Rate

BAB 1

Drama Completed 376

Kau datang begitu saja, hingga hatiku terjerat padamu. Tanpa ampun kau biarkan dirimu menganakbiak di hatiku hingga memenuhinya tanpa ada ruang tersisa untuk yang lain. Dengan mudah kau melemahkanku hingga membuatku sesak jika aku tak melihatmu. Memberi rindu yang menjadikanku pesakitan, kerana tak dapat melepasnya.

Apa kau tahu itu?!

Tidak! Kau tak pernah tahu itu. Kau bahkan tak pernah melihat ke arahku. Dan mungkin menganggapku tak pernah ada dalam hidupmu. Kerana hanya dia yang selalu kau lihat. Hanya dia yang selalu mengisi hatimu. Hanya dia yang kau rindukan.

Mungkin bertemu denganmu membuatku terluka. Memaksaku selalu menahan sakit di balik senyumku. Berpura-pura aku baik-baik saja. Atau aku akan mencoba mencari perhatianmu, meski tak pernah ada reaksi darimu. Tapi itu yang dapat aku lakukan untuk dapat berada di sampingmu. Walaupun aku hanya sebuah bayangan tak berarti bagimu. Tapi hatiku tetap merasa senang.

Sore ini kau akan datang. Aku merasa senang mengetahuinya. Dari pagi kusiapkan segala sesuatunya untuk menyambutmu. Berharap kau tersenyum dan berbincang denganku. Kuabaikan kelas kuliahku hari ini. Tak peduli sanksi apa yang akan kuterima nanti oleh Profesor tergalak di kampus. Aku tak peduli.

Jam delapan malam tepat, kau datang ke rumah. Pakaianmu rapi dan badanmu bau wangi. Senyum selalu terukir di bibirmu. Tangan kananmu membawa sebuket mawar merah, bunga tanda cinta.

Aku perlihatkan wajah bahagiaku dengan senyuman yang paling manis, saat Ayah Ibuku datang menyambutmu dan mempersilahkanmu duduk. Kau memperlihatkan sosok kharismatikmu saat berbincang-bincang dengan Ayah Ibuku. Aku menikmati setiap sisi dirimu yang terpancar, walau tak sekalipun kau menyinggung tentang diriku.

Aku duduk diam di samping Ibuku. Diam-diam kutuliskan pena di dinding hatiku, mengenai betapa gagahnya dirimu. Menceritakan bagaimana kau sangat aku cintai. Keadaan ini sungguh sangat menyenangkan hatiku.

Atmosfer bahagia berubah saat ia datang. Tanpa sedar, kau memandangnya penuh arti. Mengacuhkan Ayah Ibuku dan juga aku. Seketika aku merasa sedih. Sekali lagi kau menyakiti hatiku.

Dia datang dengan gaun merah kesukaannya. Membuatmu menatapnya tanpa berkutik. Aku pun merasa waktu berjalan sangat lambat dan menorehkan luka sebanyak mungkin di hatiku. Kau berdiri diam dengan tanganmu meraih buket mawar di sampingmu.

Kau berjalan pelan menujunya. Matamu tak henti mengaguminya. Mawar merah itu kau berikan padanya. Sempat terlihat sorotan bahagia di matamu, sebelum tangannya membuang mawar merah yang kau berikan.
Kau menatap tak mengerti pada mawar yang tergeletak tak berdaya di lantai. Matamu menyiratkan pertanyaan, “Mengapa dibuang? Apa kau tak suka dengan bunganya?” tapi bibirmu terus terkatup sambil memandangi mawar itu.

Dia mengabaikanmu dengan berjalan menuju Ayah Ibu tanpa melihatmu. Dia tak berkata apapun tentangmu. Justru dia membicarakan tentang kekasihnya pada Ayah Ibuku di depanmu.

Sekarang bagaimana perasaanmu? Sakitkah, mengetahui cintamu ditolak olehnya? Bahkan sebelumnya kau sangat yakin bahwa dia akan menerimamu.

Kau berdiri dengan kepalan tanganmu yang kuat saat dia berbicara manis tentang lelaki lain di depanmu. Aku tahu kau sangat marah dan terluka. Bahkan kau ingin melampiaskan amarahmu, tapi kau menahannya. Kau sedar bukan tempat dan waktu yang tepat untuk melakukannya. Kerana kau tak ingin memperlihatkan sifat kekanak-kanakanmu di depannya.

Ini jauh lebih menyakitkan bagiku melihatmu terluka. Kerana aku tahu bagaimana rasanya terluka itu. Tapi aku tak dapat mengubah keadaan menjadi yang kau inginkan. Aku tak dapat memaksanya untuk mencintaimu. Aku tak dapat memaksa adikku sendiri menyukai sesuatu yang tidak dia sukai.

Ayah Ibuku mengajakmu untuk makan malam. Ini membuatku sedikit lebih lega. Kerana kau tak akan dalam keadaan menyakitkan itu lagi dengan mendengarkan ceritanya. Sebelum beranjak menuju meja makan, kuraih mawar yang tergeletak di lantai itu, membuka plastik pembungkusnya dan menaruhnya di dalam vas berisi air bersih.

Di meja makan, kau sudah dapat menguasai dirimu. Kau perlihatkan wajah riangmu, meski ada awan mendung di matamu saat melihatnya. Kau menjawab dengan sukses semua pertanyaan-pertanyaan Ayah Ibuku tanpa sedikit pun goyah. Sekali lagi, ini membuatku lebih lega.

Malam ini, satu luka menghampirimu. Menempati ruang di hatimu yang semula penuh dengan cinta.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience