Bau basah rumput yang tumbuh di halaman depan rumah Alex tercium jelas. Hujan yang membasahi semua rumput itu seketika berhenti. Alex yang tadinya termenung memandangi air yang mengalir dari kaca jendela kamarnya seketika berlari keluar rumah. Alex menggapai tali ayunan yang terikat di batang pohon besar yang berdiri tegak di halaman depan rumahnya dan duduk dipapan yang terikat kuat oleh tali dikedua ujungnya. Alex mulai mengayunkan ayunan itu dengan menghentakkan kedua kakinya ke tanah.
Alex adalah seorang anak keturunan dari penyihir. Alex mulai dari kecil tidak mengenal sosok ibu dalam kehidupannya. Ayahnya tidak pernah memberitahukan apakah ibunya Alex masih hidup atau sudah tiada. Alex sempat menanyakan hal itu pada ayahnya saat Alex berumur 5 tahun. Ayahnya marah besar, dan memerintahkan pada Alex untuk tidak menanyakan hal itu lagi. Semenjak saat itu, Alex menganggap kalau ayahnya sangat membenci ibunya. Hanya saja Alex tetap bersikeras untuk mengetahui siapa ibunya.
"Apa yang sedang kupikirkan, ayah akan marah besar jika aku keluar rumah tanpa dirinya," batinnya.
Semenjak kecil Alex tidak pernah mempunyai teman. Alex hanya bisa keluar dari ruang lingkup rumahnya jika bersama ayahnya. Alex memahami itu, dimana dirinya berbeda dari anak-anak lainnya. Alex sangat paham mengapa ayahnya begitu mengekangnya. Sampai Alex berumur 8 tahun pada hari ini, dia tidak mempunyai seorang teman untuk merayakan bersamanya setiap kali dia berulang tahun. Alex hanya merayakan hari spesialnya itu bersama ayahnya.
"Alex, dimana kau?" teriak seseorang dari kejauhan.
"Aku disini yah."
Lelaki yang mempunyai paras tampan yang sedang berjalan kearah Alex adalah ayahnya. Terlihat dari kulitnya yang putih, rambut-rambut tipis yang tumbuh disekitar dagunya, dan matanya yang biru dimana Alex juga memiliki itu. Tubuhnya yang tinggi dan dada bidangnya seringkali menjadi bahan perhatian para wanita ketika Alex sedang berjalan-jalan berdua dengan ayahnya. Namun, ayahnya tidak pernah tertarik pada satupun wanita yang mendekatinya. Itu membuktikan Alex bahwa ayahnya masih mencintai ibunya yang tidak tahu dimana.
"Ayah berencana akan keluar rumah. Kamu ikut ayah atau tetap bermain di rumah," tanya ayah Alex.
Alex menatap wajah ayahnya."Aku bermain disini saja yah, aku akan menunggumu pulang."
"Baiklah. Tetap dirumah, jika ayah tidak melihatmu di rumah. Kau tahu apa yang akan ayah perbuat," ucap ayahnya mengancam.
Alex hanya mengangguk mendengar ancaman yang dilontarkan ayahnya padanya. Alex menatap punggung belakang ayahnya yang berjalan menuju garasi mobil. Alex bersikeras akan mewujudkan rasa penasarannya akan apa yang ada didalam hutan itu. Memasuki hutan itu adalah sebuah larangan yang dimandatkan ayahnya pada Alex. Dimana saat Alex kecil ketahuan sedang memperhatikan hutan itu, ayahnya Alex membangun tembok besar dan tinggi agar Alex tidak bisa memanjat dan melihat kearah hutan itu lagi.
Alex memperhatikan ayahnya sampai ayahnya betul-betul pergi. Ayahnya mengunci Alex dari luar pagar. Alex tersenyum licik. Dimana Alex sudah mempunyai cara tersendiri untuk bisa masuk kedalam hutan itu. Dimana saat dia berumur 5 tahun, dia tidak sengaja menjatuhkan semua mainannya dari dalam box yang disimpannya didalam gudang. Saat dia ingin merapikan semua mainan yang berjatuhan itu, dia menemukan lubang yang cukup besar yang mengarah langsung kearah hutan.
"Maafkan aku yah, aku hanya akan bermain sebentar sebelum ayah betul-betul kembali," batinnya.
Alex berlari menuju gudang penyimpanan semua barang rongsokan yang ada dirumah nya. Dia harus memanfaatkan momen ini dengan sebaik-baiknya. Ini kesempatan nya untuk melihat keadaan luar dan berharap bisa mendapatkan seorang teman yang dapat bermain dengannya. Walaupun sebenarnya Alex juga diliputi rasa takut akan apa yang ada didalam hutan itu dan bagaimana jika ayahnya tahu akan hal ini.
Alex merunduk dan berjalan pelan memasuki lubang itu. Tubuh Alex yang semakin besar mengharuskan Alex untuk menendang keras papan itu untuk membuat lubang yang lebih besar lagi. Setelah berhasil keluar, Alex terpukau dimana mulut kecilnya ternganga dan matanya berkaca-kaca. Alex seakan tidak percaya akan apa yang sedang dilihatnya. Selama tiga tahun lamanya dia menyimpan rasa penasarannya, pada akhirnya semua itu terwujud.
"Ini luar biasa. Aku tidak pernah melihat ini sebelumnya." Alex melangkah maju semakin memasuki kedalam hutan. Alex berdecak kagum melihat pohon-pohon yang menjulang tinggi dimana akar-akarnya seakan ingin keluar dari tanah. Bunga-bunga yang dihinggapi kupu-kupu yang tumbuh disekitar hutan membuat Alex merasa begitu nyaman."Kenapa kau menyembunyikan semua ini dariku yah," ucapnya.
Alex tidak menyadari jikalau dia sudah jauh dari rumah. Alex semakin memasuki hutan itu lebih dalam. Saat Alex memetik salah satu bunga yang melekat di batang pohon. Terdengar suara dari semak-semak belukar yang berada disekitar tempat Alex berdiri. Seakan ada sesuatu yang sedang mengawasi Alex dibalik semak belukar itu. Jantung Alex terasa begitu cepat berdetak. Rasa takut itu tiba-tiba muncul seketika saat dia mendengar sesuatu yang bergerak dibalik semak belukar tersebut.
"Halo. Siapa itu?" ucap Alex pelan.
"Apa ada orang disana?. Siapapun itu aku tidak berniat menganggu."
Kakinya gemetar dan tetap mengawasi sekitar. Suara dibalik semak itu kembali terdengar. Kali ini suara itu berasal dari semak belukar yang berada di belakangnya. Alex refleks langsung membalikkan badannya dan memperhatikan semak belukar itu dengan raut wajah penuh ketakutan. Tiba-tiba terdengar suara erangan yang terdengar seperti suara anjing. Langkah Alex tertatih kebelakang. Dia hanya bisa menelan ludah dan terpaku seakan pasrah oleh keadaan yang sedang terjadi padanya.
"Ayahh, aku minta maaf yah. Aku tidak mendengarkan mu, untuk tidak masuk ke hutan ini," batinnya.
Suara erangan itu semakin dekat. "Kumohon ayah, aku takut sekali."
Kini suara dibalik semak belukar itu terdengar disekelilingnya diikuti suara erangan tersebut. Sampai pada akhirnya, sekawanan serigala muncul dari balik semak belukar itu. Alex betul-betul terkejut melihat sekawanan serigala itu. Dimana dia tidak bisa melarikan diri, sekawanan serigala itu mengelilinginya. Air mata Alex jatuh mengalir ke pipinya dan kakinya bergetar hebat.
"Maafin Alex yah. Alex sayang sama ayah," ucapnya dalam hati sambil menutup mata. Sekawanan serigala itu mendekat dan terlihat tidak akan segan-segan untuk menyerang Alex.
Suara itu terdengar jelas dari arah belakang Alex. Seperti suara langkah kaki yang sedang berlari menuju kearahnya. Alex berharap itu ayahnya yang akan menolongnya. Dan bukan sekawanan serigala lainnya yang siap untuk memangsanya. Suara itu semakin dekat, dimana Alex bisa merasakan kalau itu bukanlah langkah kaki seekor serigala. Alex membuka matanya dan memalingkan wajahnya kearah suara itu. Sampai suatu saat suara itu terhenti. Sekawan serigala yang merasa terusik akan suara itu tadi kini kembali memalingkan wajah mereka kearah Alex dan siap menerkamnya kembali.
Tiba-tiba dua dari sekawanan serigala itu tertarik ke dalam semak belukar. Setelah itu terdengar suara rintihan anjing yang kesakitan. Kini fokus serigala yang lainnya pecah, Alex bukanlah lagi menjadi perhatian serigala-serigala itu. Beberapa serigala itu lari kedalam semak belukar bersiap untuk menerkam. Alex begitu terkejut melihat kejadian itu, dimana sekawanan serigala yang masuk kedalam semak itu terlempar ke udara dan tubuhnya menghantam keras batang pohon. Kini serigala itu terkulai lemas tidak berdaya.
Tiba-tiba saja seseorang anak kecil yang sebaya dengan Alex muncul dari balik semak belukar itu dan menghampiri Alex. Dia membelakangi Alex terlihat sedang melindungi Alex dari sisa sekawanan serigala lainnya. Salah satu serigala itu melompat kearah mereka berdua. Dengan cekatan anak lelaki itu mengarahkan tangannya kearah serigala itu dan menghempaskan serigala itu ke pohon didepannya. Melihat kejadian inu kawanan serigala itu melarikan diri meninggalkan mereka berdua.
"Itu tadi luar biasa. Astaga, kau adalah seorang pengendali," ucap Alex. Mendengar ucapan Alex, anak lelaki itu berlari bersembunyi di balik pohon. Seakan dia tidak menyukai saat Alex mengatakan hal itu padanya.
"Hey, aku hanya ingin mengucapkan terima kasih atas pertolonganmu. Jikalau tadi kau tidak membantuku, mungkin aku sudah mati dicabik-cabik sekawanan serigala itu," jelas Alex.
Masih tidak ada jawaban terdengar dari anak lelaki itu. "Kenapa kamu bersembunyi?. Aku hanya ingin berteman denganmu. Aku ingin sekali mempunyai seorang teman. Sejak kecil ayahku melarang ku untuk berteman dengan seseorang."
"Bagaimana kamu bisa tahu bahwa aku adalah seorang pengendali," tanya anak lelaki itu dari balik pohon.
"Iya, tentu saja aku tahu. Ayahku selalu menceritakan tentang orang-orang sepertimu," jelas Alex. "Bagaimana ayahmu tahu tentang seseorang yang punya kekuatan mengendalikan sesuatu?" tanya anak lelaki itu sambil menampakkan dirinya.
"Karena ayahku adalah seorang penyihir," tegas Alex. Langkah Anak lelaki itu seketika berhenti dan menjauhi Alex kembali. "Aku tahu akan hal itu. Penyihir dan pengendali saling bermusuhan. Tapi aku dan ayahku bukanlah seperti penyihir lainnya."
Anak lelaki itu memandang wajah marah pada Alex. "Semua penyihir itu sama. Aku sangat benci orang-orang yang sama sepertimu," ucap anak lelaki itu keras. Alex mendekati anak lelaki itu perlahan dan mengarahkan tangan kanannya kearahnya.
Alex menebarkan senyum padanya."Percaya padaku, aku bukanlah penyihir yang seperti itu. Kita akan saling menjaga jika kau mau menjadi temanku," pinta Alex.
Anak lelaki itu terdiam dan menatap kearah tangan Alex."Tapi, bagaimana bisa penyihir sepertimu ada di lingkungan hidup manusia biasa?" tanya anak lelaki itu kembali."Aku juga ingin menanyakan hal yang sama. Bagaimana bisa pengendali sepertimu bisa ada di dunia manusia biasa?" tanya Alex.
"Ceritanya panjang. Tapi kamu harus berjanji untuk tidak menceritakan ini pada siapapun?" pinta anak lelaki itu sambil menjabat tangan Alex."Baiklah. Itu menandakan kita sekarang berteman?" ucap Alex tersenyum bahagia.
"Tentu. Aku juga ingin mempunyai seorang teman."
"Baiklah. Kau adalah temanku sekarang," ucap Alex sambil memeluk anak lelaki itu. "Tapi, aku belum mengenalmu sepenuhnya. Namaku Alex Ashton. Dan kau?" tanya Alex.
"Jacob.. Jacob Hedley."
"Baiklah Jacob, senang mengenalmu."
"Begitu juga denganku," ucap Jacob tersenyum.
"Aku bisa tunjukkan sesuatu yang indah di hutan ini. Jika kau mau ikut denganku?" ajak Jacob."Tentu, aku penasaran dengan hutan ini. Mari pergi."
Jacob menarik tangan Alex dan berlari hingga sampai di penghujung hutan. Mereka berdua tepat berdiri di atas tebing tinggi yang didepannya terdapat hamparan laut lepas dan riak gelombang laut yang beriringan. Alex begitu takjub melihat pemandangan yang sangat indah itu. Sedari kecil Alex tidak pernah tahu akan keindahan yang tersimpan diluar rumahnya. Air matanya mengalir begitu saja di pipi dan senyumnya tercetak jelas.
Alex melangkahkan kakinya mendekati ujung pijakan. Dia menoleh kebawah, melihat kearah batu-batu besar yang terhempas oleh ombak. Kakinya begitu gemetar saat menoleh kebawah. Tebing yang curam kebawah itu membuatnya merasa takut. Melihat hal itu, Jacob mendekatinya dan memegang tangannya Alex. Dia membantu menjaga keseimbangan Alex. Jacob tidak ingin Alex terjatuh akibat kehilangan keseimbangannya.
"Ini hari terbaik dalam hidupku," teriak Alex ke hamparan laut lepas itu."Kenapa kau mengatakan seperti itu?" tanya Jacob penasaran.
"Aku tidak pernah merasakan sebebas ini sebelumnya. Ayahku tidak mengijinkan ku untuk pergi ke dunia luar tanpa dirinya. Aku hanya menghabiskan waktuku di dalam rumah tanpa adanya seorang teman."
"Dan bagaimana bisa kau berada diluar rumahmu sekarang?" tanya Jacob."Aku melarikan diri saat ayahku pergi keluar. Aku menemukan celah di dalam gudang rumahku. Celah itu langsung menuju ke dalam hutan," jelas Alex.
"Bagaimana jika ayahmu tahu?" tanya Jacob.
"Aku akan pulang sebelum dia kembali."
Percakapan itu terjadi begitu saja. Alex dan Jacob kini semakin dekat. Mereka berdua duduk dipinggiran tebing sambil menikmati keindahan itu sampai matahari hampir terbenam. Alex betul-betul lupa akan waktu. Dia tidak menyadari bahwa langit semakin gelap. Alex langsung berlari masuk kedalam hutan kembali diikuti oleh Jacob dan mencoba untuk mencari jalan pulang sebelum dia ketahuan oleh ayahnya.
Alex begitu ketakutan, pikirannya kini tidak lagi jernih. Dia berlari mengerahkan seluruh tenaganya tanpa mendengarkan lagi kalau Jacob sedang berteriak memanggilnya dan mengejarnya dari belakang. Karena begitu cepatnya Alex berlari. Kakinya tersandung akar pohon sehingga membuatnya terjatuh dan melukai sikut kanannya. Jacob langsung berlari kearah Alex dan membantunya berdiri.
"Hey Alex, tenang dulu. Kau tidak harus tergesa-gesa seperti ini," ucap Jacob.
"Aku harus pulang ke rumah sebelum ayah melihatku Jacob. Aku takut dia akan menghukum ku," tegas Alex.
"Iya aku tahu. Aku akan mengantarkan mu pulang. Aku tidak ingin kau kembali sendirian."
"Baiklah. Tidak ada waktu lagi Jacob. Aku harus sudah berada di rumah sekarang."
Alex kembali berlari sekuat mungkin diikuti Jacob disampingnya. Jacob bisa melihat rasa ketakutan dari wajahnya Alex jikalau ayahnya tahu akan hal ini. Seketika Jacob juga tidak ingin sesuatu terjadi pada Alex lagi jika dia pulang sendirian. Namun, satu hal yang membuat Jacob merasa bingung adalah kenapa Alex tidak mempunyai tongkat, dimana dia adalah seorang penyihir. Seorang penyihir seharusnya mempunyai tongkat sebagai pelindung.
"Aku harus masuk Jacob. Bagaimana denganmu?. Kau akan kembali sendirian kedalam hutan itu lagi?" tanya Alex sesampainya di gudang rumahnya.
"Iya. Jangan khawatirkan aku. Aku bisa jaga diri. Kau tidak ingat siapa yang nyelamatkan mu dari serigala itu?. Kau masih mengkhawatirkan ku?" ucap Jacob meledek.
"Alex!. Dimana kau?" teriak ayahnya.
"Baiklah, aku harus masuk, sebelum aku ketahuan," pamit Alex lalu merangkak masuk kedalam celah gudang rumahnya.
Sesaat sebagian tubuh Alex sudah hampir masuk kedalam celah itu. Jacob memegang kaki kiri Alex dimana dia ingin mengatakan sesuatu. Karena sentuhan itu kepalanya Alex terantuk beberapa rongsokan dari dalam gudang. Mendengar suara dentuman keras itu membuat Jacob tertawa pelan.
"Ouch. Ada apa lagi Jacob?" ucap Alex pelan menahan sakit.
"Alex! Apakah kau sedang bermain-main dengan ayah?" teriak ayah Alex yang terdengar begitu keras.
"Aku lupa mengatakannya tadi. Terimakasih sudah mau menjadi temanku," ucap Alex berbisik."Iya, aku juga. Aku akan menjumpaimu lagi disini."
"Satu hal lagi Alex."
"Alex!!" teriak ayahnya semakin keras.
"Ada apa Jacob?!" ucap Alex kesal."Selamat ulang tahun teman," gumam Jacob lalu melepaskan genggaman tangannya dari kaki kiri Alex.
Alex kembali merangkak masuk kedalam gudang setelah Jacob melepaskan genggamannya. Setelah Alex berhasil masuk, dia menutup celah itu dengan mendorong meja yang sudah tersimpan lama didalam gudang itu. Suaranya yang kesusahan mendorong meja itu terdengar jelas oleh Jacob. Tawa kecil dari Jacob pun tercetus sambil menggelengkan kepalanya.
"Aku disini yah. Aku tidak mendengar mu dari sini," ucap Alex berbohong."Apa yang kau lakukan didalam gudang itu?!"
"Aku sedang mencoba mencari beberapa mainan ku dulu didalam gudang."
"Kau membuat ayah khawatir. Aku harap kau tidak sedang membohongi ayah kali ini," sambil memeluk erat Alex.
"Maafkan Alex yah. Alex harus berbohong pada ayah," batinnya.
Ayahnya dan Alex masuk kedalam rumah. Ayahnya yang baru saja pulang mempunyai kejutan untuk Alex di hari ulangtahunnya. Dia merogoh saku bajunya dan menutup mata Alex dengan sapu tangannya. Dia mengarahkan Alex sampai ke dapur. Sesampainya di dapur, sapu tangan yang menutupi pandangan Alex pun dibuka dan membuat Alex tersenyum. Dimana Alex mendapati kue ulangtahunnya yang besar dengan lilin diatasnya dan beberapa kado disampingnya.
"Kau sudah siap meniup lilin kue ulangtahun mu?" tanya ayahnya Alex.
"Tentu saja yah" ucap Alex tersenyum.
"Baiklah ini dia. Plecio" sambil mengayunkan tongkatnya dan mengucapkan mantra ke arah lilin-lilin yang menghiasi kue itu.
Lilin-lilin yang tadinya padam itu kini sumbunya terbakar oleh api. Alex menatap ayahnya dan tersenyum kecil padanya. Lalu kembali memalingkan wajahnya kearah kue ulangtahun nya dan memejamkan matanya. Alex sedang mencoba menyampaikan permohonan sebelum dia meniup lilin-lilin itu. Selesai mengucapkan permohonan, dia meniup lilin-lilin itu bersama-sama dengan ayahnya.
"Selamat ulangtahun anakku" ucap ayah Alex sambil mencium kening Alex."Terimakasih yah. Aku sayang ayah," sambil memeluk erat tubuh ayahnya.
"Kau siap dengan semua kado-kadonya?."
"Tentu yah."
Pada malam itu, Alex dan ayahnya menghabiskan waktu bersama-sama. Seperti biasanya, tidak ada orang-orang lainnya yang turut hadir merayakan hari ulang tahunnya ini. Hanya Alex dan ayahnya. Dari tahun ke tahun mereka hanya merayakan ulangtahun mereka hanya berdua saja tanpa adanya penyihir lain dan manusia biasa.
Ayahnya Alex pada awalnya dengan sengaja membangun rumah mereka di pedalaman dekat hutan. Agar mereka terhindar dari kontak dengan manusia biasa. Dia tidak ingin sesuatu terjadi pada Alex. Sentuhan-sentuhan dari manusia biasa lah yang paling terpenting untuk dihindari. Dimana ayahnya Alex tahu bahwa disini bukanlah tempat mereka berasal. Suatu hari nanti, ayahnya akan membawa Alex kembali ke asalnya.
***
Hay...?? Hayy...?? Hayyy...??
YUHUUUY.. Kini kelanjutan ceritanya sudah di published. Maaf ya author tidak bisa publish hari Kamis. Soalnya tidak sadar kalau hari itu jatuh hari raya Nyepi bagi agama Hindu. Jadi mimin tidak bisa publish karena internet author dipadamkan hehe.
Sudah baca part 1 nya? Gimana?. Apakah ayahnya Alex akan tahu tentang pertemanan mereka berdua. Hehehe, ikuti cerita selanjutnya saja deh. Penasaran kan? #Iyapastidong
Btw, cerita akan di publish setiap hariĀ Kamis. Ditunggu ya part 2 nya yaa.. See you????
Note : Author sangat membutuhkan kritikan, pujian, dan saran untuk memperbaiki kualitas cerita. Jangan lupa tumpahkan itu semua di kolom [ komentar ], dan [ Like ], dan [ Vote ] ceritanya ya??.
#Jangan lupa share ceritanya dan jadikan reading list kalian ya??
Salam hangat dari Author = Love U All
Share this novel