Chapter 1 - The Best Day of Bianca Spencer

Romance Series 1025

Author's POV

Bunyi alarm yang berasal dari jam weker di samping tempat tidur membangunkan diri Bianca yang masih ingin bergulat di dalam selimut tebal miliknya. Hari ini adalah hari yang ditunggu, karena dia akan pergi untuk interview pekerjaan sebagai fotografer tetap.

Bianca menggeliat dan mencoba untuk mengumpulkan seluruh nyawanya, namun masih dalam posisi berbaring dengan kepala yang menghadap ke arah langit-langit kamar.

"Kenapa gue deg-deggan gini?" gumamnya sendiri sembari meletakan telapak tangan tepat disebelah jantungnya berada.

Entah karena efek minuman alkohol yang semalam ia minum bersama sahabatnya yang bernama Vidia atau karena belum siap untuk bertemu HRD, jantung Bianca di dalam sana sudah mulai berdetak sangat kencang bahkan bunyinya bisa ia dengarkan.

Bianca menggeleng pelan lalu mengusap wajah. "Lo pasti bisa, Bian! Fighting!" ucapnya mengepalkan tangan dan kemudian gadis itu beranjak dari tempat tidur untuk pergi ke kamar mandi, membersihkan dirinya dari noda-noda manis di wajah, lalu berpakaian rapi selayaknya interviewer biasa.

•••

"Good morning everybody!"

Sapa Bianca saat turun dari kamar dengan raut wajah ceria pada mama dan juga adiknya yang sudah duduk di atas bangku meja makan dan bersiap untuk makan pagi. Tidak lupa Bianca mendaratkan ciuman ringan di pipi sang mama, lalu setelah itu ia duduk di depan Nara.

"Semangat banget. Iye dah, yang mau jadi tukang fotonya New Hope Club," sahut Ashton sembari memakan roti isi miliknya.

"Harus semangat dong! Susah tau cari kerja jadi fotografer tetap." ucap Bianca mengolesi selai cokelat di atas roti lalu melahapnya dengan nikmat.

Liora tersenyum manis, "Semoga kamu diterima kerja ya, kak. Kalo sudah kerja kamu bisa nabung buat lanjutin kuliah."

Bianca menggeleng sekilas. "Bian ga bakal lanjut kuliah, mah. Biar Ashton aja yang lanjutin kuliah, aku lebih senang kerja kaya gini,"

Lantas kegiatan makan pagi Liora pun terhenti karena mendengar ucapan anak pertamanya barusan. "Kamu ga ingat pesan almarhum papa, Bi? Kamu juga harus lanjutin pendidikanmu, Bianca." kata Liora dengan tenang menatap lurus Bianca.

"Tapi mah, pendidikan Ashton jauh lebih penting. Aku bisa kok gap year setelah Ashton selesai kuliah, yang penting sekarang ini aku bisa kerja dan ngumpulin uang."

Semenjak kematian sang ayah lima tahun lalu yang diakibatkan oleh serangan jantung mendadak, Liora dengan tegar dan kuat menggantikan posisi suaminya menjadi kepala keluarga untuk mencari rejeki bagi kedua anaknya.

Kini setelah Bianca sudah selesai menamatkan sekolah menengah atasnya satu tahun lalu, gadis cantik itu bertekad untuk tidak melanjutkan pendidikannya dan malah memutuskan untuk menggantikan peran sang ibu sebagai tulang punggung keluarga mereka. Bianca berpikir, bahwa Liora sudah tidak muda lagi dan inilah saatnya untuk membuktikan pada sang mama bahwa ia juga bisa mencari nafkah sendiri.

Bianca hanya tidak ingin kehilangan orang yang ia sayangi lagi setelah papanya meninggal. Lagipula, usia Bianca sudah menginjak sembilas tahun dan gadis itu pikir di usia produktif seperti saat inilah ia harus bangkit dan mulai menggapai cita-citanya sebagai seorang fotografer professional dengan melamar pekerjaan sana-sini.

"Kalau itu memang sudah keputusanmu, mama tidak berhak ikut campur. Cuman, mama hanya ingatkan saja pesan papamu sebelum dia meninggal. Kamu masih ingatkan?" ucap Liora kini tersenyum lembut.

Sejujurnya, sekarang ini Bianca ingin menangis karena teringat amanah terakhir sang papa sebelum dipanggil Yang Maha Kuasa dengan mengatakan jika Bianca harus lanjut sekolah hingga ke perguruan tinggi bagaimana pun caranya.

Tapi karena faktor ekonomi yang membuat Bianca harus menundanya terlebih dahulu, jadilah keinginan papanya belum bisa ia penuhi.

"Iya, mah. Bian ingat kok, mama tenang aja. Aku pasti bakal lanjut kuliah."

Kalau situasi dan keuangannya memungkinkan. batinnya miris dalam hati.

"Ekhem," Deheman dari Ashton memecahkan suasana canggung antara kakaknya dan mama, membuat kedua wanita Spencer tersebut tersadar akan lamunannya masing-masing. "Mah, Ashton boleh bungkus roti isinya buat bekal makan siang di sekolah ga?" tanya Ashton pada Liora dan sang mama pun mengangguk.

Liora lantas berdiri dari tempat duduknya dan beranjak untuk mengambilkan satu kotak bekal berukuran sedang di dalam lemari perlengkapan dapur. Saat melihat Liora pergi ke dapur, Ashton mencondongkan sedikit badannya dan berkata seperti ini pada kakaknya, "Lo ga usah pikiran gue kak. Fokus aja sama kerjaan lo. Setelah dapat gaji dan bisa nabung, lo daftar ke universitas impian lo."

"Tapi, Ash gue-"

"Lo mau papa bangkit dari kubur terus marah-marah sama mama, cuman karna lo ga mau lanjut kuliah?"

Kalimat konyol namun terdengar serius itu sontak membuat Bianca diam sejenak dan Nara kembali melanjutkan ucapannya, "Gue tahu, lo pengin banget lanjut kuliah, 'kan? Makanya lo mati-matian cari kerja kaya begini,"

"Sok tau banget teripang!" Bianca menyangkal. Padahal jauh didalam hati kecilnya sana, ia sangat membenarkan ucapan adiknya barusan.

Ashton tersenyum mengejek. "Ck, lo ga pinter bohong kak. Udalah, mending lo pikiran mateng-mateng lo mau lanjut kuliah biar bisa ngewujudkan impian lo atau stuck disatu titik? Dengan lo punya gelar sarjana dan skill lo yang hebat itu, pasti bakalan lebih mudah dapat kerjaan yang lebih dari ini kak,"

Bianca termenung dan memikirkan perkataan Ashton. Adiknya memang berkata benar, tapi apa mungkin ia membiarkan sang adik menyerah akan mimpinya juga yang ingin menjadi seorang filmmaker terkenal?

Bianca sungguh tidak tega.

•••

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya seorang gadis berperawakan tinggi dengan porsi tubuh yang sangat langsing dan senyum manis tercetak jelas di wajahnya saat Bianca berjalan masuk mendekati meja resepsionis.

Bianca membalas senyum gadis yang ber-name tagg Caren tersebut.

"Ya, saya ingin bertemu dengan pak Nicholas Monroe karna hari ini saya ada interview pekerjaan dengan beliau atas nama Bianca Spencer." jelasnya pada Caren.

Seolah mengerti dengan ucapan Bianca, Caren lantas mengambil gagang telepon yang berada tepat di sebelah kanannya, lalu gadis bersurai pirang terang tersebut menyampaikan pesan yang baru saja ia dapat pada seseorang di seberang sana.

Setelah selesai, Caren lalu tersenyum sekilas pada Bianca dan menyuruh gadis itu untuk pergi ke lantai tiga tempat dimana ia akan di interview oleh pria yang bermama Nicholas.

"Terima kasih, mba Caren." ucap Bianca ramah.

"Sama-sama mba Bianca. Semoga interviewnya lancar dan berhasil!" Caren memberinya semangat dan kemudian Bianca berlalu pergi dari sana.

Ting! suara elevator berbunyi.

Di depan sebuah lift yang akan terbuka, tiba-tiba saja dari arah belakang tubuh Bianca ditabrak hingga sedikit oleng oleh seorang cowok bertubuh jangkung berkacamata hitam yang bertengker di hidungnya. Tanpa ada ucapan maaf, lelaki itu langsung masuk ke dalam lift dan menekan tombol close sehingga membuat Bianca masih tertinggal di tempat ia berdiri.

"Sialan tuh cowok! Nabrak gue ga pake minta maaf, malah dia yang naik duluan. Awas aja kalo ketemu lagi, gue jadiin sate kambing lo!"

Tentu saja Bianca kesal. Tiga menit ia menunggu lift tersebut, malah orang lain yang menaikinya duluan tanpa ada berniat untuk menunggunya masuk. Memang tidak ada sopan santun! pekiknya dalam hati.

Karena tidak ingin membuang aura positifnya yang sudah ia kumpulkan sejak bangun tidur, dengan perasaan sedikit jengkel dan mengatur napasnya Bianca kemudian menunggu lagi lift tersebut sampai ada orang yang turun yang ia bisa naik ke lantai tiga.

Bianca menarik lalu menghembuskan napasnya secara perlahan. "Tenang Bian, ga boleh esmosi. Nanti cantik lo bisa ilang, huuush~"

•••

"Jadi, kamu ini hanya punya pengalaman tiga bulan jadi fotografer kontrak di salah satu brand baju?"

Tanya seorang pria yang bernama Nicholas Monroe sembari memegang portofolio dan curiculum vitae milik Bianca. Nicholas merupakan Head Music Manager  yang dikhususkan untuk mengurusi para musisi yang bernaung di Prestige Management. Salah satunya ya New Hope Club. Grup trio yang sedang naik daun saat ini.

Di mata Bianca waktu pertama kali melihat Nicholas, pria itu sangat tampil fashionable dan sedikit terlihat feminim karena wajah putih mulusnya dilapisi make up tebal mirip seperti model Instagram kekinian yang sering dilihatnya.

Hingga pada saat bertemu dengan Nicholas, Bianca bingung ingin memanggilnya dengan pak, mas atau mba. Tapi untung saja Nicholas dengan ramah mengatakan kalau ia lebih senang dipanggil dengan sebutan mas.

"Iya, mas. Selain itu ada berapa kali juga saya kerja freelance jadi wedding fotografer, lomba street fotografer dan kegiatan terakhir dua bulan lalu saya ikut jadi panitia event musik bagian dokumentasi."

Nicholas mengangguk-anggukan kepalanya mengerti tanpa melihat Bianca. Kedua bola matanya masih terfokuskan dengan portofolio milik Bianca yang sangat menarik perhatian pria tinggi besar tersebut.

Sedangkan tanpa Nicholas sadari, Bianca yang duduk dihadapannya sangat gugup setengah mati hingga beberapa kali gadis cantik itu mengeluarkan suara dehaman canggung. Untung saja Nicholas masih terfokuskan dengan kegiatan meneliti setiap detail berkas-berkas penting yang dibawa oleh Bianca sebagai bahan pertimbangan.

Bianca gelisah. Rasanya ingin sekali ia menjatuhkan diri dengan melompat dari atas jendela lantai tiga lalu mendarat manis di aspal tanah Inggris. Tapi karena ingat ia masih banyak dosa dan mimpinya belum terwujud, jadi Bianca mengurungkan niat baiknya untuk terjun bebas dari gedung tinggi Prestige Management ini.

"Bianca," panggil Nicholas membuyarkan lamunannya.

"Iya, mas?"

Sesaat Nicholas terdiam dan Bianca hanya menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Di dalam hati ia berdoa, semoga saja kali ini semesta mengijinkannya untuk bekerja sebagai fotografer tetap agar bisa mengumpulkan uang.

Tapi jika pun ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, Bianca tidak akan kecewa. Setidaknya dia sudah berusaha semaksimal mungkin untuk sampai ke tahap interview.

Nicholas kemudian menyunggingkan senyum lebar pada Bianca. "Selamat Bianca Spencer, kamu diterima sebagai fotografer tetap bagian tim publikasi New Hope Club."

Seolah bumi berhenti berputar, Bianca reflek menganga tidak percaya dengan apa yang baru saja telinganya dengar. Tanpa menunggu waktu lama lagi, sekarang ia sudah resmi di terima kerja oleh perusahaan sekelas Prestige Management sebagai fotografer tetap yang nantinya hanya bertugas untuk membidik segala kegiatan New Hope Club selama mereka aktif tampil di panggung maupun di belakang layar.

Setidaknya, itu tadi adalah contoh kecil job desk yang dijelaskan oleh Nicholas sebelum memulai interview bersamanya. Bianca benar-benar beruntung hari ini!

Nicholas sempat tertawa melihat ekspresi wajah Bianca yang begitu lucu. Karena saking terkejutnya, mulut Bianca pun menganga lebar.

"Terima kasih, mas Nicholas. Saya senang bisa bekerja sama dengan Prestige Management." Bianca terharu, namun ia mencoba untuk tidak meneteskan air mata bahagianya di hadapan Manajer yang mewawancarainya ini. Tunggu sampai di rumah saja baru ia akan menangis sejadi-jadinya di depan mama dan Nara.

"Panggil aku Momon aja, Bianca. Kalo Nicholas kepanjangan nanti dikira orang kamu lagi manggil Nicholas Saputra. Haha."

Bianca tersenyum manis dan menganggukan kepalanya. "Iya, mas Momon. Sekali lagi terima kasih banyak ya, mas. Senang bisa bergabung di perusahaan ini."

"Tentu saja Bianca. Setelah melihat portofolio dan CV-mu, aku jadi ga ragu untuk menerima langsung tanpa pertimbangan fotografer professional seperti kamu."

Mendengar pujian dari Nicholas membuat wajah Bianca memerah malu. Padahal ia hanya fotografer biasa, belum bisa dibilang se-eksklusif itu. Tapi karena dia memang pintar dalam menata berkas-berkas portofolio serta keahlian dalam mengambil gambar yang ia sudah ia pelajari sejak kecil, semua hasil foto-foto Bianca memang terlihat seperti seorang professional.

"Besok kamu sudah bisa mulai kerja ya, Bianca. Masalah jadwal, nanti secepatnya akan aku kirim melalui email. Btw, ada yang mau kamu tanyakan ga?"

Bianca memikirkan pertanyaan apa yang akan ia tanyakan pada Nicholas. Padahal tadi sudah ada yang muncul di kepalanya, tapi tiba-tiba hilang begitu saja saat Nicholas berkata bahwa ia langsung di terima kerja. Maklum, efek kesenangan otaknya pun langsung ngeblank seperti komputer yang mendadak tidak bisa bergerak.

"Oh iya, untuk masalah gaji ada yang mau kamu sampaikan ga? Sorry, aku lupa bahas soal itu." tanya Nicholas sekali lagi.

Bianca menggeleng kecil. "Tidak ada mas. Saya rasa nominal yang sebesar itu sudah cukup sebanding dengan pekerjaan yang nanti akan saya kerjaan. Dan untuk pertanyaan tadi, saya tidak mempunyai pertanyaan karena saya sudah cukup jelas dengan apa yang mas Momon paparkan barusan." jelas Bianca jujur dengan sopan santun.

Nicholas yang merasa puas dengan Bianca, lantas menjulurkan tangannya. "Senang bisa menerima kamu disini, Bianca. Welcome to Prestige Management."

Bianca pun langsung menyambut uluran tangan Nicholas dan menunjukan kurva lengkungan manis yang terpahat di wajah cantiknya.

"Terima kasih atas kesempatan wawancaranya pagi hari ini, mas Momon. Senang bisa bergabung dengan perusahaan ini juga. Saya harap, kita bisa menjadi rekan kerja yang baik."

•••

"Cie, udah dapet kerja. Selamat ya Bianca sayangkuuu." sahut seorang gadis cantik dengan surai coklat gelap yang duduk didepannya sembari memegang sekaleng bir beralkohol rendah.

"Iye, makasih! Awas lo jangan sampe mabok, ntar ga bisa balik ke dorm. Gue mah ogah nampung lo disini." Bianca memasukan satu sendok pasta ke dalam mulutnya. Liora dan Nara yang mendengar ucapannya barusan sontak terkekeh.

"Gue kuat kok, tenang aja bro!" Vidia kembali menegak bir tersebut.

Selepas pulang dari wawancara, Bianca langsung menangis meraung di rumah sendirian menumpahkan seluruh perasaan bahagianya hari ini karena telah diterima kerja sebagai fotografer tetap. Berhubung mamanya lagi pergi kerja, jadilah tadi pagi ia hanya menangis seorang diri lalu setelah itu ia menelpon sahabatnya Vidia dan memberitahu berita baik ini.

Vidia Oberon merupakan gadis cantik yang sudah menjadi sahabat satu-satunya Bianca sejak mereka masih duduk kelas satu SMP. Vidia memang sangat dekat dengan keluarga Spencer, makanya tidak jarang Liora mengundang Vidia untuk datang ke kediaman mereka jika keluarga Spencer sedang mengadakan suatu perayaan.

Berbeda dengan Bianca, saat ini Vidia tengah menempuh pendidikannya di salah satu universitas yang namanya sudah terkenal di dunia dengan mengambil jurusan Hukum. Dia bilang, dia ingin menjadi seorang pengacara bukan dokter gigi seperti profesi kedua orang tuanya.

Semua orang terlihat bahagia atas pencapaian Bianca. Makanya, malam ini Liora menyuruh Bianca untuk mengajak Vidia makan malam di rumah mereka karena untuk merayakan keberhasilan anak sulungnya mendapatkan pekerjaan.

"Lo beruntung banget, Bi. Gue iri sama lo! Bayangin aja coy, lo sekarang setiap harinya harus ngikutin tuh cogan-cogan. Mantap jiwanya lah pokoknya!" Vidia berucap dengan kedua jempol jarinya yang ia angkat membuat Bianca menyengir saja.

"Bener banget tuh, kak Vidia. Kak Bian ini cewek paling beruntung bisa dikasih kesempatan deket-deket sama cogan NHC. Cewek laen mah, kudu nabung dulu terus beli tiket konser baru bisa ngeliat mereka." sambung Ashton ikut menyetujui perkataan Vidia.

Bianca mendecih. "Lu berdua sama aja ya? Gue kerja buat nyari duit, bukan nyari cogan HEY!"

"Heleh! Apa salahnya berenang sambil minum aer. Ye gak, Ash? Hahaha." Vidia menaik turunkan alisnya sesekali menatap Ashton.

"Yoi kak Vidia, gue setuju sama lo!"

Lalu Vidia dan Ashton ber-high five ria.

Bianca menggelengkan kepalanya heran melihat tingkah laku Vidia dan Ashton yang sama-sama persis menjengkelkan.

Kadang dia bertanya-tanya sama dirinya sendiri, apakah Ashton itu adiknya atau adik Vidia? Karena sifat mereka yang sangat serupa, hingga membuat Bianca memutar bola matanya malas terus menerus.

"Sorry, tapi sayangnya gue ga bisa berenang. Jadi ga ada tuh yang namanya nyelam sambil minum aer." tegasnya lagi.

Liora yang dari tadi diam mendengarkan ocehan para anak gadis yang duduk di hadapannya kini mengangkat suara, "Sudahlah, jangan kalian goda terus si Bian itu. Nanti dia jadi ga fokus besok kerja karna harus motret yang bening-bening."

Ucapan Liora sontak saja membuat Vidia dan Ashton ikut tertawa. Sedangkan Bianca yang digodai cuman bisa mendengus sambil menikmati spageti bolonaise buatan mamanya yang sangat enak.

"Iya, iya. Terserah kalian saja, aku cantik aku diam." katanya pasrah lalu kembali memasukan satu suapan makanan kesukaannya itu ke dalam mulut.

Ah, hari ini benar-benar sangat menyenangkan bagi Bianca. Paginya langsung diterima kerja dan malamnya ia berkumpul bersama orang-orang yang ia sayangi. Walaupun tanpa sang papa, tapi bisa Bianca rasakan kehadiran pria yang paling ia cintai itu ditengah-tengah makan malam yang hikmat ini.

Pa, Bian berhasil pa. Semoga di atas sana papa bisa bangga sama Bian. Doain Bian selalu ya, pa! batin gadis cantik itu dalam hati, berharap sang papa bisa mendengarkannya dari atas sana.

•••

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience