“Kau tidak apa-apa, kan Lumina?”
“Ya, Niteo. Kuharap kalian boleh ampil baik tanpaku,”jawab Lumina menahan tangis di matanya.
“Aku tahu kau kecewa. Tetapi aku yakin penampilan kami nanti akan menjadi pengubat kekecewaanmu.”
“Kuharap begitu. Berjuanglah kawan-kawan. Aku akan mendukung kalian dari sini.”
Riuh suara tepuk tangan para penonton festival yang didominasi oleh pari-pari -pari-pari cahaya menghiasi Mata Air saat kontestan tuan rumah maju sebagai peserta pertama, mengiring Paduan Suara “Pelangi Indah”menempatkan diri di atas pentas. Dan mereka pun mulai menyanyikan lagu “Harmoni Alam ”dengan megahnya disertai dengan pertunjukan cahaya warna-warni pelangi yang dipendarkan dan dibiaskan oleh tubuh mereka.
“Mari kita bernyanyi bersama
Harmoni Alam penuh irama
Muka berseri dan bersahaja
Antar mentari menuju senja...”
“Wow, penampilan mereka keren sekali!” gumam Voda yang menonton festival itu di sisi Mata Air bersama kedua kawannya. “Aku jadi kuatir apakah penampilan kita nanti boleh mengungguli penampilan mereka.”
“Voda, kau jangan bicara begitu. Kau jangan mengecilkan hati Geo!”sahut Exora .
“Oh, maafkan aku. Tetapi aku tidak yakin kita penampilan boleh lebih bagus daripada mereka. Atau ada yang lebih bagus lagi daripada mereka? Tidaaaak!”
“Sebaiknya kau tidak perlu mendengarkan kata-katanya, Geo,”ujar Exora kepada Geo yang berdiri tanpa komentar di sebelahnya. “Selalu saja membingungkan....”
“Lihat. Mereka sudah selesai bernyanyi!”seru Voda sembari ikut serta menyumbangkan tepukan tangan untuk kelompok paduan suara itu. Semua penonton, terutama para pari-pari cahaya sepertinya sangat puas melihat penampilan wakil dari Singgasana Cahaya itu.
Share this novel