Rate

BAB 1

Drama Completed 222

Panasnya mentari tak menyurutkan niat wanita berbaju kelabu itu. Aku selalu melihat ia berdiri di samping tiang lampu merah. Tepatnya di simpang jalan yang ada di samping masjid besar. Saat aku sedang istirahat usai sholat, aku selalu mengamati setiap geraknya.

Dengan topi merah yang kusam menempel di atas kepalanya. Sebuah bungkus jajan ciki-ciki ada di gengangan tangan kanannya. Ia buta. Ia tak dapat melihat setiap pengendara yang berhenti di dekatnya. Ia hanya berusaha untuk menyodorkan tangan kanannya, dengan membawa bungkus ciki-ciki tersebut. Ia berharap, orang-orang yang sedang berhenti saat menunggu lampu berubah berwarna hijau, memberikan sedikit wang receh untuknya.

Sesekali, ia berjalan mundur untuk beristirahat sejenak. Ia duduk pada trotoar di tepi jalan. Ia teguk air minum dalam botol yang ia bawa dari rumah. Wajahnya hitam kusam terkena sengatan matahari. Keringat mengalir dari dahi dan lehernya. Terkadang ia mengipas-ngipaskan topi merah yang ia pakai untuk memberikan udara yang sejuk di badannya yang kepanasan dan berkeringat.

Usai pulang dari kuliah, aku menyempatkan untuk sholat dzuhur di masjid besar. Perjalanan untuk sampai ke rumah masih cukup jauh. Aku sering mampir ke masjid besar untuk sholat. Kadang, aku hanya beristirahat saja. Untuk menghilangkan rasa lelah saat mengendarai sepeda motorku. Pantatku terasa panas jika berlama-lama duduk di atas sepeda motor.

Air wudhu yang membasahi wajahku, terasa segar. Udara yang tadinya panas. Kini berubah menjadi sejuk. Saat aku memasuki masjid, semilir angin menerpa wajahku yang basah akan air wudhu. Kesejukan yang begitu nikmat. Angin semilir menembus serat-serat baju, hingga aku merasakan dinginnya angin yang semilir. Sungguh kenikmatan yang sangat luar biasa yang Allah berikan.

Usai sholat, aku duduk di serambi depan masjid. Aku tersenyum melihat wanita bertopi merah itu. Ia sangat semangat. Berdiri di samping tiang lampu lalu lintas. Setiap orang yang berhenti di lampu merah mengulurkan tangannya memberikan wang . “Sungguh.., Engkau telah mendatangkan tangan-tangan malaikat untuk membantu wanita itu, Ya Allah” Kataku saat mengamati banyak orang yang mengulurkan tangannya untuk memeberikan wang .

Bahkan, ada seorang isteri yang di bonceng suaminya, menepuk bahu suaminya saat ia menjalankan motornya. Kemudian ia mengambil wang dari saku celananya. Dan memberikan wang pada wanita bertopi merah itu. Padahal lampu sudah berubah warna menjadi hijau. Dan orang yang berada di belakangnya juga tidak merasa terganggu saat mereka berhenti sejenak. “Ya Allah, berikanlah Wanita itu kekuatan. Berikanlah ia kesehatan yang baik. Dan mudahkanlah segala urusannya.” Pintaku Pada sang Khalik.

Hari ini, aku berehat kembali di masjid besar. Dan seperti biasanya, kulihat wanita bertopi merah itu berdiri di samping tiang lampu lalu lintas. Entah kenapa, aku melihat senyuman merekah dari bibirnya. Kemudian aku pun ikut tersenyum. ‘Apakah wanita bertopi merah itu melihat, bahwasanya aku tersenyum melihatnya?’ Tanyaku dalam hati.

Ada hal yang tidak biasa di hari ini. Banyak anak laki-laki dengan membawa tas duduk di serambi masjid. ‘Mungkin mereka sedang belajar kelompok’ tebakku. Salah satu anak mengeluarkan sebuah kamera dari dalam tasnya. “Kamu potret dari samping pintu gerbang saja!” Pinta temannya. “Ok..” Jawab anak itu dengan melingkarkan jari telunjuk dengan ibu jari tangannya.

Kemudian anak itu berjalan mendekati pintu gerbang masjid. Ternyata, anak laki-laki itu memotret wanita bertopi merah itu. Sesekali ia bersembunyi dari balik pagar saat ada pengendara yang melihatnya. Ketika ada pengendara yang memberinya wang , anak itu memotretnya. Kejadian itu pun berlangsung berulang-ulang.

Kemudian, aku mendekati temannya yang duduk di serambi masjid. “Apa yang kalian lakukan?” Tanyaku. “Mm.., kita sedang memotret wanita itu, Kak.” Jawabnya. “Untuk apa?” Tanyaku. “Untuk ikut lomba, Kak” tegasnya. “Do’akan kita menang ya, Kak!” Pintanya dengan tersenyum. “Pasti, Dik!” Jawabku.

Aku mulai berpikir, apa yang dapat aku lakukan untuk membantu wanita itu. “Ra..!” Finda mengagetkanku. “Finda, ngagetin saja.” Kataku yang agak kesal. “Kenapa melamun, Neng?” Tanyanya sambil menjail daguku. “Memikirkan bagaimana caranya aku dapat membahagiakan seseorang.” Kataku pelan dengan pandangan sedikit ke atas layaknya orang berkhayal. “Cie.., cie.., siapa, tuh?” ledek Finda. “Wanita bertopi merah yang sering aku lihat di lampu merah” Terangku.
“Wanita peminta-minta itu?” Tanyanya terkejut. “Untuk apa, Ra?” Tanya Finda. “Untuk membantunya, Fin” Jawabku. “Terus?” Tanyanya meminta penjelasan. “Adalah..” Kataku dengan senyum, dan alis yang sedikit aku naik-naikkan. Finda hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Oh, iya. Bagaimana cerpennya?” Tanya Finda. “Insya Allah akan segera aku kirim. Tinggal mengedit saja.” Jawabku. “Sukses, ya Neng..!” Finda menepuk pundakku. Aku pun tersenyum. “Thanks ya..” Kataku. “Iya..” Jawabnya dengan tersenyum.

Hari ini, aku menyempatkan mampir ke masjid besar. Aku hanya ingin melepas lelah mengendarai sepeda motor. Usai aku memarkir sepedaku, aku langsung menuju tempat wudhu wanita. Aku basuh wajahku yang berminyak dan terasa panas, dan ada sesuatu yang memenuhi wajahku. Debu. Terik matahari membuat wajahku sangat rusuh. Air keran membuat wajahku terlihat cerah kembali. Segar sekali.

Aku lantas menuju serambi wanita. Aku duduk dan aku sandarkan punggungku pada dinding. Wajahku menelisik dan mendongak mencarai sosok wanita bertopi merah . Kemanakah ia?’ tanyaku dalam hati. Kenapa hari ini tak kulihat sosok wanita yang semangat dan kuat itu.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience