Rate

BAB 2

Drama Completed 376

Aku tengah bermalasan di bilik saat adikku memanggilku. Katanya ada tamu yang datang mencariku. Aku pun bangkit dan merapikan diri sebelum turun.

Di ruang tamu, Ayah Ibuku menyambutku dengan senang. Ibuku langsung memelukku dan menangis. Aku tak tahu mengapa ia menangis. Sedangkan Ayah menatapku dengan wajah lega dan ceria. Sementara lelaki blasteran Korea-Indonesia menatapku lembut.

Aku menepuk punggung Ibu sambil bertanya, “Ada apa, Bu? Mengapa Ibu menangis? Apa Shika sudah melakukan kesalahan yang menyakiti hati Ibu?” Ibu melepaskan pelukannya. Beliau menatapku sambil tanganya membelai pipiku dengan lembut. Matanya menatap teduh, dan aku menemukan ketenangan di sana.

“Tidak Nak. Kau tidak melakukan kesalahan yang sudah menyakiti Ibu. Kau anak yang baik. Justru kami, Ayah dan Ibu yang minta maaf padamu, kerana kami tak pernah tahu apa keinginanmu. Tapi kali ini Ayah dan Ibu sangat bahagia. Kerana ada lelaki soleh yang ingin meminangmu menjadi istrinya. Kami senang, kerana ada kebahagiaan yang menghampirimu, Nak.” Ucap Ibu dengan berbinar-binar.

Apa yang dikatakan Ibu justru membuatku bingung. Siapa yang Ibu maksudkan mau menikahiku? Farhan kah? Mungkinkah ia menyedari bahwa Shiqah , adikku, tak pantas ia pertahankan. Kerana tak mencintai dirinya? Kemudian ia menyedari keberadaanku, menyedari aku yang selalu memperhatikannya diam-diam? Atau mungkin lelaki oriental di samping Ayah saat ini?

“Kau setuju bukan untuk menjadi istri Juna?” tanya Ayah mencoba meyakinkanku.

“Tentu saja ia setuju, Ayah.” Sahut Ibu diikuti senyuman kecilku.

Saat ini, aku tak mungkin menentang rencana baik Ayah dan Ibu. Setidaknya aku tak punya alasan untuk mendukung pertentanganku. Maka kubiarkan rencana baik itu terjadi. Membiarkan hati Ayah dan Ibu bahagia. Walau sejujurnya aku akan sangat terluka dengan rencana ini. Kerana aku…

“Selamat malam.” Senyum bahagia terpancar dari wajah Farhan yang tengah berdiri di depan pintu.

Kali ini kurasakan aura yang berbeda dari diri Farhan . Apalagi ia mau menatap ke arahku dan tersenyum. Tatapannya seperti seorang kekasih yang tengah melepas rindunya. Hatiku kembali terluka. Kenapa baru sekarang ia memperlihatkannya, saat aku telah menyetujui untuk menjadi istri Juna?

Dengan cepat kutundukkan kepalaku. Aku tak ingin melihat wajah bahagia itu, yang pada akhirnya akan terluka.

“Oh nak Farhan . Kebetulan sekali kau datang kemari.” Sambut Ayah sambil mempersilahkannya masuk dan duduk.

“Ada kabar berita apa? Kelihatannya Om dan keluarga sedang bahagia?” tanya Farhan basa basi. Aku masih menundukkan kepalaku.

“Begini, malam ini Shika dilamar oleh nak Juna. Rencananya tiga hari lagi mereka akan melangsungkan pertunangan.” Jawab Ibuku dengan perasaan penuh bahagia.

Dari lirikan mataku, aku melihat wajah mendung Farhan . Aku tak tahu apa penyebabnya itu.

“Siapa yang mau menikah, Bu? Kak Shika? Sama kak Farhan bukan?” seru Shiqah yang berdiri di anak tangga. Suara Shiqah mampu membuat semua orang menatap ke arahnya.

“Hust. Jaga bicaramu Shiqah . Kak Shika memang mau menikah, tapi bukan dengan kak Farhan , melainkan dengan kak Juna.” Ucap Ibu membenarkan kata-kata Shiqah . “Maaf ya nak Farhan , nak Juna. Shiqah itu memang suka ceplas-ceplos kalau bicara.”

Aku yang mendengar kata-kata Shiqah justru sedikit merasa bahagia. Andai saja kedatangan Farhan malam ini bermaksud untuk melamarku.

“Wah kasihan sekali kak Farhan . Sudah kutolak, sekarang juga masih ditolak sama kak Shika. Ck… ck… ck… benar-benar lelaki malang.” Tandas Shiqah yang menurut ayah ibu dan juga aku, ini sudah keterlaluan.

“Shiqah masuk bilik ! Ini urusan orang dewasa.” Bentak ayah pada Shiqah , dan gadis nakal itu mau menurut kata-kata Ayah masuk bilik .

“Maaf ya nak Farhan , sikap Shiqah memang keterlaluan.” Ayah meminta maaf pada Farhan . “Kalau boleh tahu maksud kedatangan nak Farhan ke sini untuk apa?”

“Begini Om, maksud kedatangan saya kemari adalah untuk meminang putri Om, Shika.” Farhan berhenti sejenak begitu melihat wajah terkejut Ayah, Ibu, Juna dan termasuk diriku yang berani memandangnya. “Berhubung ada lelaki lain di sini yang memiliki maksud sama seperti saya, untuk meminang putri Om, saya mohon pada Om dan keluarga untuk mempertimbangkan siapa dari kami yang layak untuk mendampingi putri Om.”

Aku tahu seberapa ia menguatkan dan memberanikan diri untuk mengatakan itu. Tapi aku tak tega melihat ekspresi wajah Ayah Ibu, jika aku menerima Farhan untuk menjadi suamiku, sementara Ayah Ibu telah menerima lamaran Juna untuk menjadi suamiku.

Semua orang terdiam. Aku menoleh ke arah Ayah dan Ibu, mereka saling berpandangan satu sama lain, menyiratkan pertanyaan, “Apa yang harus kita lakukan.” Sementara itu, aku tertarik untuk melihat bagaimana reaksi Juna. Marahkah ia kerana merasa ditipu? Atau ia akan merasa acuh, kerana baginya masih banyak gadis cantik di luar sana yang mau menjadi istrinya? Atau mungkin ia berpikir untuk memperistri adikku, walau ia harus menunggu satu tahun lagi untuk kelulusan SMA-nya.

Betapa terkejutnya aku saat mendapati ekspresi tenangnya. Ia bahkan tak marah atau cuek. Ia hanya bersikap tenang dan tersenyum ke arahku begitu tahu aku tengah memperhatikannya. Entah mengapa, aku merasakan debaran senang di hatiku saat menatap matanya dan senyumnya. Dengan begini aku tahu apa yang harus kuperbuat.

“Farhan , maafkan aku, juga Ayah dan Ibuku. Kami tahu maksudmu baik untuk melamarku, tapi kedatanganmu kurang tepat. Kerana sebelum kau datang, kami telah menerima lamaran dari Juna. Dan itu tak memungkinkan bagi kami untuk menyakiti hatinya.” Ucapku dengan lancar. Bahkan aku merasa heran dengan perkataanku yang mengalir begitu saja.

Jujur Farhan , hatiku sangat sakit mengatakan semua itu. Tapi apa yang harus kulakukan. Aku tak mungkin menyakiti hati Ayah Ibuku, dan juga membuat rasa canggung antara kau dan adikku, jika kelak kau menikah denganku.

“Begitu.” Sahutnya dengan nada sedih. “Bolehkah aku berbincang-bincang sebentar denganmu berdua saja?” tanyanya.

Sekarang tinggal kami berdua di ruang tamu. Ayah Ibu dan Juna pergi ke ruang keluarga. Mereka memberi waktu untuk Farhan berbincang denganku. Lima menit tanpa suara membuatku canggung, ditambah lagi tatapan Farhan menghunus hatiku.

“Apa kau tahu ini pertama kalinya kau mau berbicara denganku.” Aku terdiam menunggu reaksinya, tapi ia tetap diam dan memandangiku terus. “Sebelumnya kau selalu memperhatikan Shiqah . Dan aku tahu kau menyukainya, bahkan saat Shiqah tak mempedulikanmu, kau masih saja berusaha mencari perhatiannya.” Tiba-tiba saja emosiku memuncak. Tanpa kusedari semua perasaanku mengalir begitu saja dari mulutku.

“Terkadang aku merasa, kau bodoh kerana masih mau mengejar wanita yang tak mencintaimu. Apa yang lebih bodoh lagi, adalah aku yang bodoh. Kerana mahu menunggumu walau aku tahu hakikat yang kau tak mungkin menyukaiku. Ini bukan kekesalanku padamu kerana selama ini mengacuhkanku. Tapi kerana aku merasa, bahwa diriku adalah perempuan yang paling malang di dunia in. Ketika aku berusaha mendapatkan cintamu, aku dibiarkan begitu saja. Dan saat aku melepaskannya, tak semena-mena cinta itu datang dengan tiba-tiba. Tapi sayang semuanya sudah terlambat, kerana aku terlanjur terikat oleh cinta yang lain. Maaf Farhan , aku sungguh minta maaf. Tapi aku benar-benar tak dapat kembali ke hatiku yang dulu. Aku tak mau terjebak untuk yang kedua kalinya. Dan kau boleh mengataiku bahwa aku perempuan tak tahu diri. Tapi satu, kumohon jangan menyakiti hati Ayah Ibuku.” Tanpa sedar, pipiku telah basah oleh air mata. Dan dadaku terasa sesak. Mungkin ini akhir dari perasaanku padamu.

“Ini adalah kesalahanku. Terlambat menyedari wanita yang mencintaiku.” Tukas Farhan dalam. “Mungkin ini karma bagiku kerana sudah melukai hatimu. Membuatmu menangis kerana aku terus menolak cintamu dan mengejar cinta Shiqah yang tak pasti.” Farhan menatapku dan meraih tanganku, meremasnya kuat-kuat. “Tapi dapat kah kau menerima cintaku? Aku akan mengubah sikapku padamu. Aku akan mencintaimu.” Mata Farhan memohon padaku. Tapi hatiku terlanjur tertutup untuknya. Aku tak dapat menerima cintanya.

“Maaf. Aku tidak dapat memenuhi keinginanmu. Aku sudah punya lelaki lain yang mencintaiku dengan tulus.”

Farhan melepaskan genggaman tangannya dengan kasar. Ia berdiri dengan wajah marah.

“Aku juga minta maaf, aku tak dapat berlama-lama di tempat ini.” Selepas menyelesaikan kalimatnya, Farhan beranjak pergi. Aku memandanginya dari balik punggunggnya. Aku tahu dia sangat marah dengan keputusanku. Tapi inilah keputusanku.

Aku memang pernah mencintai lelaki bernama Farhan . Ia temanku semasa sekolah di tingkat menengah. Tapi cintanya bukan untukku tapi untuk Shiqah , adikku. Saat Farhan tahu, cinta Shiqah bukan untuknya, dia beralih padaku. Seperti pelarian, Farhan mengejar cintaku. Seperti barang cadangan, Farhan mulai melihatku. Sama seperti Shiqah , aku pun menolak Farhan . Bukan kerana aku tak mencintainya. Tapi kerana cintaku hanya bercinta dengan angan masa mudaku saja.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience