KISAH 1- tatapan Mata Membuat Jatuh Cinta

Romance Series 242

KISAH 1- Tatapan Mata Membuat Jatuh Cinta

"Setelah pintu hati ini terkunci rapat, lantas terbuka paksa saat mataku tak sengaja bertatap dengan matamu. Inikah cinta yang sekian lama ku tepis kedatangannya?"

Mona_TML

-KEMBANG API-

****

Cinta itu tak sopan. Datang tanpa permisi dan pergi tanpa pamit. Meninggalkan jejak benci serta luka yang dibiarkan menganga begitu saja. Tanpa disadari telah memorak-porandakan hati seseorang. Membuatnya enggan lagi merasakan hal gila yang menjelma menjadi bahagia.

Saat kehadirannya datang tanpa diundang, begitu saja menawarkan bahagia seolah akan memberi ruang untuk menetap. Saat diri telah berhasil dikelabui olehnya maka semua terasa buta dalam penglihatan. Lantas, semesta semakin gencar untuk mempermainkan diri atas nama cinta. Begitu saja, tiba-tiba hilang tanpa kata yang terucap. Tanpa bait yang tertulis. Dan, tanpa alasan yang didengar.

Dari sekian banyaknya manusia yang berada dalam ruangan tersebut, satu yang menjadi fokus Gadis itu. Gadis bernama lengkap Marcella Anindita Syam yang tengah memusatkan perhatiannya pada Lelaki bersorot mata elang yang belum diketahui namanya.

Bagi Marcella, cinta itu tak nyata hadirnya. Setelah beberapa tahun yang lalu mengalami hal menyakitkan yang amat sesak mengenai cinta, tak lagi ada bukti yang bisa membuatnya kembali percaya akan kata cinta. Tapi semua pertahanan itu runtuh seketika saat matanya tak sengaja bertubrukan dengan mata elang milik Lelaki tersebut.

Sorot mata yang seolah menariknya untuk masuk lebih dalam dan tak dibiarkan lepas dari pandangan.  Marcella dibuat candu dengan tatapan elang milik Lelaki tersebut. Tatapan yang tajam namun meneduhkan baginya. Saat Marcella menyadari bahwa Lelaki itu balik menatapnya, segera Marcella memutuskan kontak mata terlebih dulu. Khawatir ia akan menatap jijik ke arahnya.

"Cell, liatin apa?"

Marcella mengalihkan pandangan. Dilihatnya kini seorang Gadis berkuncir kuda lengkap dengan pita di samping poni yang ia sampirkan,  tengah kebingungan menatap ke arahnya. "Hah?  Enggak liat apa-apa." Marcella gelagapan.

Gadis itu hanya memangut. Lalu matanya kembali terfokus pada beberapa Pemuda yang sedang memperkenalkan salah satu organisasi dari sekian yang ada. 

Marcella pun sama. Ia juga kembali memusatkan perhatiannya ke depan. Bukan terfokus pada para Pemuda yang sedang memperkenalkan organisasi, tetapi kepada seorang Lelaki yang sudah ia tatap sebelumnya. 

Terlalu lama menatap mungkin tak baik juga untuk kesehatan jantungnya.  Satu kedipan mata darinya telah membuat jantung Marcella berdetak jutaan kali lipat dari biasanya.  Dan terlalu lama menatap juga tak sehat bagi indra pendengarannya.  Dimana ia tak menyadari bahwa sekelompok Pemuda itu tengah mengucapkan kalimat penutup untuk acara perkenalan hari ini. 

"Saya selaku ketua, sekaligus perwakilan dari organisasi yang saya dan teman lainnya ikuti,  mengucapkan terimakasih kepada kalian yang sudah mau menyempatkan waktunya untuk perkenalan organisasi hari ini. Jika berminat untuk bergabung bersama kami dalam organisasi yang sama, silahkan menghubungi salah satu narahubung yang tadi sudah saya berikan kontaknya. Kami pamit undur diri, terimakasih, assalamualaikum warrohmatullahi wabarakatuh...."

"Waalaikumsalam...."

Jawaban salam terdengar bersahutan dengan diiringi riuh tepuk tangan yang memenuhi ruangan.  Menghilangnya bayangan milik Lelaki itu, seperti tengah menggambarkan hati Marcella yang juga sedang mengalami kehilangan. Lelaki yang belum sempat ia ketahui namanya namun memiliki tempat khusus di dalam hatinya.  Mungkin Marcella dapat memberikan ciri khas untuk Lelaki tersebut, yaitu Lelaki berkalung kamera.  Tidak buruk 'kan? 

Melamun adalah kegiatan yang saat ini tengah mengisi waktu luang Marcella.  Setelah kepergian Lelaki itu, tak lagi ada kegiatan yang ingin Marcella lakukan. 

"Cell!  Ngelamun terus, sih."

Marcella tersentak.  Lalu mengalihkan pandangannya. "Ish, lo tuh ya, bikin kaget gua terus sih, May." Marcella merengut kesal. 

"Salah siapa ngelamun?  Dari semenjak Kakak kelas itu pada dateng, lo terus-terusan ngelamun.  Hati-hati, penunggu kelas ini lumayan serem, loh," kata Maya menakuti Marcella. Marcella yang memiliki keberanian minim rata-rata pun kini bergidik ngeri.

"Maya!  Apaan, sih!  Jangan bercanda yang kayak gitu deh.  Ngeri banget bercandanya. Gimana kalau lo nanti didatengin?"

Maya terkekeh pelan. "Bukan mereka yang datengin gua, tapi sebaliknya.  Toh disetiap sudut kelas ada, kok.  Tuh, tuh di deket pintu ada satu. Terus di belakang deket kursi paling pojok ada juga.  Abis tuh di meja guru—"

"Maya!  Diem atau gua pergi?" Marcella menaikkan sedikit nada bicaranya. 

Maya tergelak mendengar ucapan tegas Marcella yang kesal akan tingkahnya. "Iya deh, maaf. Emangnya kenapa sih?  Ngelamun terus daritadi."

"Emm,  Kakak kelas yang tadi pada kesini, mereka ngapain?" tanya Marcella.

"Ngenalin organisasi lah, ngapain lagi coba?  Jualan batagor?  Baso cuanki?  Aneh banget sih, lo.  Makanya ngelamun aja terus," sungut Maya kesal. 

Marcella merengut.  Matanya mendelik tajam ke arah Maya. "Bukan itu, ish!"

"Terus apa, Cella?"

"Mereka promosi organisasi apa?" tanya Marcella. 

"Teater.  Kenapa?  Minat gabung?  Lumayan, sih Kakak kelas Cowoknya pada cakep.  Tapi sayang kalau udah pada punya pacar.  Gak ada kesempatan buat gebet," cerocos Maya tanpa peduli didengar atau tidak oleh Marcella. 

"Lo sendiri, mau gabung?"

Maya berpikir sebentar. "Ayok, deh.  Tapi bareng sama lo juga.  Lumayan cuci mata bisa liat Pak Ketuanya."

Marcella menyatukan kedua alisnya sampai menciptakan kerutan pada keningnya. "Pak Ketua?"

"Iya, yang tadi ngucap salam di depan.  Yang jadi moderator, deh."

"Namanya?" tanya Marcella dengan pandangan yang lurus ke depan. 

"Fahri Renggasahri."

"Bukan dia."

"Terus?  Kan kita lagi ngomongin Pak Ketua,  kenapa ngelantur, sih, Cell?  Lo salah makan atau otaknya ketuker, sih?  Gak nyambung banget daritadi," kesal Maya. 

"Yang bawa kamera di leher terus pake almamater."

Maya berpikir sebentar. "Yang kaku banget itu orangnya?  Yang dingin terus gak ngomong sama sekali setelah perkenalan?" tanya Maya memastikan. 

Marcella mengangguk. "Iya."

"Reano.  Namanya Reano."

Marcella menyatukan kedua alisnya. "Reano apa? Tanggung banget namanya.  Masa cuma Reano."

"Emm,  Reano apa ya ... Mana gua tau.  Emangnya gua ini Ibunya? Tanya aja sendiri sama orangnya," sungut Maya. 

Marcella berdecak pelan.  Demikian dengan Maya yang kini memusatkan perhatiannya pada benda pipih yang berada dalam genggamannya. 

Marcella masih setia dengan melamunnya yang memikirkan hal yang terbilang tidak penting.  Kilasan kejadian beberapa waktu lalu masih terekam jelas dalam ingatannya. Saat dirinya dengan sengaja memperhatikan Lelaki itu dalam diam.  Dimana tak ada seorang pun yang menyadarinya.  Sekalipun angin, tak dapat mengguncangnya sedikit pun. 

Dengan sadar atau tidak, Marcella kini menciptakan garis senyum tipis pada bibirnya.  Sangat tipis sehingga orang-orang tak menyadari bahwa dia tengah tersenyum. 

"Dia dingin tapi manis."

Maya yang berada di sebelah Marcella kini menghentikan kegiatannya sebentar.  Menatap bingung ke arah Marcella.  "Cell?  Lo gak lagi tukeran otak sama cicak-cicak di dinding, kan?" tanya Maya memastikan. 

"Eh, kenapa?"

****

Tanggal penulisan,
28 juni 2020

Kamila Agustina

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience