia? Bukankah akan sakit nantinya?

" Memang, Ol. Betapa menyenangkan menjadi orang yang gak pernah merasa lebih dari orang lain. Sehingga saat mereka mendapat sukses, kita gak sakit karenanya,

"Hari sudah larut, Olga manis. Saya mau bobo dulu, Makasih buat kamu yang udah mau bacain diary saya. Lega rasanya. Besok k'ita ceritacerita lagi, ya? Tolong doakan, Ol, semoga saya bisa mimpi indah. Semoga keperihan ini sirna saat saya bangun besok pagi.

"Sinta nggak salah, Ol. Enggak. Tapi saya tak bisa nipu diri kalo saya benci setengah mati sama dia!

Dilla."

Ketika melipat kertas biru muda itu, mata Olga terasa basah. Andi di belakang meja operator pun terlambat memutar lagu penutup.

Suasana studio hening sejenak. Sepi...

Hanya terdengar suara Wina yang menangis terisak di pojokan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience