Rate

BAB 2

Drama Completed 393

“Permisi Pak” Ucapku sopan sambil mengetuk pintu ruangan Pak Gery, salah satu dosenku. Sebelumnya, Faris –teman dekatku- menelepon ia mengatakan bahwa Pak Gery mencari dan menyuruhku menemuinya. Mungkin membicarakan masalah yang masih sama.
“Ya masuk!” Pintanya
“Ada keperluan apa bapak mencari saya?” Tanyaku sambil menarik kursi tepat didepannya
“Ada apa denganmu? Lihat jumlah absen dan nilai-nilaimu sama sekali tidak menunjukkan peningkatan!” Balasnya sambil menyodorkan beberapa kertas kepadaku. Dosen satu ini memang sangat memperhatikanku dan selalu menganggapku lebih dari mahasiswa lainnya. Mungkin kerana beliau adalah salah satu kerabat keluarga. Awalnya aku merasa sedikit senang kerana aku mengira beliau akan memberiku sedikit nilai tambahan tapi kenyataannya tidak sama sekali. Beliau justru selalu mengajakku berdebat tentang hal yang sangat tidak menarik. Lama-lama aku merasa jengah dengan dosen satu ini.
“Itu kemampuan saya” Jawabku sekenanya
“Bohong!” Kelaknya cepat. “Kamu pasti boleh jauh lebih baik dari ini. Ingat Fadli , darah hukum mengalir di dalam darahmu” Tambahnya
Kuhembuskan napas sebal mendengar argumennya barusan. Selalu seperti itu. Semua mengira inilah minatku. Semua mengira dunia hukum adalah duniaku. Mereka salah besar!
“Fadli , saya yakin kamu pasti boleh seperti mereka”
Aku sangat mengerti ‘mereka’ yang dimaksud dosen di depanku ini. “Saya harap juga begitu” Jawabku singkat.
“Percayalah, 5 tahun kedepan akan munculGunawan baru!” Kata Pak Gery antusias. Perkataan beliau hanya kubalas dengan senyum kecil.
“Perbaiki semuanya!”
“Baik pak!” Jawabku sambil sedikit menganggukan kepala

Setelah keluar dari ruangan Pak Gery, aku berjalan menelusuri koridor kampus. Mataku menatap satu-persatu ubin keramik yang ku lewati. Semua seperti terkunci. Aku merasa seperti burung yang berada dalam kurungan emas. Dari luar, orang lain memandangku dengan tatapan kagum. Tapi aku tahu, kekaguman mereka tak lain kerana kurungan emas itu, bukan kerana diriku sendiri. Mereka mengira aku adalah burung istimewa kerana berada dalam kurungan mahal dan elegan itu. Tapi apa mereka pernah melihat diriku sendiri? Apa mereka pernah memikirkan betapa inginnya aku keluar dari kurungan sialan itu? Betapa inginnya aku merasakan udara di luar sana? I just an ordinary bird which want to fly away around the sky. I need freedom!
Langkah ku terhenti di taman yang berada di antara gedung Fak. Hukum dan Fak. Olahraga. Kuedarkan pandangan ke sekeliling, taman itu cukup ramai. Kuhempaskan tubuhku di rerumputan hijau. Ku keluarkan headset dan Ipod dari saku kemeja. Kemudian kukaitkan headset itu ke kedua telingaku. Mengalun sebuah lagu dari simple plan. Astronout.

Can anybody hear me?
Am I talking to my self?
My mind is running empty
In the search for someone else

Lirik itu. Sangat cocok untuk pikiranku saat ini. Semua hanya melihat dari sudut pandang mereka tanpa pernah memikirkan dan mendengarkan ku. Semua mengira ini yang terbaik, tapi bukankah hanya orang itu sendiri yang mengetahui sesuatu yang baik dan buruk untuk dirinya sendiri? Tapi mengapa aku merasa seperti tidak mempunyai andil dalam hidupku sendiri? I have a dream and i want make it happen. Aku tidak perlu disetir seperti ini.

Cause tonight i’m feeling like an astronout
Sending SOS from the tiny box
And i lost all signal when i lifted up
Now i’m stuck out here and the World forgot
Can i please come down?

Apa gunanya memiliki cita-cita dan mimpi bila akhirnya tidak dapat kita raih? Bahkan kita tidak diijinkan untuk berusaha meraihnya. Apa aku harus berjalan setengah hati seperti ini selamanya? Apa benar ini yang terbaik? Atau apakah aku harus memilih jalan lain yang menyimpang? Entahlah. Selama ini aku belum berani mencoba untuk mengutarakan lagi tentang jalan menyimpang yang aku inginkan ke orang lain, termasuk ke kedua orang tuaku. Aku takut mengecewakan mereka lagi, khususnya Mama. Tapi jika ini diteruskan aku juga takut masa depanku terancam dan itu akan membuat mereka lebih kecewa. What does way i have to choose?

Kukeluarkan buku gambar dan pensil dari dalam ransel. Ku goreskan pensil itu di atas kertas. Kubiarkan tanganku bergerak dengan sendirinya berdasarkan perasaanku saat ini. Kuluapkan semua emosi, kebingungan dan kegundahan ku di kertas ini. Hanya menggambar yang membuatku tenang kerana aku boleh menjadi diriku sendiri tanpa berpura-pura. Aku tidak merasa tertekan saat menggoreskan garis demi garis di kertas gambar. Aku sangat menikmati semuanya. Dan inilah yang kuinginkan. Inilah dunia yang sebenarnya, menurutku. Namun, tidak ada yang mendukungku di bidang ini bahkan kedua orang tuaku sangat menentangnya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience