Rate

Bab 1

Romance Series 316

--- Jangan berharap aku melupakanmu, jika kamu masih dengan eratnya memelukku. ---

***

Seorang gadis yang mengikat rambutnya dengan disimpaikan ke kiri kini memegangi kedua tali ranselnya. Ia terdiam di samping meja piket guru,  rasa ragu menyelimutinya untuk melanjutkan langkah.

"Kelas kita mulai besok bakalan direnov, jadi kita bakalan pindah ke laboratorium bahasa buat sementara waktu."

Awalnya gadis itu membayangkan dengan bahagia, namun ternyata menghadapi kenyataan tak bisa semudah itu. Ia menggigit bibir bawahnya, tak yakin bisa tenang belajar di laboratorium bahasa yang menuju ke sana harus melewati kelas XI-MIA 2.

"HEL!!!"

"YA!!!" balas gadis itu, tepatnya ia bereaksi spontan karena terkejut. "Sya, lo ngagetin gue, ish!"

Gadis lain yang tadi mengejutkannya tertawa sekilas. "Kenapa juga lo diem di sini? Bentar lagi masuk. Tuh, ibu  Tina udah otewe mau ke sini." Kemudian ia menarik lengan gadis pertama tanpa permisi. "Yuk, ah!"

***

"Naya ish, gak bilang-bilang ke gue. Curang!"

"Ya gimana gue mau bil---"

"Helena Pranata!" panggilan itu membuat fokus gadis yang seharian ini hanya berani berdiam di sekitaran laboratorium bahasa menjadi teralihkan, tak terkecuali dua temannya yang lain. "Kenapa, Yas?"

"Di ... dipanggil bu Tina." Jelas sekali bahwa lelaki bernama Ilyas itu salah tingkah, sikap yang selalu ditunjukkannya jika berbicara dengan Helen.

"Gue?" tunjuk Helen dengan dirinya sendiri. "Kenapa?"

Ilyas hanya bisa menggidikkan bahunya, kemudian berlalu begitu saja. Ia tidak ingin banyak bicara dengan Helen, pasalnya tatapan mantan kekasihnya itu selalu berhasil membuatnya jadi salah tingkah.

"Si Ilyas, masih aja gemeter tiap ngomong sama lo."

"Biarin lah, hak dia, kan? Lagian, lo utang cerita sama gue!" ujar Helen yang sudah berdiri sembari merapikan rok abu-abunya. "Habis gue dari bu Tina, lo cerita sama gue, Nay," ujarnya sambil mengarahkan jari telunjuknya ke Naya. "Awas lo kalau gak cerita!"

Naya berdecak. "Iya ish, iya! Udah, sana-sana!"

"Jangan nyolot dong, bu. Santuy!"

"Bodo!"

Helen terkekeh kemudian meninggalkan Naya juga Misya yang sedari tadi sibuk memainkan game-nya.

"Hel!!!"

Teriakan itu membuat Helen yang sudah melangkah cukup jauh memalingkan diri. Ia menaikkan dagunya sekilas seolah mengisyaratkan kata "kenapa?"

"Hati-hati ketemu Nico!!!"

"Bodo, Nay!!!"

"Hati-hati, gue bilang!!!"

***

"Ya harusnya lo bilang-bilang dong kalau ada Putri di belakang gue!"

"Putri doang, juga," balas Naya dengan gamblang.

Helen menghembuskan napasnya dengan gusar. "Kalau urusan Putri mah gak bisa dibilang 'doang', Nay. She is a dangerous!" ia menyulut dalam hati karena teringat kejadian menabrak Putri karena Naya. "Lo gak lupa kan sedekat apa dia sama Nico?"

"Apaan coba kalian masalahin kayak gini? Hel, lo gak lupa kan gimana karakteristik seorang Putri? Yakin deh, dia gak bakalan macem-macem meskipun kedekatannya sama Nico kayak urat nadi sama nyawa," ucap Misya yang akhirnya ambil suara.

Melihat Naya yang kesenangan karena merasa dibela, Misya menoyor kepala gadis itu. "Elo juga, jangan teriak-teriak ogeb! Lo gak mau kan, tetangga baru kita itu nyamperin lo."

Naya mengusap-usap kepalanya yang habis kena toyoran Misya. "Kenapa jadi bawa-bawa dia coba? Gue kan udah bilang, kalau gue gak ada apa-apa sama dia."

Helen yang menyadari maksud pembicaraan Naya dan Misya segera membawa dirinya semakin rapat untuk berbicara hal yang cukup intens. "Ceritain ke gue, Nay! Lo udah janji tadi mau cerita."

"Gak ada ya tadi gue bilang janji, lo sendiri tu yang bilang janji-janji," cerca Naya membuat Helen memegangi lengan kanan Naya seolah memohon, dengan puppy eyes yang dibuat sedemikian rupa agar Naya mau bercerita. Naya yang malas melihat drama dari Helen terpaksa mulai menuruti keinginan gadis itu. "Iya iya, gue cerita."

Helen melepaskan pegangannya pada lengan Naya, kemudian mencolek dagu Naya sekilas, "Gitu dong, kan gue seneng."

Naya yang mendapat colekan itu tak sempat merespon, malah Misya yang sinis dengan apa yang dilakukan Helen. "Apaan sih Hel, najis banget, ish." Dan Helen hanya tertawa mendapat kalimat itu.

"Kuy, Nay, cerita, monggo."

"Iya, iya, gue cerita, tapi jangan pada heboh, janji?"

Rasa penasaran Helen yang sudah diubun-ubun membawanya untuk refleks mengangguk.

"Jadi ..."

"Gue digosipin sama Zidni," lanjut Naya.

***

Cuap Author:
Jadi, aku itu tipikal orang yang gak bisa nentuin judul Bab. Karena ini cerita pertamaku, aku gak bakalan maksain buat bikin judul di setiap Bab. Aku cuman nulis "Bab 1, Bab 2, dst ..."

Juga, aku belum bisa menulis part terlalu panjang, takutnya malah gak jelas. Jadi aku bakal tulis part pendek-pendek dulu, kecuali kalo memang harus panjang.

Salam kenal ya teman-teman.

Salam,

Remaja Akhir alias Lastteen___

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience