1. Sok Cantik

Romance Series 174

"Re, gila Re. Orang itu ngirimin aku surat lagi." Kepanikan terpampang jelas dari wajah Agis ketika ia menerima amplop putih pagi tadi.

"Trus," Rere yang sedang duduk dikantin dengan Agis, menganggap itu hal yang biasa.

"Is, masa tanggapan lo gitu sih." Agis merasa kecewa karena curhat dengan orang yang salah.

"Jadi mau gimana lagi sih,gis." Rere menoleh kelawan bicaranya. "Ya menurut gue itu sih wajar. Soalnya lo kan lumayan." Sambung Rere dengan sesekali menyesap orange juice yang baru mereka beli.

"Lumayan apanya?" Balas Agis sambil mengibaskan rambutnya kekanan kekiri. Sok cantik.

"Jangan sok cantik lo. Gue itu bilangin barang lo, bukan mukak lo." Wajah Agis seketika menciut kayak tomat yang udah 4 hari dibuang ketong sampah. "Untungnya barang lo gak rata, jadi wajah lo tertupi sama tu barang."

"Iya deh iya," Agis malu-malu karena dipuji temannya. "Tapi kan Re, kali ini suratnya itu beda." Wajah Agis berubah menjadi serius persis seperti seorang ilmuan yang gagal dalam percobaanya.

"Beda apanya?" Rere tidak terlalu menghiraukan apa yang dikatakan Agis. Rere terkadang malah membalas senyum orang yang sedang menyapanya. Entah sudah berapa kali ia senyum, intinya senyuman Rere manis sekali. "Alah palingan tu pengirim surat pengangguran. Gak ada kerjaannya." Rere kembali menyesap minuman dihadapannya.

"Soalnya di belakang envelope tadi dia itu tulis inisialnya." Agis pun menceritakan amplop yang tiba dirumahnya pagi tadi.

"Serius?"

"Duarius," Agis membalas dengan keyakinan yang penuh. "Kalo gak salah sih inisialnya S, jadi gue itu ngomong ini ke lo, karena gue pingin lo bantuin gue!"

"Bantuin," tiba-tiba Rere tersedak, lalu ia kembali melanjutkan kalimatnya. "Ogah ah." Rere menolak permintaan Agis mentah-mentah. Tapi bukan Agis namanya kalo gitu aja udah nyerah.

"Plissss." Wajah Agis mirip seperti anak bayi yang minta ASI sama ibunya.

"Atas dasar apa gue bantuin lo? Kalo lo bisa jelasin ke gue, kenapa Rere yang cantik ini harus bantu lo, maka princes Rere akan membantu!" Tantang Rere yang mulai sama kayak Agis, sok cantik.

"Pertama, sicowok berinisial 'S' itu nantangin gue. Katanya dia mau ngasih apa aja yang gue minta. Ya........ gue kan mau gitu dapet tas impor dari paris, ntar lo gue kasih bagiannya deh." Jelas Agis meyakinkan Rere agar mau membantunya.

"Alasan kedua?" Rasanya alasan pertama Agis belum bisa membuat Rere membantunya. Rere perlu satu alasan lagi yang dapat membuatnya berubah pikiran.

"Alasan kedua, gue itu penasaran banget sama tu cowok. Pasalnya setiap dia nulis surat ke gue kata-katanya dalem banget. Menurut gue sih tu cowok ganteng, karena cuma cowok ganteng yang bisa nulis kata-kata indah disurat. Itu sih pendapat gue." Alasan kedua ini sepertinya masih belum bisa membuat Rere berubah pikiran.

Tapi Agis meyakinkan sekali lagi dengan alasan ketiganya. "Nah alasan terakhir, dia itu bilang ke gue, kalau misalnya gue berhasil mengungkap siapa dia, dia itu mau jadi pacar gue." Walaupun alasan ketiga ini gak masuk akal, tapi menurut Agis alasan ketigalah yang membuatnya sangat penasaran sama tu pengirim Envelope.

"Ih murahan banget si lo, kalok iya mukanya kayak Jefri nichol, kalok mukakknya kayak kiwil lo masih mau?" Rere terbahak-bahak sampai perutnya sakit karena terlalu banyak tertawa.

"Is, jangan sampe lah." Agis menepuk-nepuk dahinya. "Tapi lo mau kan bantu gue?" Agis kali ini menunggu kepastian Rere, soalnya kalau Rere gak mau bantu rencana dia buat mengungkap tokoh dibalik envelope itu. Rencananya pasti gak terwujud. Toh kalau gak terwujud Agis pun pasti gak jadi dapat tas impor dari Paris yang selama ini menjadi impiannya.

"Iya deh gue bantu. Tapi ada satu syarat!" Rere akhirnya merubah pikirannya, tapi dia mau bantu kalau misalnya Agis memenuhi syaratnya.

"Syaratnya apa? Plisss jangan susah-susah ya syaratnya!" Agis takut karena kalau syarat dari Rere gak terpenuhi, pasti Rere gak mau bantu dia.

"Syaratnya....." Rere bermain teka-teki. "Syaratnya lo harus bayar semua yang udah gue makan dari tadi."

"Itu doang syaratnya, gak papa deh relain uang duapuluh ribu, toh nanti nih uang terganti sama tas mewah dari Paris." Agis mengiyakan permintaan Rere. Dengan segera ia membayar apa saja yang dibeli Rere kepada Mpok Ijem, penjaga kantin disekolah mereka.

Setelah menghabiskan seluruh pesanannya. Rere dan Agis pun kembali kekelas, karena bel sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu.

Sesampainya dikelas mereka dihukum Pak Joga untuk berdiri didepan pintu, karena mereka terlambat masuk.

Agis berkata dalam hati sambil berjalan kearah pintu. "Apa cobak yang gak ku lakuin demi kau. Demi kau aku rela habisi duapuluh ribuku. Dan demi kau juga aku rela dihukum kayak gini. Tengok aja kalau kau sempet nipuin aku. Ku suruh kau cukur bulu ketiakku."

***

"Gara-gara lo ni gis," Rere mengeluh kelelahan karena tadi di hukum sama Pak Joga.

"Iya, iya gue minta maaf. Lagian kapan lagi cobak kita dihukum berdua kayak gini." Agis merasa tidak bersalah.

"Gue gak mau tau pokoknya lo harus traktir gue lagi pulang nanti." Rere meminta imbalan karena ulah Agis dia sampai dihukum kayak gini.

"Habis dong duit gue." Agis kesal karena kalau misalnya dia traktir Rere sekali lagi pasti ujung-ujungnya Rere ketagihan. Nah kalau udah ketagihan pasti minta yang lebih. Kalau udah minta yang lebih, hidup Agis pasti brantakan.

Mereka pun berdebat sampai sesuatu yang membuat perdebatan mereka usai.

"Selamat siang anak-anak." Buk Endah tiba-tiba nyelonong masuk kekelas. Tanpa dikode dua kali, seluruh siswa-siswi dikelas itu kembali ketempat masing-masing.

Banyak sekali kelompok-kelompok yang tercipta dikelas Agis dan Rere. Mulai dari gosip squad, kalau disini umumnya cewek tapi ada juga sebagian yang cowok.

Trus ada juga namanya Smart Group, kalau disini sih rata-rata orang yang culun. Kalau ini grup yang pasti bukan untuk Agis dan Rere.

Dan satu lagi, ada namanya Alim Men, bukan yang merek mie instant itu ya.
Kalau disini sih kumpulan anak cowok. Ya tau lah kalau anak cowok udah ngumpul, yang diceritakan pasti tentang anu-anu. Mulai dari Jepang lah sampe ke tante-tante.

Kembali lagi ke awal.

"Siang buk," seluruh murid kompak menjawab sapaan Buk Endah.

"Oke, maaf hari ini Ibu masuknya agak telat, karena tadi ada rapat mendadak dikantor." Setelah menyampaikan sepata-kata entah kenapa Buk Endah menggoyang-goyangkan pergelangan tanganya, seperti memanggil orang. "Sini, masuk."

Rupanya benar Buk Endah sedang memanggil orang. Dan sekarang orang yang dipanggilnya sudah masuk kekelas, karena telah menerima sinyal dari Buk Endah. "Dan untuk menggantikan rasa kecewa kalian karena Ibu telat masuk," Padahal kalau Buk Endah beneran tidak masuk, mereka bukannya kecewa malahan mereka kenduri 7 hari 7 malam menyambut kelas kosong.

"Ibu membawa yang kinclong-kinclong pagi ini." Kinclong? emang lantai. "Sekarang kamu dipersilahkan memperkenalkan diri."

Nih cowok lumayan lah. Tapi kalau dilihat dari tampilannya kayaknya ni cowok brandal. Liat aja orang pakaiannya aja kusut kayak gitu. Ni cowok yang pasti bukan tipenya sih Agis deh. Lagi-lagi si Agis sok cantik, padahal belum tentu itu cowok naksir sama dia.

Cowok itu akhirnya memperkenalkan diri. "Kenalin nama gue, Satya."

Oh namanya Satya. Agis hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, sesekali ia juga memainkan penanya.

"Sudah cukup Satya?" Bu Endah bertanya ke Satya. Bu Endah sedikit bingung karena Satya hanya memberitahu namanya, ini mah bukan perkenalan diri namanya.

"Menurut Ibu?" Satya menjawab pertanyaan Buk Endah dengan pertanyaan lagi.

Sementara Agis mengumpat dalam hati. "Masih baru masuk, dah keliatan songongnya, emang dia kira dia itu siapa."

Bu Endah hanya terdiam sejenak, lalu melanjutkan kalimatnya. "Ya sudah kamu bisa duduk dibelakang sana," Bu Endah menunjuk kearah belakang. "Disamping Agis."

"Apa? dia duduk sama gue." Agis kaget bukan main, kagetnya bahkan melebihi jenazah yang sedang dicabut nyawanya. "Mampus, bisa-bisa gue gak bisa belajar ni."

Rere yang duduk didepan Agis senyum-senyum menahan tertawa. Sebagai temannya Agis, dia tau kalau Agis pasti jijik banget duduk berdua sama cowok kayak Satya.

"Lo kira gue mau duduk sama lo." Satya mengucapkan kalimatnya ketika sudah duduk dengan Agis.

Sepertinya perdebatan mereka belum berakhir sampai situ saja. Bahkan sampai pulang pun perdebatan mereka masih belum reda.

"Cowok banci kayak lo gak perlu diladeni." Dengan seenaknya Agis mengatai Satya.

Bukannya diam malah Satya membalas ejekan Agis dengan santai. "Cewek sok cantik kayak lo juga gak perlu diladeni." Agis mematung setelah mendengar ucapan Satya. Sementara Satya melewati Agis menuju keluar kelas.

Sok cantik? Dari mana dia tau.

Sebenarnya Agis juga menyadari sikapnya selama ini. Ia juga tau kalau orang-orang sering mengatainya seperti itu.

Tapi Satya tau dari mana? Padahalkan Satya baru pertama kali masuk kekelas Agis.

Entahlah. Mungkin karena aku memang cantik (lagi-lagi Agis sok kecantikan).

"Lo kenapa lagi gis?" Rere kembali lagi kekelas karena ada yang tertinggal. Tapi ia terlihat bingung sama ulah Agis yang berdiri layaknya patung.

Lagian ngapain pula si Agis masih didalam kelas, sementara yang lain sudah pada pulang.

Agis tersentak. "Eh," lalu menyambung kalimatnya. "Untung lo kesini. Kalau sempet gak, kayaknya gue besok paling cepat datang kesekolah." Mana mungkin. Emang Agis tahan semalaman mematung kayak gitu. Mana sekarang perutnya lapar lagi.

"Lama-lama gue bisa ikut gila juga kalau berteman sama lo." Rere merasa kesal.
"Udah gih, kita pulang." Agis dan Rere akhirnya keluar kelas. Mereka berjalan ber-iringan sampai kedepan gerbang sekolah.

Ketika sampai gerbang, ternyata pacar Rere sudah menunggu. Dengan terpaksa Agis pulang sendiri, dengan kendaraan pribadinya, Angkot.

Agis duduk sendiri di Halte. Halte sepi tidak seperti biasanya, mungkin karena Agis kelamaan jadi patung didalam kelas.

Angkot kebanggaan Agis belum muncul juga. Dengan terpaksa Agis berjalan ke Halte utama yang jaraknya sekitar 500 meter. Karena setau Agis disana banyak sekali angkot. Melebihi koloni Semut, lebay.

Ketika Agis menempuh separuh jalannya. Ia melihat sosok yang tak asing sedang duduk berdua dengan cewek, dibalik pagar bunga yang ada disudut jalan.

Astaga. Itu Satya kan, Si cowok tengil yang bikin Agis jadi jalan kayak gini. Dia sama siapa tu. Kok pegang-pegangan gitu. Aduh ni cowok memang gak ada otaknya. Malah sekarang bibir mereka udah nempel lagi.

Seandainya gue yang di posisi itu  kayaknya gak bisa nolak juga (Agis menghayal). Liat aja cara Satya buat tuh cewek jadi bergairah.

Astaga..... kok gitu pikiranmu gis..

Ya, walaupun cowok itu songong, tengil, dan brandal setidaknya ia memiliki wajah yang lain lah dari penjahat lainnya. Cukup lah untuk kriteria Agis.

"Kesempatan ni!" Agis mengeluarkan smart-phonnya lalu cekrik, tiga poto pun langsung tersimpan digalerinya.

Eh, eh, eh Satya kok berkelahi gitu ya. Malah Satya ditonjok sampai jatuh lagi. Sebenarnya gak tega juga sih lihat Satya digebukin kayak gitu. Eh ceweknya malah pergi lagi. Apa yang terjadi sih?

Untung saja disitu banyak warga. (Agis berucap dalam hati).

Perkelahian antara Satya dan Orang tak dikenal pun berhasil dilerai oleh para warga. Satya lalu pergi dengan motornya meninggalkan warga yang melerainya tadi.

Agis lalu kembali melanjutkan perjalanannya untuk pergi ke Halte utama. Ia pura-pura tidak tau ketika Satya dan motor melintas melewatinya.

Sebenarnya Agis juga berpikir dalam hati. Buat apa coba dia sampai kepoin sih songong itu. Tapi hatinya berkata, ada saatnya rasa penasaran yang ada itu akan berguna. Dan foto itu juga akan berguna pada waktunya.

Dan Dalam hati ia juga berpikir lagi, kenapa tadi si tengil itu sampai digebukin? Ia malah menjawab sendiri pertanyaannya, alah palingan tuh cowok juga Perebut Perempuan Orang, dasar Pepeor.

Setibanya di Halte, angkot yang akan dinaiki Agis tidak ada juga. Mungkin angkotnya lagi sholat berjamaah.

Terpaksa Agis menunggu jemputan Ayahnya, sore nanti. Sambil menunggu, ia terkadang memainkan HP-nya. Sesekali juga ia melihat foto Satya dengan pacar siri-nya yang sedang bercumbu.

Hari yang melelahkan. Sekaligus menyenangkan untuk dilewati.

                              ***
                                |                                         
                                |
                                |
                                |
                                |
                                |
                                |
                                |

                Tidak sebatas teman

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience