4 SEBUAH TITIPAN MUNGIL

Humor Completed 3603

4 SEBUAH TITIPAN MUNGIL

TUDUHAN Lupus bahwa kalo Lulu make telepon itu suka lupa pulsa, emang sangat beralasan, bukti-buktinya ada kok. Siang itu aja, pas telepon di rumah Lupus udah nyambung lagi karena Mami udah ngelunasin tunggakan, Lulu langsung ngegotong telepon ke kamar. Mentang-mentang sih Mami lagi ke Bandung, ngurusin piutang kateringnya. Sambil tidur-tiduran, Lulu ngegosip. Kadang sama Inka, kadang sama Devon, gebetan barunya. Dan kali ini Lulu lagi asyik nelepon si gebetan barunya. Devon ceritanya mo ke Singapura, nyusulin bokap-nyokapnya yang lagi tugas di sana, dan Lulu langsung aja manfaatin kesempatan buat nitip-nitip.

"Coba, Von, lo bacain lagi titipan Lulu," ujar Lulu manja.

Di ujung sana Devon menghela napas, lalu berujar, "Kentang sekilo, cabe rawit keriting, wortel tanpa daun, kol gepeng..."

"Nggak lucu ah, Von! Yang serius dong!" potong Lulu sewot.

"Sori. Lu, gue salah baca! Tadi itu daftar belanja pembokat gue! Nah, ini nih yang bener, parfum Kenzo yang Jungle, lotion Mark St Spencer wangi daun.... Aduh, Lu, gue nggak tau nih! Emang ada daun yang wangi? Eh iya ya, daun pandan. Tapi, masa lo pake lotion wangi pandan? Yang bener aja!"

"Maksud Lulu tuh lo pilih jangan yang wangi bunga. Pokoknya gini, kalo lo nemu lotion yang ada gambar daunnya dibeli aja. Gampang, kan? Nah, sekarang terusin bacanya, Von!"

Devon menghela napas lagi. "Sepatu sandal Itali yang harganya masuk akal.... Idih? Gimana nyarinya, Lu?"

"Gampang, cari aja sepatu-sepatu yang lagi obral. Trus, pilih model sepatu sandal yang haknya sekitar lima senti yang banyak tali-talinya. Nah, kalo udah ketemu, liat bagian dalem atau bagian bawahnya. Kalo ada tulisan Made in Italy, lo ambil deh!" sahut Lulu.

"Gue kan nggak tau ukuran sepatu lo," protes Devon.

"Ah, pokoknya sepatunya elo coba dulu. terus pilih kira-kira enam senti, apa enam nomor, ya? Mo enam senti apa enam nomor lebih kecil dari ukuran lo, terserah, Von."

Devon kaget. "Gue? Nyobain sepatu cewek? Pake hak lima senti? Yang bener aja, Lu!"

Lulu cemberut, mengempaskan kepalanya ke tempat tidur. "Nggak mau, Von? Lo keberatan? Ya udah! Ntar gue minta beliin Bule aja! Dia pasti mau."

Diancem begitu, Devon langsung menurunkan suaranya, jadi mesra lagi, "Kok lo gitu. Lu? Iya-iya, gue beliin! Apa lagi nih, ngg, T-shirt Esprit yang ngatung..,."

Lulu langsung menyambar. "Motif sama warnanya terserah elo, Von. Pokoknya kalo jelek, lo sendiri yang harus pake.

Gue ogah. Trus, Von bacain titipan yang lain."

Devon nggak tahan juga ngeliat daftar titipan yang panjangnya ngalahin orang antre sembako gratis itu. Devon langsung protes. "Lu! Gue kan cuma dua hari di Singapur? Mana sempet nyariin pesenan seabrek begini? Sekarang gantian ah, gue yang mo titip!"

"Nitip? Nitip apaan? Gue kan nggak ke mana-mana?" tanya Lulu heran.

"Eh, Lu, gue nggak punya waktu lagi. Ntar gue jelasi. Pokoknya sebelum ke bandara, gue mampir ke rumah lo, nganter titipan. Bye!"

Telepon di ujung sana ditutup.

Lulu bengong Menatap heran gagang telepon di tangannya "Nganter titipan? Titipan apa?"

Tapi Lulu nggak perlu lama-lama berteka- teki-ria, apa yang dimaksud dengan titipan Devon. Karena beberapa menit kemudian jawaban atas keingintauan Lulu itu langsung terjawab ketika mobil Devon berhenti mendadak di depan rumah. Devon langsung turun sambil menenteng sebuah handbag gede dan sebuah koper. Di belakang Devon berjalan seorang cewek mungil, mungkin baru kelas 2 SD, dengan baju dan dandanan ngejreng.

Lulu yang ngintip dari tirai jendela menatap curiga. Idih, siapa juga tu anak?

Lulu langsung ngebukain pintu. Lulu nggak suka ngeliat anak cewek yang dandanannya kayak penyanyi anak-anak yang sok tua itu berjalan sambil menarik-narik celana panjang Devon.

"Anak siapa Von? Mo lo ajak ke Singapur? Gue jamin lo pasti bakal kerepotan. Masih kecil aja udah kegenitan nariknarik celana elo. Gimana gedenya?"

Devon nyengir, lalu berusaha melepaskan tangan tu cewek dari celana panjangnya. Tapi setiap kali tangan Devon menepis, secepat kilat anak itu sudah menarik celana Devon lagi. Devon akhirnya pasrah, lalu masang senyum yang supermanis pada Lulu.

"Ini Fina, Lu. Anak pasangan selebritis. Lo tau Utari Patwii, kan? Itu tuh, penyanyi dangdut yang kemaren ini dapet Award. Nah, suami Utari itu bintang sinetron laga. Namanya Heru Patwii yang suka jadi penjahat," jelas Devon panjang-lebar.

"Tau, tau! Lalu, apa hubungan elo sama nih anak?" potong Lulu nggak sabar.

"Heru sama Utari Patwii lagi ber-second honeymoon ke Mauritus. Mereka kan udah percaya banget sama gue jadi si Fina ini dititipin ke gue selama seminggu. Gue nggak keberatan sih, tapi urusan gue di Singapur urgent en mendadak banget. Soalnya mo daftar sekolah bareng nyokap-bokap...."

Lulu langsung memicingkan matanya, ia kayaknya udah nangkep deh maksud dan tujuan Devon membawa Fina lengkap dengan koper dan handbag-nya. "Von, kalo lo bermaksud nitipin dia di rumah gue, jawabannya NO WAY!

FORGET IT!"

Devon memelas, "Pleas, Lu? Gue sebertulnya bisa ninggalin dia di rumah. Tapi nggak ada siapa-siapa. Cuma pembokat doang. Gue nggak tega1 Lu, lo satu-satunya harapan gue. Gue kan nggak mungkin bawa dia ke Singapur.

Gue janji, Lu. semua pesenan lo, gue beliin."

"Brengsek lu, Von! Lo kan tau, gue nggak pernah punya adik. Apalagi yang kecil dan centil kayak dia," Lulu mulai ngambek.

Fina tiba-tiba nyeletuk, "Samaan, Oom Devon! Fina juga nggak pernah punya kakak yang kecil dan tengil kayak dia," Fina menuding Lulu.

Lulu tercekat. Duile, ni anak nekat bener. Seketika itu juga Lulu langsung memutuskan bahwa ia nggak bakal bisa maching bergaul dengan anak centil itu. Lulu pun memelototi Fina dengan kesal. Sedangkan Devon malah ngelirik ke jam tangannya. Wajahnya gelisah.

"Lu, gue nggak punya waktu lagi nih tolong deh, Lu!"

Tanpa menunggu jawaban Lulu, Devon langsung memberikan handbag dan koper pada Lulu. Lulu terpaksa menerima dengan wajah manyun. Lalu Devon berjongkok di depan Fina. "Oom Devon pergi dulu ya. Fin? Fina baik-baik ya sama Tante Lulu."

Mendengar kata 'Tante*. Lulu langsung protes lagi, "Tante? Gue yang muda belia begini dipanggil 'Tante'? Iih, ogah!"

Devon tertawa geli sambil melirik Lulu. Lalu Devon berbisik dengan suara keras ke telinga Fina. "Kalo gitu, panggil

Oma Lulu aja ya?"

Fina tersenyum mengangguk-angguk.

Sementara Lulu makin cemberut.

Devon mencium pipi Fina, kemudian mengusap kepala Lulu, lalu pergi.

Lulu protes "Kok gue nggak disun?" Devon tertawa ngakak.

"Kan ada anak kecil! Gimana sih, Oma Lulu?" sahut Fina.

Lulu langsung melemparkan lirikan mautnya ke Fina "Ehh, denger ya, sekali lagi nyebut gue Oma, gue kirim ke panti asuhan di Serbia!"

Fina bukannya takut, malah girang. "Asyiiik. Ada arena ice skate-nya nggak?" Keselnya Lulu langsung naik ke ubun-ubun.

***

Sore itu begitu Lupus pulang dari jalan-jalan di mal, Lulu langsung menyambut dengan hangat. Lupus kaget juga ngeliat ada anak asing di rumah, Lupus pun menatap Fina, heran dan takjub. "Elo nemu makhluk ini di mana?"

Lulu cekikikan. "Ini Fina, Pus. Anak selebritis temannya Devon. Kebetulan lo dateng. Rumah kan kosong, Mami lagi ke Bandung. Dan Devon ke Singapura, jadi Fina dititipin ke gue. Tapi gue sekarang ada janji sama Inka mo nemenin dia nyari kado buat gebetan barunya."

"Tapi, Lu, gue mo pergi lagi ke rumah Gusur. Mo ngelukis!" protes Lupus.

"Justru bagus! Sementara lo ngelukis, Fina bisa lo lepas di kebonnya Engkong. Biar dia maen kejar-kejaran sama kambing dan ayamnya Engkong. Pasti dia suka! Anak selebriti mana pernah liat kambing sama ayam kampung? Taunya udah di meja makan!" ujar Lulu bersemangat.

Lupus berpikir sebentar, lalu manggut-manggut. "Ya udah. Tapi ntar malem lo yang jaga lagi. Gue mo ngelembur nyelesein tulisan."

Lulu mengangguk cepat, lalu buru-buru kabur sebelum Lupus berubah pikiran.

Lupus menatap Fina, lalu mengajaknya pergi. Serta-merta Fina berjalan sambil menarik-narik celana panjang Lupus.

"Yak, tarik aja terus. Ntar gue tinggal di jalan, baru kapok!" ujar Lupus galak.

Fina langsung kecut, dan melepaskan tangannya dari celana Lupus.

"Bagus, ternyata kamu cerdas juga. Acara tarik-menariknya nanti aja dilanjutin di kebon Engkong. Narik buntutnya kambing!"

Fina bersemangat. "Betul, Oom? Betul boleh narik buntut kambing?" Lupus mengangguk-angguk yakin.

***

Sorenya Boim sedang seru-serunya main game di komputer di kamar Lupus, ketika tiba-tiba Lupus dateng dan dengan cuek mematikan game itu Boim marah-marah.

"Eh, Pus, elo jangan seenak jidat ya? Apa lo nggak liat, gue lagi ngapain?"

Lupus dengan cuek mendorong Boim dari tempat duduknya. "Sana deh lo, gue dikejar deadline nih!"

Boim masih kesal. Itu emang komputer Lupus, dan adanya juga di kamar Lupus. Tapi tiga bersahabat itu-Lupus, Boim, dan Gusur- udah begitu akrabnya, hingga apa yang dipunyai Lupus ya punya Boim dan Gusur juga. Keluar masuk kamar Lupus juga Boim dan Gusur cuek. Makanya Boim protes pas diusir dengan semena-mena oleh Lupus.

"Mo dikejar maling apa genderuwo, gue nggak peduli! E-ge-pe!" Boim bersungut-sungut.

Boim nggak sadar kalo Lupus tu baru dateng sama Fina, yang berdiri di pintu.

Fina langsung nyeleluk. "Kuno, Oom! Bukan e-ge-pe. Yang baru, e-ge-pe-i-el!"

Boim menoleh, lalu bertanya, "Apnan, tuh e-ge-pe-i-el?" "Emang gue pikirin? Item lu " ujar Fina cuek.

Boim menatap Fina dengan ekspresi kaget. Lupus yang mulai ngetik, tersenyum geli.

"Pus? Siapa nih anak, Pus? Kecil-kecil kok omongannya kasar?"

Sambil matanya terus menatap layar monitor, Lupus ngejawab. "Anak sodaranyanya Devon, dititipin ke Lulu." Boim lalu mengamati Fina dari atas ke bawah.

Fina menantang, matanya membalas memandang Boim dengan galak "Ngapain sih? Kayak belon pernah liat cewek aja!"

"Buset, Pus! Omongannya nyelekit amat?"

"Udah, Im, sana lo pulang. Lo kan belum bikin pe-er? Besok kena setrap, lo!!!"

Boim perlahan pergi. Ketika baru beberapa langkah menuju pintu, Boim berbalik, menatap Fina.

"Nona kecil. Bang Boim belum selesai. Urusan bakal dilanjut lagi. Tunggu aja!"

Boim pergi. Lupus mengetik sambil cengar-cengir. Fina lalu memperhatikan Lupus dengan heran. "Oom Pus? Kok ada ya orang yang jelek dan itemnya kayak Oom Boim?" Lupus ngakak.

***?

Hari itu pas jam istirahat Boim dan Gusur langsung ke kantin. Di kantin ada Inka yang lagi ngedeketin gebetan barunya, si Denis. Sejak cintanya sama Bule kandas, gara-gara Bule masih terobsesi sama Lulu, Inka mulai melancarkan serangannya ke Denis. Anak indo ini emang nggak kalah keren sama Bule. Tinggi, putih dan beda jauh sama Boim.

Ngeliat dua anak itu mojok, Boim langsung aja dengan nggak tau dirinya nimbrung.

"Enak bener ya? Siang-siang gini mojok. Elo-elo udah pesen makanan belum? Sini gue pesenin. Kasian ntar ni kantin kalo buat dipake pacaran melulu, tanpa mesen makanan!" ujar Boim.

"Usil amat si lo, Im?" sahut Inka marah, "Pergi sana, jangan ganggu!"

"Ih, elo tuh nggak tau diri. Gue nih mau nolongin lo berdua mesen makanan! Kok malah diusir??" protes Boim.

Denis jadi ngerasa nggak enak. "Iya deh, Im. Pesenin aja.... Gue pesen dua jus jeruk aja. Oke, Ka?

Inka mengangguk.

Boim pun menulis pesenan. Agak panjang. Inka jadi penasaran lalu mengintip ke nota yang ditulis Boim.

"Idih? Kok ada dua lumpia dan dua pisang goreng keju. Siapa yang mesen!?" protes Inka.

Boim menyeringai "O iya, itu nanti gue yang makan."

Inka kesel. Segera ngerebut nota di tangan Boim, dan membaca lagi. "Ini apa lagi? Ngapain pesen bakwan lima biji?"

Gusur yang duduk di belakang Boim menyahut, "Itu pesanan daku. Nitip lah. Daku lapar dan tiada punya uang."

Inka langsung ngomel-ngomel. "Tiada punya uang! Tiada punya uang! Pada bokek aja mo jajan...."

"Aduh, Inka. Lo kan lagi hepi, udah ngedapetin Denis. Sekali-sekali bagi-bagi kebahagiaan kenapa?" ujar Boim.

"Betul, dara Inka. Hari jadi kalian berdua patut dirayakan dengan makan-makan...." sambung Gusur.

Inka makin geram. "Eh, gue nih belum jadian sama Denis. Belum tentu Denis nerima cinta gue!!!"

Inka mo marah-marah lagi, tapi Denis menahan, "Udah deh, Ka. Sekali-sekali nraktir temen nggak apa-apa, kan?" Inka urung marah. Boim dan Gusur melonjak senang.

Dan siangnya di kala Inka dan Denis sedang mesra-mesranya makan es krim di mal, Lulu dan Lupus malah terpaksa jadi babysitter ngawal Fina main ke arena permainan SEGA. Di arena SEGA itu Fina nampak kalap, mencobai semua permainan. Belum permainan yang satu game over, dia udah pindah ke mainan yang lain. Lupus jelas blingsatan. Saking nggak tahannya, Lupus menyeret Fina keluar arena permainan. Fina sempet protes dan menjerit-jerit. Tapi Lupus dan Lulu nggak peduli.

"Pus, lo abis berapa?" tanya Lulu.

"Nggak tau. Miskin gue dirampok tuyulnya Devon. Pokoknya duit gue sekarang cuma pas buat naik bis. Lo ada duit?"

"Jangan tanya deh! Gara-gara si Fina, gue jadi ngutang ke cowok sebelah. Berkat kedipan mata gue doi mau minjemin sepuluh ribuannya. Tapi pulang sekolah besok, doi ngajakin ketemu di warteg Pak Abu," sungut Lulu.

"Asyik dong! Udah ngutang, diajak kencan," ledek Lupus. "Apanya yang asyik? Doi giginya ngetril dan pipinya panuan!" Lupus dan Fina jadi cekikikan bareng.

***

Minggu pagi itu Lulu baru bangun tidur ketika dilihatnya Fina sedang asyik menelepon.

Lulu mengernyitkan dahi. Ih, anak ini nelepon siapa pagi-pagi? Lulu pun mendekati Fina. Fina buru-buru menyerahkan gagang telepon pada Lulu.

"Dari Oom Devon!"

Wajah Lulu jadi berubah riang. "Eh, Von? Gimana titipan Lulu dapet semua?"

"Beres, Lu! Si Fina gimana? Manis, kan? Nggak terlalu bikin repot, kan?"

Lulu melirik Fina yang ikut mendengarkan. "Enggak. Eh, acara daftar sekolahnya sukses, Von? Kok sempet telepon ke

Lulu?"

"Lho? Kan tadi Fina yang nelepon. Sebelum berangkat gue udah ngasih tau nomor telepon hotel tempat gue sekeluarga nginep ke Fina. Lo sih tidur aja, Lu. Hampir satu jam gue ngobrol sama Fina. Ceritanya banyak banget!" Lulu terpekik kaget. "Jadi? Fina yang nelepon?"

"Iya, nakal, ya?"

Lulu langsung mengakhiri percakapan "Bye, Dev!"

Lulu meletakkan gagang telepon dengan geram lalu menoleh pada Fina, seolah-olah ingin menelan anak kecil nakal itu idup-idup. Sementara Fina malah menatap dengan wajah tanpa dosa.

Lulu mencengkeram lengan Fina.

"Iih. Tante Lulu, sakit kan?"

"Kamu berani-berani ya interlokal ke Singapura?"

"Ya berani dong. Tante, Fina kan udah gede! Sebelum nelepon Oom Devon. Fina nelepon temen-temen Fina. Kangen sih. Trus kemaren malem. Fina nelepon Mama di Mauritus. Lebih lama lagi. Gampang kan muter teleponnya! Fina pinter, ya?"

Lulu nggak bisa berkata apa-apa lagi, pasrah. "Aduh, gue bakal dibantai si Mami nih. Oh, Devon, lamaan lagi titipan lo di sini, keluarga gue pasti makan nasi pake garem!"

***

Dan bencana ternyata belum berakhir. Siang itu sepulang sekolah Lulu dan Lupus terkaget kaget lihat teras rumah mereka sudah dipenuhi pernak-pernik perlengkapan Barbie. Ada rumahnya, kolam renangnya, peralatan fitness-nya, dan setumpuk baju boneka. Di sebelah boneka Barbie ada boneka cowok. Barbie dan boneka cowok itu berpakaian renang, duduk di kursi pantai.

Begitu melihat kedatangan Lulu dan Lupus, Fina tersenyum manis.

"Ayo-ayo masuk, Oom Pus, Tante Lulu. Jangan malu-malu. Fina baru aja pesen pizza sama hamburger lewat telepon.

Bentar lagi juga dateng. Pada belum makan siang, kan?"

Lupus langsung ngerasa nggak enak. Wajah Lupus langsung pucat pasi. "Sebentar, Fin, sebentar! Emang kamu punya uang? Pake nelepon burger sama pizza segala?"

Lulu ikutan cemas. "Iya Fin! Emang kamu punya uang? Siapa yang ngasih? Mama kamu? Oom Devon? Sialan kamu, Fin! Kemaren kita semua apes di tempat SEGA. Eee, nggak tau-nya kamu punya uang!"

"Siapa yang punya uang? Yang bavar kan nanti Tante Lulu sama Oom Lupus!" ujar Fina sambil cemberut.

Meski udah nyangka, tak urung Lupus terlonjak panik juga. "Hah? Lu, batalin, Lu. Cepet telepon, batalin!"

"Ya nggak bisa dong, Oom Pus. Fina neleponnya kan udah lama. Paling lima menit lagi pesenannya dateng," ujar Fina.

Lulu ikut-ikutan blingsatan. "Gila! Gimana dong, Pus? Lo ambil tabungan deh di ATM!"

"O iya, ambil uangnya yang banyak ya, Oom Pus. Nanti orang yang nganter Barbie juga mo nagih," sela Fina kalem.

Lulu dan Lupus saling tatap, lalu bersiap menerkam Fina. Fina berlari ke pojok teras sambil memeluk boneka Borbienya.

"Kamu!!! Kurang ajar, ya??? Kok berani-beraninya???"

Wajah Fina mulai ketakutan "A-abis nggak ada orang yang disuruh buat ngambilin Barbie Fina yang di rumah. Ya udah, Fina pesen aja ke tokonya. Fina udah hapal nomor teleponnya kok. P-pinter, ya?"

Nggak pake basa-basi lagi, Lulu mengangkat Fina. Lupus sudah siap mo mukul pantat Fina Fina menjerit-jerit kesakitan.

Tanpa setau mereka, Devon datang. Dia bawa tas belanjaan. Devon langsung terpekik kaget melihat keponakannya itu mo dipukul. "Hei, stop! Stop!! Kok kalian beraninya sama anak kecil?"

Lulu dan Lupus berbalik, kaget, Fina langsung menghambur memeluk Devon yang serta-merta membuang tas di tangannya lalu berjongkok menyambut Fina.

Fina memeluk erat leher Devon. "Oom Devon, tolong Fina!"

Lulu dan Lupus jadi salah tingkah, ketangkep basah hendak ngerjain anak kecil.

Devon menatap Lulu dan Lupus dengan sorot mata marah. "Gue nggak sangka, gue bener-bener nggak sangka kalian tega berbuat begitu pada Fina. Apa jadinya kalo gue nggak pulang lebih cepet? Fina pasti nggak selamet." Lupus dan Lulu diem. Saling melirik nggak enak. Saling menyalahkan.

"Pasti kalo Fina kenapa-napa, kalian tinggal enak aja bilang Fina kecelakaan."

Lulu mengangkat muka. "Von, dengerin dulu! Lo nggak tau kejadian sebenernya."

"Cukup, Lu, gue cukup liat kejadian di depan mata gue. Gue sekarang tau belang elo dan kakak lo. Kita putus, Lu.

Gue nyesel. Lu, udah ngebeliin semua pesenan lo di Singapur!!!"

Lulu bengong. Lupus juga.

Dalam pelukan Devon, Fina malah cengar-cengir.

Tiba-tiba datang tiga orang laki-laki. Yang pertama, membawa satu kardus besar pizza. Laki-laki kedua menenteng kardus hamburger. Dan yang ketiga membawa lembaran bon penagih Barbie.

"Pesanan Ibu Fina, tiga pizza spesial ukuran besar. Sama roti bawang dan saladnya," ujar pengantar pizza.

"Tiga Bigmac dan tiga Coke, pesenan Mbak Fina," kata pengantar hamburger.

Dan terakhir penagih boneka Barbie menyodorkan bon tagihan pada Devon. "Boneka Barbie sepasang, sepuluh baju Barbie, satu set perlengkapan fitness, kolam renang, dan rumah Barbie pesanan Dik Fina."

Devon dengan terbengong-bengong membaca bon tagihan Barbie, lalu melotot kaget. "DUA JUTAA?????"

Devon melepaskan pelukan Fina, menjerit-jerit, "Mati deh gue! Mati deh gue!" Lulu merebut bon di tangan Devon, dan membacanya. Lupus juga ikutan baca.

Sedang Fina tersenyum nakal.

Penagih Barbie berujar kalem. "Mas-mas, pake kartu kredit juga boleh kok. Saya bawa gesrekannya." "Tuh, terima deh ulah keponakan kesayangan lo!!!" sindir Lulu.

Sementara Devon terus menjerit-jerit sambil memukuli dadanya sendiri.

"Mati deh gue! Matiiii!"

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience