bab 2 kelulusan Jupri

Romance Series 314

Bab 2 Kelulusan Jupri

Hari yang di nantikan Jupri tiba, hari ini adalah hari di mana pengumuman kelulusannya. Pagi sekali Jupri sudah bersiap berangkat sekolah.

"Bapak, Mamak, Jupri berangkat ya. Doakan Jupri lulus dengan hasil yang memuaskan di pengumuman hari ini!" ucap Jupri sambil mencium punggung tangan kedua orangtuanya.

"Aamiin," ucap bersamaan kedua orangtua Jupri.

Setelah berpamitan, Jupri membawa sepedanya keluar dari garasi dan mulai mengayuh sepeda itu dengan hati riang.

Jupri hidup sederhana, meski anak seorang kepala desa dia tidak sombong. Berangkat sekolah masih menggunakan sepeda tua milik kakeknya yang masih terawat, bahkan sempat di nego guru bioliginya yang tertarik akan sepeda Jupri.

Jupri tergolong siswa pandai di sekolahnya, SMU Negeri 2 Madiun. Dia selalu menduduki lima besar dalam nilai sekolah di semua mata pelajaran.

'Akhirnya sampai juga,' batin Jupri.

"Juu--Jupri!" teriak Amanda teman sekelasnya.

Amanda mengatur nafasnya sejenak setelah sampai di hadapan Jupri yang masih termangu menatap Amanda.

"Mengapa kamu lari, Manda? Biasanya kan nunggu di depan kelas," kata Jupri dengan wajah heran.

"Huft, selamat ya. Kita lulus, lu-lus Juprriiii lulus!" teriak Amanda penuh semangat jingkrak-jingkrak tidak memperdulikan sekitar.

Jupri masih belum nyambung akan informasi yang di bawa Amanda untuknya.

"Lukus?" tanya Jupri

"Lulus! Lulus Jupri buka lukus. Iiih sebel," kata Amanda cemberut dengan bibir mengerucut sempurna.

Melihat Amanda yang sebel dengan muka cemberut, Jupri tertawa ringan menampilkan deretan gigi yang putih dan rapi. Mendengar tawa Jupri, membuat Amanda tersenyum senang tidak cemberut lagi.

"Nah gitu senyum, kan makin cantik Amanda," puji Jupri.

"Ayo, kita segera melihat ke papan pengumuman agar kamu tahu jelasnya!" ajak Amanda dengan menggandeng tangan Jupri.

Mereka berjalan menuju papan pengumuman yang terletak di tengah lapangan, berdesak-desak semua ingin melihat hasil ujiannya masing-masing. Mereka berteriak bersamaan, luuulluuss hoore yeey, melompat bersamaan.

Semua siswa merasa sangat senang karena berhasil lulus dengan nilai bagus. Jupri dan Amanda sangat bahagia, mereka lulus dengan predikat lima besar di sekolah.

"Jupri, apa kamu sudah siap mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri?" tanya Amanda dengan serius.

"Aku belum tahu, Amanda, entah mau ke mana tujuan sekolahku selanjutnya," balas Jupri dengan nada lirih tidak semangat.

Amanda merasa kasihan melihat sahabatnya yang hilang semangat akibat kedua orangtuanya, semua pasti mengenal siapa orangtua Jupri tapi mereka tidak mengerti masalah dalam keluarga Jupri.

"Sabar ya, nanti orangtuamu pasti akan mengerti keperluanmu sekolah," ucap Amanda.

"Bagaimana jika mereka hanya diam saja saat aku memberitahukan hasil ujianku, Am? Mereka hanya peduli medsos," jelas Jupri.

Amanda sangat mengerti kegelisahan Jupri, hidup berkecukupan tapi perhatian sudah berkurang. Jika salah langkah dia yang akan malu menanggung akibatnya.

"Kamu harus sabar dan iklas, ingat impianmu!" kata Amanda.

Akhirnya mereka berpisah karena waktu jam pulang sekolah telah tiba. Jupri mengayuh sepeda balapnya, kali ini dia membawa sepeda gunungnya dengan tujuan menikmati suasana kota Madiun sebelum dia menentukan nasib ke depannya.

Setelah merasa cukup, Jupri mengayuh sepedanya menuju rumahnya. Dengan wajah lelah tapi masih ada senyum bahagia atas apa yang sudah di raihnya, Jupri memarkir sepedanya tepat di tempatnya.

"Mak, salamkum!" ucap Jupri dengan suara keras.

"Aish, Jupri salam yang benar. Assalamualaikum, Mak. Itu yang benar, ini apaan," balas ibunya panjang.

Jupri hanya melenggang pergi sambil garuk kepala yang tidak gatal, berjalan menuju kamarnya. Setelah masuk kamar, Jupri membersihkan dirinya, mengeluarkan sumua buku dalam tas, merapikan dan memilah buku antara yang masih bisa di pakai dan tidak layak pakai.

Jupri menandang seluruh isi kamarnya, sudah tampak rapi dan bersih, bantal guling sudah rapi, buku di meja belajar juga sudah rapi, hanya tinggal melepas semua hiasan dinding yang tidak berguna.

'Huft, selesai sudah acara bersihin kamar, sekarang waktunya makan siang,' gumam Jupri dengan berjalan menuju ruang makan.

"Mak, Jupri lapar, mamak masak apa?" tanya Jupri.

"Mamak, belum masak, Jupri. Beli saja ya di Bu Sari," ucap ibunya.

"Iya sudah, Jupri bawa saja ya, Mak. Makan di sana ya, takut nanti saat Jupri pulang bapak juga pulang terus rame," jelas Jupri pada ibunya.

Bu Imah hanya menganggukan kepala tanda setuju. Kemudian sesaat setelah Jupri keluar dari halaman rumah, Pak Dulah memasuki halaman rumah.

"Bu, assalamualaikum," sapa Pak Dulah.

'Selamat, untung Jupri tadi sudah pamit' batin bu Imah.

"Waalaikumsalam, Pak," balas Bu Imah sambil keluar dari dapur menyambut suaminya yang baru saja pulang dari kantor desa.

Pak Dulah menyodorkan tangannya untukbdi ciumnBu Imah dan memberikan tas kerjanya pada istrinya.

"Jupri, ke mana, Bu?" tanya Pak Dulah.

"Keluar tadi setelah ganti baju dan bersihin kamarnya," jawab Bu Imah jujur.

Pak Dulah berjalan ke ruang makan, cacing di perutnya sudah demo minta di isi. Tangan kanannya meraih tudung saji dan membukanya.

"Bu, mana makanan buat bapak, ibu tidak masak lagi ya?" tanya Pak Dulah pada istrinya dengan suara sedikit tinggi.

"Maaf, Pak. Tadi tidak sempat, karena lagi ada arisan ibu-ibu pkk dan lagi rame chat di group perkumpulan novel," jawab Bu Imah dengan suara rendah.

"Bapak makan saja di warung Bu Sari, tadi Jupri juga makan ke sana, kok," imbuh Bu Imas sambil berjalan ke deoan dan duduk di kursi makan menemani suaminya yang lagi minum kopi.

Pak Dulah diam mencerna ucapan istrinya sambil menyruput kopi buatannya. Sekarang dia mengerti, mengapa Jupri jarang ada di rumah saat dirinya pulang kerja. Akhirnya semua pertanyaan dalam benak Pak Dulah terjawab.

"Jadi, selama ini Jupri tidak di rumah karena saat ini si Jupri lagi makan di tempatnya Bu Sari? Seperti itu, Bu?" tanya Pak Dulah.

Mendengar pertanyaan suaminya kepala Bu Imah terangkat, pandangan tertuju pada suaminya, perlahan kepalanya mengangguk membenarkan pertanyaan suaminya.

"Bagus, selama ini pekerjaan ibu hanya ponsel! Ponsel! Dan ponsel, sudah tidak perhatikan anak? Ke mana anak pergi tiap lepas maghrib? Apa ibu tahu?" cecar Pak Dulah pada istrinya.

Bu Imah berdiri dengan mengjentakkan kakinya tanda dia tidak setuju akan tuduhan suaminya, melihat tingkah istrinya yang mulai berani, Pak Dulah menggebrak meja.

"Buu!! Apa seperti ini kelakuan seorang ibu, istri dari seorang LURAH? Apa ibu lupa etika?" kejar Pak Dulah semakin naik emosinya melihat istrinya melotot padanya.

"Etika? Jangan bawa kata etika jika bapak sendiri juga sudah melupakannya! Ibu diam saja saat tahu tiap malam bapak mengendap-endap keluar kamar masuk ruang kerja hanya untuk vidio call dengan janda gatel itu!" cicit Bu Imah.

Semakin lama pembicaraan yang awalnya baik-baik saja berubah menjadi pertengkaran adu mulut antara suami dan istri, hingga hal yang seharusnya rahasia jadi terungkap tanpa sadar akibat emosi menguasai jiwa.

Jupri yang sudah pulang dari rumah makan Bu Sari mendengar pertikaian kedua orangtuanya, hatinya merasa sakit. Jadi selama ini ibunya diam bukan tidak tahu tetapi menutupi aib bapaknya. Selama ini Jupri hanya melihat, mendengar tanpa bicara. Jupri mengerti bahwa hal itu tidak pantas untuk di ungkap secara umum dan ditiru maka dia diam.

hari yang bahagia bagi anak sekolah yaitu kelulusan sekolah tapi hal itu tidak terjadi pada Jupri.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience