Rate

BAB 2

Drama Completed 222

Aku berjalan mendekati wanita itu. Kuamati setiap gerak tubuhnya. Aku sebagai wanita yang diciptakan lebih sempurna darinya, sering menggerutu kepanasan. Hari ini aku merasakan, bagaimana sang surya melawan kekuatan kulitku. Aku duduk di trotoar. Dan masih mengamati wanita bertopi merah itu.

Tangannya kering, bibirnya pucat, kakinya busam, wajahnya basah penuh dengan keringat. Sesekali ia mengusapnya dengan tangan. Setiap angin bertiup menerpa topi merah nya, ia segera mencengkeram kuat-kuat. Matanya terus tertutup dengan tangan kanan membawa bungkus jajan yang disodorkan kepada pengendara yang berhenti di lampu merah.

Semua orang mungkin menatapku heran. Duduk di trotor bersandingan dengan wanita bertopi merah . Dua sosok yang terlihat mencolok perbedaannya. Semua mata tertuju padaku. Aku sendiri tidak tahu, apakah yang ada dipikiran orang-orang saat melihatku.

Sesekali, ia berjalan dengan menggeser kakinya perlahan. Meskipun matanya tidak dapat melihat. Tapi, ia dapat merasakan dengan hati dan intuisinya yang tajam. Ada keinginan kecil dalam hatiku untuk dapat membuatnya tersenyum. Aku mencoba berpikir sambil mengamati wanita bertopi merah itu.

Hari ini, tak kulihat wanita bertopi merah itu berdiri di dekat lampu merah. Aku menunggunya sambil beristirahat di serambi masjid. ‘Kemana wanita itu?’ Tanyaku dalam hati. Aku seperti melihat keanehan dan keganjalan lampu merah itu, tanpa wanita bertopi merah yang sering aku lihat. Terasa hambar dan terlihat kosong.
‘Dimanakah wanita itu? Akankah ia datang di lain esok?’ Hatiku masih bertanya akan keberadaan wanita itu. Sosok yang begitu kuat. Dan senantiasa tersenyum dalam kecamuk penderitaan. Tapi baginya, jalan hidup harus ia jalani bagaimana pun medannya. Meskipun ia buta, tidak lantas menyurutkan niat dan semangatnya untuk tetap hidup di antara manusia yang lain yang lebih sempurna darinya.

Sudah beberapa minggu ini aku tak melihat wanita bertopi merah itu. Sungguh, simpang itu terasa asing dan kurang sempurna tanpa kehadirannya. Hari ini aku membawa sebuah majalah. Cerpenku dimuat di majalah itu. Cerpen yang aku tulis tentang wanita itu. Ilustrasi yang dibuat oleh redaksi begitu tepat sasaran. Tepat seperti apa yang aku inginkan. Seperti potret wanita bertopi merah itu yang berdiri di dekat tiang lampu merah.

Tapi, dimana wanita itu? Aku ingin sekali memberikan honor cerpenku untuknya. Aku ingin ia duduk di sini menemaniku. Ingin sekali aku berbicara dengannya. Mencari semangat dalam hidupnya agar tumbuh dalam hatiku. Sosok yang mengingatkanku pada ibu yang sudah tiada. Aku ingin berbicara dengan wanita itu. Aku ingin kenangan bersama ibu itu muncul kembali.

“Ibu pergi meninggalkanku karena kecelakaan. Karena beliau buta. Ia tidak dapat melihat. Karena aku waktu itu pergi meninggalkannya sendiri. Aku telah lalai menjagaya.” Kataku sambil meraba ilustrasi yang ada di majalah itu. “Aku tak ingin wanita bertopi merah itu seperti ibu. Ia sangat kuat. Ia mempunyai hati yang dapat melihat. Aku ingin ia menemaniku berbicara, barang semenit saja.

Alangkah terkejutnya aku melihat berita yang di muat di koran lokal. Sebuah kecelakaan yang terjadi di simpang jalan. Aku tahu persis tempat yang ada di koran tersebut. Usai membaca koran dari perpus, aku lantas datang menuju tempat kejadian.

Aku terasa lemas. Dadaku naik turun tak karuan. Aku duduk sejenak untuk mengatur nafasku yang tidak beraturan. ‘Aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang diberitakan di koran itu. Wanita itu…, wanita yang menjadi berita di koran. Dia adalah wanita bertopi merah yang sering berdiri di dekat lampu merah’.

Aku terdiam duduk di trotoar. Aku benar-benar tidak percaya. Mataku kosong. Melihat jauh ke belakang akan sosok wanita bertopi merah yang sering ku lihat di simpang lampu merah.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience