1 SCREAM

Humor Completed 3603

LUPUS
Sereem

1 SCREAM

MENJELANG magrib di malam Minggu yang basah karma hujan, Lupus Sedang asyik main monopoli di rumahnya Poppi ketika telepon berdering.

"Pus, ada telepon nih dari Lulu...," ujar Poppi sambil mengulurkan gagang telepon.

Lupus males-malesan nerimanya. Adiknya itu emang nggak bisa liat orang seneng dikit.

"Ada apaan, Lu?" tanya Lupus galak.

"Pus, ada tebakan. Kenapa, hayo, ikan-ikan di Seaworld mati?"

Lupus langsung kesel. "Ya ampun. Lu. Lo jauh-jauh nelepon cuma pengen ngasih tebakan doang? Gokil juga ya, lo?

Gue lagi asyik nih!!!"

"Kok ngotot sih? Lulu kan takut lupa kalo harus nunggu lo pulang? Lagian kata Mami kita udah mau berangkat ke Bandung. Jadi lo emang kudu buru-buru pulang...."

"Sekarang? Kok cepet banget?"

"Ini kan udah hampir jam enam, Pus. Keretanya jam delapan berangkat. Makanya lo buruan pulang deh. Oya, kata Mami, kunci pintu depan ditaruh di tempat biasa.... Udah, ya?"

"Eh, entar dulu. Jawaban tebakan lo tadi apaan?"

Lulu ketawa. "Penasaran juga, ya? Jawabannya karena diobok obok sama Joshua... hihihi. Ya udah, ya? Dadaaaaag!" Lupus menutup telepon. "Ih, garing amat!!!" Poppi memandang Lupus.

"Kenapa, Pus? Lo udah disuruh pulang?"

Lupus mengangguk. "Mami sama Lulu mau weekend di Bandung Gue seperti biasa lah, jaga rumah...."

Poppi membereskan mainannya. "Ya udah, kalo gitu. Udahan aja maennya. Kamu mau pulang, kan?"

"Nggak sih. Soalnya Mami ninggalin kunci di teras. Jadi saya bisa pulang kapan aja,..."

"Tapi kan rumah kosong, Pus. Bahaya lho, zaman sekarang ninggalin rumah sendirian...."

"Nggak apa-apa deh. Cuma sebentar kok...."

Lupus tetep maksa ngajak Poppi nerusin maen monopoli sampe sekitar jam delapan. Poppi sih nurut aja. Udah itu, Lupus lambung pulang.

Poppi sebenernya emang pengen Lupus buruan pulang dari tadi. Bukan karena sebel sih, tapi justru sebaliknya. Lupus itu kan orangnya cuek minta ampun Dia sampe lupa kalo hari ini sebetulnya hari ulang tahunnya. Emang sih, Lupus bukan tipe cowok yang suka ngapalin hari ulang tahun. Apalagi ngerayain. Cuma Poppi, sebagai temen deket Lupus, kalo nggak bisa dibilang pacar, mau bikin sedikit kejutan. Sebagai perhatian, gitu. Abis hubungan mereka kan putusnyambung putus-nyambung terus kayak bohlam murahan. Sampe akhirnya Poppi kapok sendiri dianggap jadi gebetannya si kucing kurus mandi di papan itu.

Nah, sebagai temen baik, niatnya, malem ini Poppi mau bikin acara surprise party. Poppi udah menghubungi tementemen sekelas Lupus untuk dateng ke rumah Lupus malam nanti. Mau bikin kejutan dengan ngebawain Lupus kue dan makanan. Makanya kalo Lupus nggak cepet-cepet pulang, rencana Poppi bisa terancam gagal.

"Ta, jadi kan rencana kita?" tanya Poppi begitu Lupus pulang.

Ita yang dihubungi, menjawab lemes, "Aduh, Pop. Kok baru nelepon sekarang? Keburu nggak nih? Anak-anak laen belum sempet gue hubungin. Palingan Svida, Reza, Meta, Utari, Gusur, Anto, sama Kevin." "Boim mana?"

"Nggak tau Katanya dari siang dia pergi. Rumahnya kosong."

"Aduuh tapi harus jadi dong. Gue udah beli kuenya kok. Ya, ya, ya?" paksa Poppi.

"Ya udah Gue kontak anak-anak dulu deh.... Ntar gue kabarin lagi bisa apa nggaknya. Oke?"

"Oke." ***

Di tempat yang nggak begitu jauh, saat hujan mulai reda. tampak dua sosok berjalan di kegelapan. Siapa ya itu? Ternyata Boim dan nyaknya. Boim lagi nuntun sepeda motornya yang mogok. Nyak Boim dengan mata yang sudah mulai mengantuk membuntuti anak kesayangannya ini dari belakang. Dan tadi siang Boim emang nganterin nyaknya ke rumah sodaranya di Tangerang. Pas perjalanan pergi sih, semuanya lancar-lancar aja. Tapi waktu pulang, motor Boim keabisan bensin. Motor Boim itu emang motor tua. Jadi alat penunjuk isi bensinnya udah nggak berfungsi.

"Makanya kalo mau pergi periksa dulu bensinnya. Untung aja elo perginya sama Enyak, coba lo lagi beduaan ama sukaan elo? Apa nggak malu tuh!" umpat nyak Boim.

"Kemaren rasanya bensinnya penuh," bela Boim.

"Kemaren ya kemaren, yang penting kan sekarang! Masih jauh kagak?" keluh nyaknya lagi.

Boim berhenti.

"Kalo gitu, biar Boim aja yang jalan nyari bensin. Nyak nunggu di sini!"

Nyak Boim melihat ke kanan dan ke kiri. Sepi. Nggak ada manusia. Ia bergidik. "Im, jangan kurang ajar ama orangtua. Ini kan zaman banyak perkosaan, gimana kalo Nyak jadi korbannya?"

"Ih, Enyak! Kalo gitu ayo jalan! Jangan komplen lagi!"

"Aduh. trewelu lo ya? Nyak nggak kuat! Istirahat dulu, deh!"

Tanpa minta persetujuan Boim, Nyak langsung pasang aksi duduk di pinggir jalan. Sambil menghela napas, terpaksalah Boim ikutan duduk. Untung aja ujan udah reda. Yang ada genangan air di sana-sini Tiba-tiba dari jauh muncul sebuah mobil sedan item. Ngebut banget. Boim langsung bangkit, berusaha nyelop tu mobil untuk minta tolong. Tapi bukannya terhenti, tu mobil malah menerjang genangan air di depan mereka hingga air kotor itu muncrat ke wajah Boim dan Nyak yang lagi duduk. Keduanya kontan kaget setengah mati, dan langsung memaki.

"Eh, kurang ajar sama orang tua lo ya! Gue doain biar mobil lo mogok!" teriak Nyak.

"Nggak tau aturan! Brengsek!!!" teriak Boim.

Namun sedan item terus melaju Sampai akhirnya berhenti di deket rumah Lupus. Yang nyetir ternyata cowok umur tiga puluhan berwajah serem. Namanya Bringas Sanjaya. Dia terkenal sebagai okem yang berkuasa di diskotekdiskotek kota, sebagai tukang palak. Si Bringas itu lalu ngeluarin foto dari laci mobilnya. Lalu mengamati foto itu. Foto apa sih? Wow, ternyata itu foto Lupus!!! Waduh, ada hubungan apa ya tu okem sama Lupus? Apa si Bringas punya niat jahat sama Lupus? Kayaknya sih iya. Kentara dari gayanya memuntir ujung kumisnya yang melintang bak pinang tanduk. Si Bringas lalu melirik ke arlojinya. Tepat jam delapan malam, Bringas keluar dan mobilnya Lalu berjalan menuju ke rumah Lupus!!

Ada apa sih sebenarnya?

Begini. Kita kasih tau aja. Ini sebenernya soal dendam. Si Bringas itu masih sodaranya Nano. Siapa Nano? Nano adalah pemimpin grup band anak muda baru bernama Panji Tengkorak. Grup itu katanya beraliran metal. Black metal. Dan pas grup metal itu mau merilis album, si Nano langsung menghubungi Lupus, mau minta diwawancara. Pastinya, biar dapet promo gratis untuk album perdananya yang bakal beredar. Tapi tulisan Lupus di majalah sama sekali bikin Nano kecewa.

"Padahal kami sebenernya sudah mendirikan band kugiran ini sejak tahun 1987. Musik kami sangat terinspirasi oleh konsep musiknya Jimi Mendrix, plus diilhami oleh sedikit irama ska. Saat konser, kami selalu dielu-elukan para pendengar. Bahkan di sebuah koran daerah, kami diramalkan bakal merajai blantika musik Indonesia. Tapi kehebatan kami hilang begitu saja karena kesombongan seorang wartawan bau kencur bernama Lupus...," begitu pengaduan Nano kepada Bringas.

"Kenapa dengan kue cucur dan kue lupis itu?" tanya Bringas.

"Lupus yang bau kencur itu menulis, grup kami katanya cuma plagiat musik-musik rock Barat, dan sama sekali nggak punya jiwa. Katanya, kami sekumpulan remaja nggak berbakat. Sialan sekali, bukan? Walhasil penjualan kaset kami pun kandas," ujar Nano geram.

"Gara-gara kue lupis itu?"

"Ya, abis gara-gara siapa lagi? Makanya saya minta Bing Bringas mau memberi pelajaran sama Lupus sialan itu. Dia menghancurkan masa depan grup saya. Bang...."

Bringas tersenyum. "Brother Nano, jangan kuatir. Itu gampang. Bringas bakal melakukan apa aja yang lo mau.

Pokoknya nggak satu orang pun bisa menyetop kehebatan band kalian! Mana alamat rumahnya? Mana fotonya?"

Dan begitulah. Maka jiwa Lupus pun terancam malam ini. Karena si Bringas sudah berhasil membuka kunci rumah Lupus pake seutas kawat, dan menyelinap masuk ke dalam rumah kosong itu. Di rumah Lupus emang lagi nggak ada pembantu. Makanya kalo Mami dan Lulu pergi, jadi kosong. Dan itu udah diketahui Bringas, karena Bringas adalah preman yang pro dan selalu memperhitungkan segalanya.

Bringas masuk ke ruang tengah, ia langsung memotong kabel telepon. Setelah itu dia ngumpet. Menunggu Lupus pulang.

Selang beberapa saat, Lupus yang mengendarai sepeda sampai di depan rumahnya. Tak ada perasaan curiga apa pun. Dia malah bersiul-siul sampe mulutnya monyong lima senti. Emang, saban pulang dan rumahnya Poppi, hati Lupus selalu riang. Soalnya di rumah Poppi kan banyak makanan enak.

Tapi berkaitan dengan si Nano, emang masih seger dalam ingetan Lupus, beberapa saat lalu ia ngewawancarain pemain band Panji Tengkorak. Tapi saat itu Lupus bener-bener bete abis, lantaran si Nano itu berkoar-koar dengan pede-nya soal kehebatan bandnya.

"Band kami ini membawa roh Jimi Hendrix, perpaduan antara rock tahun 70-an dengan musik ska, dicampur dengan variasi perkusi dengan nada etnik. Kami yakin, musik kami bakal mengilhami jutaan kawula muda negeri ini dan menambah maraknya blantika musik Nusantara."

"Oya? Trus anggotanya siapa aja?" tanya Lupus agak kurang antusias.

"Kalau begitu saya akan memperkenalkan satu-satu personel band kami. Pada bas, seorang anak muda yang mempunyai segudang repertoar. Dengan jari-jemarinya dia sanggup menandingi keperkasaan Bill Wyman, Flea, atau siapa pun yang menjadi jawara pencabik bas dunia. Namanya, Sentot Bas Betot. Kemudian, pada guitar kami, dengan lengkingan gitarnya, dia sanggup membuat kita terharu akan kejayaan musik rock di dekade tujuh puluhan. Jimmy Page, BB King, Eric Clapton, Santana, mengilhami permainannya. Namanya Uddel Bodonx..„"

Dan mulailah Nano berkoar-koar panjang lebar menjelaskan personel band lainnya, bikin Lupus ngantuk.

Padahal sebelum wawancara, Lupus udah denger demo kaset mereka. Hasilnya? Lupus terpaksa nelen obat sakit kepala dua butir, saking puyengnya. Permainan musik mereka ama sekali nggak keru-keruan. Beda banget sama Jimi Hendrix, Slash, atau Jimmy Page yang bisa bermain irama keras namun indah dan berjiwa. Berisik tapi asik. Nggak kayak Panji Tengkorak yang berisik bikin kita terusik. Dan sebagai wartawan yang nggak bisa diajak kolusi, korupsi, dan nepotisme, Lupus pun menulis apa adanya. Bahwa musik Nano cs itu cuma sampah aja. Nggak ada artinya, dan nggak berpengaruh apa-apa terhadap perjalanan musik Indonesia. Beda jauh sama Kahitna, Dewa 19, GIGI, atau lebihlebih Iwan Fals yang emang punya konsep.

Lupus masih inget wawancara itu. Tapi saat ini dia nggak berusaha mengingat-ingat lagi.

Lupus pun mencari-cari kunci di bawah pot, dan membuka pintu depan. Tapi seketika Lupus kaget, karena mendapati pintu depan nggak kekunci.

"Aduh, Lulu. Pasti tu anak lupa ngunci pintu. Dasar pikun!" batin Lupus

Ia mendorong pintu, dan segera masuk ke dalam rumah yang gelap. Lampu dihidupkannya. Saat itulah terdengar suara dari dapur. Lupus kaget, ia langsung menengok ke dapur. Tapi nggak ada apa-apa. Lupus pun balik ke dalam, dan menyalakan TV

Bringas yang ngumpet di dapur menemukan slang plastik Ia bermaksud menjerat leher Lupus dengan slang itu sampai mampus. Sambil mengendap-endap dia menuju ke ruang tengah.

Pada saat yang sama Boim dan nyaknya udah sampe di deket rumah Lupus. Boim kaget melihat sedan item yang tadi nyipratin dia dan nyaknya parkir di situ.

"Wah, Nyak.. ini nih mobil yang kurang ajar tadi!" pekik Boim "Masa sih, Im?" Nyak sangsi sambil ikut mengamati.

"Iya, Boim inget!"

"Jadi sekarang lo mau apain?" tanya Nyak lagi.

"Kempesin, Nyak!" tandas Boim.

"Eh, Im! Lo jangan jadi bajingan, ya? Inget, lo nggak boleh bales dendam gitu! Mungkin aja dia tadi nggak sengaja nyipratin kita. Siapa tahu dia buru-buru. Kita pokoknya nggak boleh melakukan sesuatu yang jahat. Apalagi sampai ngempesin bannya," jelas Nyak panjang lebar.

"Jadi gimana dong, Nyak?"

"Kita tanya sama yang punya mobil apa alasannya tadi dia nyipratin kita, sampai muka Nyak ama muka lo bau air comberan. Lalu, siapa tahu aja dia minta maaf dan ngasih kita bensin barang seliter. Kan nyampe tuh di rumah."

"Bener juga Nyak! Kira-kira rumahnya yang mana ya, Nyak? Apa kita tanya satu-satu?" Tiba-tiba Boim baru sadar kalo ia sudah deket rumah Lupus.

"Eh, Nyak! Ini kan rumahnya Lupus. Gue nanya sama Lupus aja deh."

"Ya, udah. Lo tanya ke Lupus. Nyak tanya rumah sebelahnya. Soalnya Lupus pasti nggak punya bensin. Ke manamana tu anak kan naik sepeda."

Boim pun mendorong sepeda motornya sampai di depan mobil Bringas lalu masuk ke pekarangan rumah Lupus

Nyak Boim juga memasuki pekarangan rumah di sebelah rumah Lupus. Dia mengetuk pintu lalu muncullah Acong, pria keturunan berusia sekitar lima puluh.

"Selamat malam!" sapa Nyak

"Selamat malam," balas Acong

"Maaf mengganggu, begini saya mau tanya apakah situ yang punya mobil di depan?"

"Yang mana?" tanya Acong

"Yang di depan, yang catnya hitam!"

"Bukan, bukan, saya nggak pernah punya mobil hitam, memangnya kenapa?" tanya Acong heran.

"Begini. Tadi dia itu nyipratin kite, sampe kemuka-muka! kite maunya sih nuntut gitu! Tapi berhubung bukan situ yang punya mobil saya minta maaf aja deh udah mengganggu. Ngomong-ngomong situ punya bensin nggak?" "Bensin? Maksudnya apa?" tanya Acong tambah heran.

"Motor anak saya kehabisan bensin dan mogok jadi kite perlu bensin!"

Acong tersenyum. "Oh, begitu.... Ada, kebetulan saya ada sedikit tunggu ya!"

Nyak Boim menarik napas lega "Alhamdulillah, terima kasih banyak, ya Tuhan! Memang, kita hidup harus saling tolong-menolong. Kalau situ suatu saat susah, datang aja ke kampung saya di Palmerah. Nanti saya bakal ngasih buahbuahan. Tapi ya buah lokal kagak ada yang impor. Ya Allah. Engkoh baek amat!"

Sambil mencari jerigen kecil, Acong menyahut. "Jangan panggil saya Engkoh, Bu. Panggil saja saya Bapak!" "Iye deh, Bapak."

Acong lalu masuk ke dalam. Nyak Boim nengok ke arah rumah sebelah, ngeliatin Boim.

Saat itu di dalam rumahnya. Lupus masih asyik membalik-balik halaman majalah sambil nonton TV. Langkah-langkah kecil si Bringas sudah mendekati Lupus, tangannya memegang slang, siap menjerat lehernya. Nasib Lupus saat itu udah di ujung tanduk. Tapi rupanya Lupus nggak sadar.

Ketika tangan Bringas sudah terangkat siap mengalungkan slang itu ke leher Lupus, terdengar ketukan keras di pintu Bnngas kaget, ia langsung ngacir bersembunyi lagi. Lupus bergegas menuju pintu. Dan kaget ngeliat Boim.

"Boim! Kok tumben ke sini malem-malem?"

"Iya Pus. Gue abis nganterin Nyak ke Tangerang, pulangnya keabisan bensin. Untung nggak jauh dari rumah lo. Eh sedan item di depan itu punya siapa? Tamu rumah lo bukan?" Lupus melongok ke arah yang ditunjuk Boim.

"Bukan. Nggak tau deh punya siapa. Gue juga baru liat. Kenapa, Im?"

"Soalnya gue mau bikin perhitungan sama dia. Tadi dia nyipratin genangan aer ke muka gue. Eh, Pus lo ada bensin nggak?"

"Ya, elu ngeledek. Gue kan nggak punya mobil. Eh, kalo lo dendam sama ntu mobil item, sedot aja bensinnya dikit. Itung-itung kan impas."

"Ide bagus lu, Pus. Ada slang?"

Kalo slang ada. Cari aja di dapur.... Aduh, gue mau pipis dulu. Cari sendiri ya, Im?"

Lupus ngacir ke kamar mandi, sedang Boim berjalan menuju dapur, tempat si Bringas bersembunyi.

Dapur itu tampak gelap. Pelan-pelan Boim membuka pintunya. Soalnya dia agak ngeri juga. Dilongokkannya kepalanya ke dalam dapur, dan matanya menangkap slang yang tadi dibawa si Bringas di lantai dekat pintu. Tanpa basa-basi, Boim menarik slang itu. Si Bringas yang bersembunyi di balik pintu keruan saja kaget. Dia berusaha mempertahankan senjatanya itu. Dangan menginjak ujung slang. Terjadi tarik-menarik sebentar, tetapi si Bringas akhirnya melepaskan injakannya. Boim girang sekali mendapat slang cukup panjang. Ia balik ke depan, nyari Lupus. "Nih, ketemu slangnya!" ujar Boim riang Lupus cuma nyengir.

Saat itu dari luar terdengar suara nyak Boim memanggil. Mereka pun keluar.

Nyak Boim menenteng sejerigen bensin. Boim kontan girang melihat ibunya berhasil mendapatkan bensin.

"Nih, Nyak dapet bensin!" ungkap Nyak bangga.

"Wah, sip kalo gitu, Nyak. Pus, nggak jadi nyolong bensin deh. Slangnya gue balikin lagi ke dapur, ya?" Lupus mengangguk. Boim masuk lagi ke dalam.

"Nggak mampir dulu, Nyak?" tanya Lupus.

"Udah kemaleman, Pus. Gara-gara si cabe kriting tuh!"

Boim melangkah ke dapur. Ketika dia membuka pintu dapur, si Bringas masih bersembunyi di balik pintu. Boim melempar slang itu begitu aja ke dapur, lalu menutup pintu. Dengan girang si Bringas mengambil slang itu.

Setelah mengisi bensin dan mengembalikan jerigen ke Acong, Boim dan Nyaknya pun pamit pulang.

Lupus masuk ke dalam rumah lagi. Dia ngelanjutin baca majalah. Si Bringas beringsut ingsut keluar, ngambil ancangancang untuk menyerang Lupus lagi. Tapi sialnya, tiba-tiba telepon genggam yang dibawa oleh si Bringas berdering. Bringas kaget setengah mati, dan langsung melompat ke dapur lagi Lupus juga kaget dan langsung menoleh. Tapi nggak ada siapa-siapa.

Lupus bangkit. "Halo? Siapa itu?"

Emang dasar cuek abis, karena tidak ada jawaban, Lupus kembali meneruskan bacaannya.

Sementara di dapur si Bringas menjawab telepon dari si Nano.

"Ya, sebentar, Bringas belum sempat melakukannya. Tugas dari lo soalnya cukup berat. Dari tadi Bringas berpikir, apanya yang harus Bringas lukai!"

Saat itu Nano dan semua personel bandnya sedang berada di taman dekat rumah Lupus. Memonitor kerjaan si Bringas.

"Sudah, Bang, hajar aja dia. Supaya dia tahu bahwa dia telah menghancurkan karier kami sebagai band paling berpengaruh dalam blantika musik Indonesia yang telah dinodai oleh beberapa pemusik tiruan, picisan, dan hanya ingin mengejar rupiah. Band kami adalah perpaduan antara musik ska dengan rock dan telah diilhami oleh kejayaan musik rock pada dekade tujuh puluhan. Video klipnya juga telah disiapkan oleh beberapa sinematografer terkemuka dengan perpadu antara warna hitam dan biru sebagaimana layaknya.... Hello....hellooooo??? Shit!. Kenapa sih dia nggak mau dengar?"

Telepon di sana emang dimatiin. Bringas jelas sebel mendengar kecerewetan Nano.

Tiba-tiba dari kejauhan muncullah Boim dan Nyaknya berboncengan naik motor. Tepat di dekat Nano and his friends, motor Boim mogok lagi.

"Apanya lagi, Im?" tanya Nyak sebel.

"Turun dulu. Nyak!"

Nyak Boim turun. Nano melihat nyak Boim dan Boim.

Boim meneliti keadaan motornya sebentar, lalu dia memandang ke semua personel Panji Tengkorak.

"Ada yang ngerti motor nggak, ya? Atau yang lulusan STM bagian mesin, atau yang pernah membuka bengkel?" tanya Boim pada mereka.

Semua diam.

Kemudian Nano angkat bicara, "Kami bukan montir atau sejenisnya. Kami adalah grup band yang bakal

mengguncangkan blantika musik Indonesia dengan album terbaru kami, perpaduan musik ska dengan irama rock yang diilhami oleh beberapa pemusik rock dunia macam Brian May, Steve Winwood, Gary Moore dicampur sedikit sentuhan reggae di sana-sini, terutama dalam lagu hit kami: Uah... Uah!"

Nyak Boim mengernyitkan dahi, lalu mencibir. "Lagu lu sepak, ditanya soal sepeda motor jawabnya lain!" Nano and his friends serentak meninggalkan Boim dan nyaknya.

"Orang gila kali, Nyak!" ujar Boim.

"Jadi gimana tuh?" tanya Nyak putus asa. "Sial banget kita hari ini!"

Kayaknya businya, Nyak. Tadi kan sempet keujanan. Kita balik aja ke rumah Lupus, Nyak, titip ni motor di sana!" "Iya deh!"

Boim dan nyak Boim pun berbalik haluan, melangkah ke rumah Lupus lagi.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam.

Saat itu Lupus udah mau pindah ke kamar, mau baca-baca sambil tiduran. Sementara Bringas yang tadi niatnya pengen menyerang Lupus, jadi urung karena kebelet pipis. Bringas pun mengendap-endap ke kamar mandi.

Belum sempet Lupus merebahkan rubuhnya di kasur empuk, terdengar ketukan lagi di pintu. Lupus sebel, ia langsung keluar kamarnya. Buset, siapa lagi sih? batinnya. Eh, rupanya Boim dan nyaknya balik lagi.

"Lho, kok?"

"Gini, Pus. Motor gue mogok lagi! Kayaknya sih businya, lo punya busi?"

"Duh, Boim! Lo makin asal deh nanyanya. Ngapain juga gue nyimpen busi? Buat camilan?" Boim nyengir

Akhirnya Nyak angkat bicara. "Ya udah Nyak nanya ke rumah sebelah, ya? Lo tunggu aja di sini bareng Lupus." Boim ngangguk, lalu masuk ke rumah bareng Lupus.

Nyak pun pergi ke rumah sebelah.

Beberapa saat kemudian muncul mobil Kijang. Mobil itu berhenti tepat di depan mobil si Bringas. Poppi, Meta, Reza, Utari, Svida, Gusur, dan Kevin turun dari Kijang sambil membawa kue ulang tahun.

"Ingat ini surprise party!" ujar Poppi.

"Tapi tetap boleh makan, kan?" tanya Gusur.

"Eh, makan aja lo pikirin!"

Tapi tiba-tiba Gusur berujar lagi, "Lho, Boim kok sudah ada di sini?" "Mana?" tanya Poppi.

"Tuh, motornya!" tunjuk Gusur.

"Waduh, kita keduluan."

Di dalam rumah, sembari nungguin nyaknya yang ke rumah sebelah, Boim asyik ngobrol sama Lupus. Si Bringas yang udah mulai pegel ngumpet di kamar mandi, agak-agak kesel nunggu Boim nggak pulang-pulang. Padahal slangnya udah dia pegangin terus.

Tapi sebagai pembunuh berdarah dingin, dia memang kudu sabar.

Tiba-tiba pintu diketuk lagi. Kali ini yang ngetuk banyak dan keras. Bukan cuma Boim dan Lupus yang kaget, Bringas aja sampe melompat dari toilet.

Dengan penasaran, Lupus bangkit, dan membuka pintu.

"Surpris!. Panjang umurnya... panjang umurnya... panjang umurnya serta mulia...."

Semua orang masuk sambil membawa tart. Lupus terkejut setengah mati. Bringas yang ngintip dari lobang pintu kamar mandi, makin kaget.

"Kenapa sih ulang tahun nggak bilang-bilang?" tanya Svida

"Takut disuruh nraktir ya, Pus?" tanya Gusur

"Lo nggak kompak, Im, ke sini duluan!" ujar Poppi.

"Gue nggak sengaja, lagi.... Kebetulan motor gue mogok!" ujar Boim.

"Ya udah... pestanya kita mulai. Gusur. Kevin... turunin makanan di mobil...." "Oke, Bos!!!!"

Semua pun berpesta. Semua mengitari kue ulang tahun. Semua menyanyi selamat ulang tahun.

Sementara itu si Bringas makin gelisah terkurung di kamar mandi Dia panik ketika telepon genggamnya berbunyi.

"Nano, Abang terjebak! Sekarang Bringas ada di kamar mandi. Mana kamar mandinya bau lagi! Gila si Lupus, abis makan apa sih dia? Bang Bringas nggak tau kapan bisa keluar! Soalnya orang di sini makin banyak," ungkap Bringas di telepon.

Terdengar jawaban di ujung sana. "Bertahanlah Bang, dan lakukanlah apa yang telah kita setujui demi masa depan band kami yang merupakan ujung tombak musik Indonesia di tahun dua ribu mendatang, musik perpaduan antara irama ska..."

Si Bringas mematikan telepon genggamnya dengan kesal.

Sementara di ruang tengah, semua gembira. Biar meriah, Poppi mau nyetel kaset tapi pas nyari-nyari kaset yang bagus, Poppi malah nemu kaset demo Panji Tengkorak.

"Lho, Lupus, kok masih nyimpen kaset ini sih?" tanya Poppi.

"Kaset apa sih?" Svida melihat.

"Panji Tengkorak..."

"Siapa tuh?"

"Aduh, lo harus dengerin band yang satu ini.... Ini band asal banget. Vokalis utamanya si Nano, lagaknya kayak ingin menyelamatkan dunia musik Indonesia," ujar Lupus.

Mereka menyetel kaset itu lalu terdengar irama musik yang ngawur dan nggak keru- keruan. Musik yang bikin sakit kepala tujuh keliling. Vokalisnya juga jelek, fals dan pas iramanya tinggi suaranya nggak nyampe. Kayaknya tu band amatiran banget. Jauh lebih oke band-band anak SMU yang masih amatiran sekalipun.

Semua orang di situ ngakak keras banget. Sampe aer matanya pada keluar. Si Bringas yang juga ngedenger di kamar mandi, sampe nangis. Dia nyesel banget, kenapa mau saja mempertaruhkan nyawanya demi Nano dan Panji Tengkorak-nya yang ternyata hanya menjadi bahan tertawaan banyak orang!

Di rumah sebelah, Nyak Boim dan Acong terlihat akrab.

"kalau busi saya nggak punya, maklum saya nggak punya motor!" ujar Acong.

"Oh, maaf deh kalau gitu! Ngomong-ngomong bapak kerjanya apa?"

"Saya bisnisman. Mau kerja apa lagi orang Tionghoa seperti saya? Masuk AKABRI? Mau jadi pegawai negeri? Mana bisa? Yah, jadi kebanyakan dagang deh!"

"Tapi zaman kan udah berubah, mungkin aja nanti anak-cucu situ bisa jadi jenderal! Yang penting kan bangga jadi orang Indonesia. Iye nggak?"

Acong mengangguk. "Iya! Ibu tau nggak presiden Peru itu kan orang Jepang!"

"Peru? Peru tu di mana?"

"Dekat Amerika."

"Oh, iya!"

Lagi asyik-asyik ngobrol. tiba-tiba Boim nyamperin. "Nyak... sini... Lupus ulang tahun! Nyak diminta ke rumahnya, makan-makan..."

"Oya? Aduh, lempeng banget nih tenggorokkan..." Nyak pun pamit ke Acong, "Udah... permisi, ya!"

"Iya"

***

Nano dan Panji Tengkorak-nya cemas menanti kedatangan si Bringas. Ketika si Bringas muncul, Nano langsung nyamperin.

"Gimana, Bang? Apakah Abang telah membela kami, sebuah band yang akan mendominasi radio-radio nasional dengan irama alternatif perpaduan irama rock, ska, dan reggae yang nantinya akan..." Tiba-tiba sebuah tamparan mendarat pedas di pipi Nano.

"Lo jangan ngebacot doang! Bikin malu! Irama tai kucing lo bilang inovatif! Abang Bringas malu punya ponakan seperti lo! Udah bubarin bandnya dan kalian semua jadi tukang tambal ban aja!" Semua terdiam.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience