Rate

Prolog

Romance Series 316

--- Gengsi dan ego saling bertolak belakang. Gengsi memintamu untuk membiarkan dia pergi, sementara ego mengajarkanmu untuk membiarkan dia bertahan di sini. ---

***

“Maksud lo apa sih, Ar?”

Lelaki yang sedang sibuk memainkan ponsel itu tak menjawab pertanyaan dari seorang dara yang kini berdiri tegap di hadapannya dengan napas yang sudah memburu.

“Maksud lo nyuruh Atika buat like foto-foto Dinar sama mantannya, apa?” Sang dara tak habis pikir. “Lo sengaja, biar bikin gue sakit lagi?” ia menghela napas sebentar kemudian menajamkan mata kepada lelaki yang masih tak bergeming. “Mulai sekarang berhenti lo ganggu hidup gue, Ar! Udah cukup selama dua tahun ini lo bikin luka di hidup gue! Gue mohon, biarin gue hidup bahagia sama Dinar, lo jangan ganggu gue lagi!”

Melihat lelaki di hadapannya yang tak bergeming, sang dara begitu kesal. Ia berniat untuk segera berlalu dari sana, namun baru saja ia memutar tubuh, kini pergelangan tangannya segera diraih seseorang.

“Gue gak bakal ganggu lo lagi, Hel.” Lelaki itu akhirnya membuka suara, namun tatapannya lurus ke depan, tidak menengadah untuk menatap Helen.

“Bagus!” jawab Helen ketus.

Lelaki itu refleks menarik satu sudut bibirnya kala mendengar jawaban dari sang dara, disertai raut wajah yang tak bisa diartikan. Entahlah, perasaannya begitu kacau saat ini.

Kini lelaki itu mengangkat wajahnya menatap kepada Helen yang juga menatapnya dengan raut wajah yang sulit diartikan.

“Gue izin buka hati buat cewek lain, ya? Gue izin sama lo buat mencintai cewek lain.”

Jujur, Helen tersentak ketika kalimat menyakitkan itu melayang begitu saja dari mulut lelaki di hadapannya ini. Rasanya ia ingin sekali menahan lelaki itu untuknya, namun kini logikanya lebih dulu dikuasai oleh rasa gengsi.

Lagi pula Helen tidak boleh egois, ia tidak bisa menahan lelaki itu lebih lama lagi untuk dirinya, sementara ia sudah ada lelaki yang baru. Lelaki di hadapannya ini juga berhak untuk berbahagia dan mendapatkan gadis yang baru.

Dalam hitungan detik, Helen menepis setiap kalimat yang dipikirkannya. Ia kini kembali menunjukkan sikap angkuh, terkekeh meremehkan.

“Terserah lo, gue sama lo juga udah bukan siapa-siapa!”

Pegangan lelaki itu terlepas. Ia hanya bisa mengangguk pasrah kala mendapat persetujuan dari Helen. Rupanya mantan kekasihnya itu benar-benar ingin melepaskan diri, padahal lelaki itu tidak serius dengan ucapannya, hanya ingin tahu bagaimana cara Helen mempertahankan hubungan mereka.

“Ya sudah, semoga bahagia sama pilihan lo ya, Hel. Jangan cengeng lagi, setelah ini gue gak bakalan bisa ada buat lo, kapan pun lo butuh gue.”

Helen mendesis sambil memutar bola matanya malas. “Gue gak bakalan nangis lagi, Ar, karena satu-satunya orang yang bikin gue nangis gak bakalan ganggu gue lagi setelah ini.”

Gadis itu segera berlalu meninggalkan lelaki yang dipanggilnya dengan sebutan ‘Ar'.

Di hadapan lelaki itu, terlihat jelas bahwa Helen meninggalkan dengan rasa angkuh, padahal tak lama setelah ia berjalan cukup jauh dari tempat yang mungkin menjadi pertemuan terakhir mereka, gadis itu justru terduduk di kursi depan sebuah minimarket, seraya memegangi sebuah jam tangan berwarna merah muda disertai air mata yang sudah mengucur deras.

Sementara sang lelaki dengan panggilan 'Ar' itu hanya bisa menatap nanar pada punggung kecil milik gadis bertubuh mungil yang selama hampir dua tahun ini selalu hangat dalam dekapannya.

“Gue gak bisa nahan lo lebih lama lagi, kalau lo sendiri yang pengen lepas dari gue. Semoga kita bisa bahagia, Hel, walau pun gak harus sama-sama.”

***

Note : Cerita ini mengandung 100% fiksi.
Jika ada kesamaan nama, tempat, kejadian, dan yang lainnya, maka hanya ketidaksengajaan semata.

Selamat membaca cerita ini.
Jangan lupa follow instagramku :
@lastteen___

Komen yang banyak dong, biar aku semangat hehehe ...

Salam manis,
Remaja akhir
alias
@lastteen___??

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience