"Akhirnya sampai juga!" Agis mengeluh ketika sampai dirumah, ia merasa lelah setelah 2 jam lebih menunggu Ayahnya dihalte.
"Assalamualaikum, Bu." Ayahnya kini memasuki rumah setelah memarkirkan mobilnya.
Ibunya Agis, Karie. Menyambut tangan suaminya dan langsung mencium punggung tangan itu. "Waalaikumussalam yah, kok lama banget pulangnya?"
"Tadi banyak kerjaan, terpaksa deh lembur." Harris mejawab pertanyaan Istrinya dengan singkat.
Sementara Agis langsung masuk kekamar dan mengganti seragamnya dengan kaos lengan pendek serta mengganti roknya dengan celana jeans panjang.
"Agis! Makan sini!" Karie berteriak memanggil anaknya. Karie dan Harris sekarang berada didapur hendak makan malam bersama.
"Iya bu, bentar!" Agis menyahuti panggilan dari ibunya sambil bergerak kearah dapur.
Ketiga orang itu sudah kumpul didapur ingin makan malam. Ibunya segera meletakkan masakan yang tadi ia masak kemeja makan.
Mereka bercanda sambil menyantap sop ayam buatan Karie. Sesekali Agis terbahak karena candaan dari Ayahnya. Sungguh pemandangan yang sangat menarik untuk dilihat.
"Gis tadi ada yang ngantar surat lagi." Agis berhenti tertawa, ia merasa tertarik dengan ucapan Ibunya.
"Dimana ibu simpan surat itu?" Pertanyaan Agis membuat Karie dan Harris menoleh keanak tunggal mereka.
"Ibu simpan dilaci belajar kamu, emang siapa sih yang kirim?" Karie berubah menjadi kepo-wati, ia menanggapi lawan bicaranya itu sambil sesekali merapikan meja makan yang menyisakan mangkok-mangkok kosong.
Agis jadi malu ditanyain begitu. Sumpah ini kali pertama Agis membicarakan hal yang berbau percintaan. "Gatau bu, tapi surat yang datang tadi ber-amplop biru kan bu?" Agis jadi tidak sabaran ingin sesegera mungkin membaca surat itu.
"Sepertinya begitu," Sahut Karie singkat. Sementara Harris hanya diam memainkan Handphone.
Agis melirik ke-Ayahnya. Ia bingung belakangan ini Ayahnya terlihat senyum-senyum sendiri jika melihat Handphone-nya. Palingan baca meme dewasa.
Karie sudah selesai merapikan meja makan. Ia mengarahkan agar Suami dan Anaknya masuk kekamar. Begitulah tradisi dikeluarga ini, makan malam lalu masuk kekamar. Tidak ada kegiatan lagi setelah makan malam.
Agis menuruti perintah Ibunya. Ia segera masuk kekamar. Ia teringat akan Envelope itu, dibukanya laci meja belajar yang berada tepat disamping tempat tidurnya.
Dan Envelope itu tergeletak disamping novel-novelnya. Agis mengambil Envelope biru itu, lalu membukanya perlahan.
"Surat yang kutunggu," entah mengapa Agis mencerna kembali ucapannya. "Sebentar, surat yang kutunggu? Sejak kapan aku menunggu surat ini?" Bertemu suratnya saja sudah berhasil membuat Agis senyum-senyum tak menentu. Apalagi jumpa sama penulisnya.
Aku semakin dekat denganmu.
"Haaaaa. Aku gak ngerti sama surat ini. Kenapa isinya sesingkat ini? Yang kutau biasanya surat ini sangat indah dengan kata-katanya. Entahlah, mungkin penulisnya kehabisan kata-kata untuk memuji kecantikan ku." Agis pasrah menerima kalimat singkat dari surat itu.
Tapi surat itu berhasil lagi membuat Agis senyum-senyum. Memang perempuan sangat mudah dibuat baper.
Tapi mengapa isi surat itu menjadi singkat? Surat itu berhasil membuat Agis memutar otaknya.
Siapa yang dekat denganya saat ini? Rere, gak mungkin masak Rere lesbi sih.
Kalau bukan Rere jadi siapa? Setau Agis, Rerelah yang dekat denganya saat ini. Tapi gak mungkin Rere yang ngirim surat itu. Rere saja sudah punya pacar.
Mari bantu aku memecahkan misteri ini.
***
Bel masuk sudah berbunyi 20 menit yang lalu. Sementara Agis masih didalam angkot.
Agis terlambat.
Setibanya Agis didepan gerbang ia ragu untuk masuk, karena ia melihat dari celah gerbang, siswa-siswi yang terlambat sedang dihukum lari keliling lapangan basket.
Mereka yang telat sedikit aja dihukum seperti itu. Apalagi Agis yang terlambat hampir 30 menit.
Agis melihat sekelilingnya, sepi. Tidak adalagi murid yang mau masuk kesekolah. Ia tau kalau pelajaran dikelas pasti sudah dimulai.
Agis kebingungan, dipikirannya hanya ada dua pilihan. Balik kerumah tapi dimarahi Ibunya atau masuk kesekolah tapi dihukum.
Asal kalian tau ya, selembut- lembutnya Karie bukan berarti dia tidak pernah marah. Karie pernah marah besar sama Putrinya ketika Agis yang masih SMP ketahuan bolos ke mall. Agis gak mau itu terulang lagi. Intinya dia gak mau balik kerumah ataupun bolos.
Tapi apa iya Agis sanggup lari keliling lapangan basket. Setau Agis yang terlambat biasanya dihukum 5 kali putaran. Aduh, bisa-bisa luntur make-up Agis. Ntar kalau dah luntur mana ada yang mau dekat-dekat sama dia. Kalau gak ada yang mau dekat sama dia, bisa-bisa dia di-cap jones lagi sama Rere. Pilihan yang membingungkan.
Balik apa masuk?
Akhirnya dia memutuskan untuk balik kerumah dengan risiko dimarahi Ibunya.
Agis memang goblok. Masa iya rela di marahi orang tuanya cuma karena gak mau di-cap jones sama Rere. Agis...Agis... gak tau deh cara berpikir kamu.
Agis masih berdiri didepan gerbang. Sampai seseorang yang memecahkan keheningan dipagi itu. "Ngapain disitu?" Sapa Sehan, seniornya Agis.
"Eh," Agis tersentak. Ia menoleh kesamping, kearah Sehan. "Telat Kak, kalau Kakak kenapa baru sampai juga." Didepan cowok ganteng aja baru bicaranya sopan, coba kalau sama Rere.
"Iya tadi ada urusan OSIS, yaudah yuk ikut Kakak! Dari pada kamu disitu kepanasan, nanti cantiknya bisa hilang. " Rayu Sehan. Sementara Agis menggoyang-goyangkan tangannya yang menggantung disamping pinggang karena tersipu malu digoda Sehan.
Sok cantik kamu Gis.
Agis meng-iyakan perintah Sehan. Ia langsung naik keatas motor Sehan sambil memeluk pinggang Sehan, agar guru mengira kalau mereka benar-benar sudah berdua dari tadi.
Sehan masuk kesekolah dengan santai. Sebagai ketua OSIS jelas nama Sehan sangat dihargai.
Ketika masuk, mereka sempat ditanyai guru piket. Tapi Sehan menjawab kalau Agis tadi ikut dengannya kepercetakan.
Sekolah mereka memang lagi berencana mengadakan pentas seni. Jadi sebagai ketua OSIS, Sehan diperintahkan untuk mengurus segala keperluan dalam pentas seni itu. Mulai dari undangan wali murid, sampai semua property untuk pentas seni.
Akhirnya Agis lolos masuk kesekolah tanpa harus dihukum.
"Makasih kak." Ucap Agis ketika diperjalanan kekelas. Kak Sehan menanggapinya dengan senyuman saja.
Agis gak akan lupa sama hari ini. Hari pertamanya ditolong sama Sehan, ketua OSIS disekolah mereka.
Agis diantar kekelas sama Kak Sehan. Entah apa yang dibicarakan Kak Sehan dengan Pak Joga, intinya Agis bisa masuk kekelas tanpa hambatan sedikit pun.
Sebelum keluar dari kelas Agis, Kak Sehan sempat melambaikan tangannya ke Agis. Agis yang baru duduk membalasnya dengan senyuman yang dipunya.
Jarang-jarang lo Agis senyum sama cowok. Cuihhhhh.
Agis masih melamun sambil senyum-senyum sendiri dibangkunya. Pak Joga yang melihat tingkah Agis menjadi geram, karena merasa tidak dihargai.
Dan spidol ditangan Pak Joga sekarang melayang mengarah kekepala Agis. "Aduh." Agis reflek mengusap-ngusap rambutnya. Ia masih belum sadar kalau mata Pak Joga yang mengarah ke dia sudah membulat sebulat anu.
"Kembalikan spidol saya!"
Agis langsung mencari-cari dimana letak spidol itu. Ia meneliti seluruh bagian lantai, tapi yang dicarinya tidak ada juga.
"Mana? Cepat cari!" Sementara Pak Joga masih berkacak pinggang didepan sana.
Agis pusing tujuh keliling. Baru saja dapat karma baik berjumpa Kak Sehan didepan pagar. Eh masuk kekelas malah dapat karma buruk.
Agis pasrah. Ia tau, setelah ini Pak Joga pasti akan menghukumnya. Pak Joga lain sama yang lain, disaat semua guru menghukum dengan hukuman yang membutuhkan kekuatan fisik. Pak Joga malah menghukum dengan hukuman yang menguras mental.
Agis pernah lihat anak kelas sebelah dihukum nari seperti monyet keliling kelas, bukan hanya itu, malah Pak Joga nyuruh untuk kutip sedekah sekalian, emangnya topeng monyet.
Kalau itu terjadi sama Agis gimana? Aduh bisa-bisa Folowwers Agis turun lagi. Ampun dech Gis.
Entah kenapa sekarang mata Agis bergerak kearah paha Satya, Agis mau liat apa?
Ahaaaa, Itu dia spidolnya.
Alhasil otak mesum Agis membuahkan hasil. Ternyata spidol itu jatuh tepat diantara kedua paha Satya.
Agis ragu-ragu mengambilnya. Dilain sisi, jantung Satya bergetar hebat. "Eh, itu!" Agis menunjuk-nunjuk letak spidol itu.
"Apa?" Balas Satya sambil menulis, pura-pura tidak tahu.
"Itu! Ambilin dong!" Lagi-lagi telunjuk Agis menunjuk-nunjuk keitu.
"Males ah." Yaelah nicowok modusnya gile banget.
Pak Joga tidak tahan menahan emosinya. "Agis mana spidolnya? Waktu bapak terbuang cuma gara-gara kamu!"
"I...ini pak." Agis buru-buru mengambil spidol itu. Ia melawan keraguannya demi menghindari hukuman Pak Joga.
Satya yang melihat tingkah anak itu menahan tawanya entah sudah berapa menit. Modusnya berhasil, walau cuma kesenggol 2 detik, yang penting ia berhasil buat dapetin sentuhan pertama cewek itu. First touch kalau bahasa inggrisnya.
Dengan perasaan malu, Agis maju kedepan memberi spidol hitam itu ke Pak Joga. Setelah memberi spidol, Agis kembali ketempat duduknya dengan perasaan yang tak karuan.
"Gimana?" Tanya Satya begitu Agis duduk disampingya.
"Apanya?" Balas Agis pura-pura tidak paham maksud pembicaraan Satya.
"Itunya!"
"Is, ntah apa-apa." Sebenarnya Agis males nyahuti Satya. Tapi entah kenapa aura Agis terpanggil untuk bicara sama cowok modus itu.
"lo pengen lagi kan?" Goda Satya.
"Yang dibelakang kenapa berisik lagi? Belum puas dilempar spidol?" Percakapan mereka langsung terhenti ketika Pak Joga menegur mereka.
Akhirnya mereka kembali fokus kepelajaran Fisika yang dibawa oleh Pak Joga. Pak Joga yang sedang serius mengajar tiba-tiba dikagetkan oleh Siswi yang tiba-tiba masuk kekelasnya.
"Pak, pak. Kelas sebelah pak!" Siswi itu bicara sambil ngos-ngosan. Ia memegangi lututnya karena kelelahan berlari. Semua murid yang dikelas bertanya-tanya dalam hati.
"Kenapa kelas sebelah? Tolong bicara yang tenang!" Pak Joga berusaha menenangkan Siswi itu. Tapi tetap aja belum berhasil.
"A...da... yang... kesurupan pak!"
Tanpa diintruksi dua kali Guru Fisika itu langsung berlari kekelas sebelah. Tapi sebelum ia lari, ia berpesan agar jangan ribut selama ditinggal.
Sepertinya perintah Pak Joga tadi hanya sebatas ucapan. Pasalnya kelasnya tetap aja ribut, Agis memanfaatkan kesempatan ini untuk merias wajahnya agar tetap cantik.
Rere membalikkan badan kebelakang agar lebih mudah berbicara dengan Agis.
"Gue bete nih!" Rengek Rere seperti anak kecil.
"Kenapa? Gado lagi?" Agis kali ini mengoles bibirnya dengan lipstik merah muda.
"Ya gitu deh," Mata Rere tiba-tiba bergerak seperti meng-kode sesuatu. Tak hanya matanya, mulutnya juga ikut-ikutan.
Agis masih belum menyadari gelagat aneh temannya itu. Akhirnya Agis sadar setelah disikut oleh Rere. "Apaan sih Re?" Ia masih bingung.
Mata dan mulut Rere tidak berhenti meng-kode sampai akhirnya Agis mengikuti arahan dari temannya itu.
Ia melirik kekanan.
Dan......
"Eh matiin tuh hp!" Agis kaget. "Kalau mau nonton jangan disini, gue jadi gak fokus."
"Gak fokus gimana?" Bukannya dimatiin malah sekarang hpnya dinaiki keatas meja. "Yuk nobar!"
"Gile banget lo. Gue, lo suruh nonton yang beginian. Ogah!" Tolak Agis, sambil melirik-lirik kelayar hp Satya.
Satya memperhatikan keanehan dari cewek itu. "Lirik-lirik gak puas lo."
Agis malu karena tertangkap basah melirik-lirik. Ia lalu mengambil hp itu, dan langsung menekan tombol off.
"Jangan dilihat kalau disekolah!" Nada kekesalan terdengar dari ucapan Agis.
"Jadi kalo dirumah boleh?"
"Boleh, intinya kalau disekolah jangan!"
"Oke, kapan-kapan lo gue ajak nonton dirumah!" Agis terdiam, perkataan Cowok itu memang tidak sepenuhnya salah.
***
Suasana kantin kali ini sepi. Mungkin karena semua murid takut kesurupan masal, jadinya mereka mengurung diri dikelas sambil mengaji.
Beda dengan Agis dan Rere, mereka malah santai-santai seperti biasanya. Karena setahu Agis yang namanya hantu itu gak ada, mungkin karena Agis belum pernah lihat hantu sepanjang hidupnya.
Lagian bisa ajakan murid itu pura-pura kesurupan, biar dapat perhatian. Memang dizaman sekarang kita harus pandai memikirkan cara agar diperhatikan.
Agis dan Rere memilih duduk dipojok kanan dari kantin. Sebelum mereka duduk seperti ini, mereka memesan jeruk peras dahulu sama Mpok Ijem.
"Re mulai sekarang kesepakatan lo akan gue tagih!" Kata Agis begitu pantatnya mendarat dikursi kantin.
"Kesepakatan apa?" Rere masih belum mengerti apa yang dikatakan Agis. Dasar Rere, manis-manis gablek.
"Lo lupa? Padahal baru kemarin gue ngomong ke lo."
Rere berusaha mengingat tapi masih aja belum ingat.
"Coba inget kenapa gue semalam traktir lo!" Agis kembali membantu Rere mengingat kesepakatan mereka semalam.
"Oh yang itu, iya...iya gue dah inget."
"Bagus deh kalau gitu. Menurut lo kita mulai dari mana?" Sambung Agis sementara Mpok Ijem datang membawa pesanan mereka.
Mereka mengucapkan terimaksih dan Mpok Ijem membalas dengan kata sama-sama.
"Oke. Gue mau nanya dulu ke elo. Kemarin ada Envelope yang datang gak?" Rere berkata serius sudah seperti profesor.
"Lo ko tau? Atau jangan-jangan bener tebakan gue kalau lo yang ngirim!"
"Amit-amit." Rere geleng-geleng kepala. "Gue itu nanya ke lo Agis, bukan kasih pernyataan. Lagian kenapa juga lo bisa berpikiran kayak gitu."
"Mana tau ya kan." Diseberang sana Rere merasa jijik setengah mati. "Iya deh. Semalam memang ada Envelope yang datang ke gue."
"Isinya apa?"
"Isinya kayak gini, Gue semangkin dekat sama lo." Jelas Agis.
"Sesingkat itu?"
"Iya, gue aja bingung kenapa isinya sesingkat itu. Gak seperti biasanya." Jelas Agis sekali lagi.
"Selama Envelope itu datang ke lo, lo pernah gak coba balas tu Envelope?
"Belum."
"Sebagai langkah awal, lo harus balas Envelope itu. Langkah selanjutnya entar gue kasih tau." Saran pertama Rere sepertinya akan dicoba Agis. Pasalnya gak ada salahnya juga dia balas Envelope itu. Semoga langkah awal ini bisa membantu.
"Keren juga ide lo, gak sia-sia gue traktir lo kemarin." Agis manggut-manggut dengan kedua jarinya yang masih menempel didagu.
"Pastikan balas dengan kata-kata manis."
***
|
|
|
|
|
|
Jangan terlalu banyak berharap. Aku cuma mengingatkan.
Share this novel