Episode 01: Kamu Takut Petir?

Fantasy Completed 1199

Gadis berparas ayu itu, berteriak kencang, meronta-meronta ketika beberapa preman menarik tubuh mungilnya ke sudut jalan yang sepi.

Gadis itu bernama Binar Widya. Di tengah kekalutannya, dia berharap ada seseorang yang datang di tengahnya malam penuh badai ini. Menolongnya dari t3rkam4n binatang buas itu.

“Lepas!” Binar mendaratkan gigitan pada preman yang mencengk3ram lengannya yang polos.

“Dasar jal4ng!” Gadis malang yang berusaha melindungi harga dirinya itu malah mendapatkan sebuah t4mparan.

“Hey, lepaskan wanita itu!” Seorang pria bertampang kaukasoid, tiba-tiba datang menghadang kerumunan itu.

Tangan sang pria terkepal erat, tak terima melihat wanita berparas ayu itu diperlakukan dengan kasar.

Mereka semua sontak mengalihkan pandangan ke pria asing itu. Sementara sang wanita menatap si pria dengan sayu.

Kesenduan di matanya seolah-olah menaruh harapan besar terhadap pria yang mengenakan setelan jas itu, agar menyelematakannya dari para b4jingan yang mencengkeramnya.

"Oh, ada yang mau ikut campur urusan kita rupanya." Bos preman berucap sinis. "Hajar pria b0doh itu!" perintahnya.

Pria bertampang kaukasoid itu membuka jas hitamnya, lalu segera menggulung lengan kemeja hingga ke siku.

Menatap satu per satu preman yang mulai mendekat dengan tampang garang.

Detik berikutnya, adegan baku p*kul pun tak terelakkan lagi. Sebuah pukul4n melayang ke wajah pria itu, disusul dengan tendangan dari arah belakang. Pria itu menunduk, lalu berputar menendang preman yang ada di belakang.

Membuat lawannya jatuh terjungkal. Namun, dia harus menahan s3rangan lainnya lagi yang tiba-tiba mengh4ntam punggungnya.

Pria itu terbatuk, tetapi segera berbalik. Memberikan pukulan beruntun pada preman yang kalah tangkas dengannya.

"Kurang ajar!" Bos preman yang masih memegang si gadis, merasa murka melihat teman-temannya yang sudah terkapar kesakitan di kaki pria asing itu.

Dia mengempaskan Binar secara kasar. Lalu menyerang pria yang sudah menganggu santapan makan malamnya ini.

Si pria mundur teratur, menghindari balok kayu yang secara memb4bi buta dilayangkan ke arahnya. Balok kayu yang dipegang preman, terus-terusan dilayangkan ke pria asing itu.

Kiri kanan, secara cepat. Sang pria berjongkok, dengan secepat kilat memutar kaki untuk menjegal preman itu.

Dia terjungkal, pria itu tambah dengan mendaratkan siku di dada si preman dengan keras.

"Aaarggh!" Si preman mengerang sekeras mungkin, merobek keheningan di daerah yang tampak sepi itu.

Sang pria bangkit berdiri dengan napas yang berat. "Pergi! Pergi, sebelum saya habisi!" ujarnya dingin.

Tanpa menunggu waktu lama, ketiga preman itu saling rangkul, lalu pergi dengan terseok-seok.

Pria itu mengayunkan kaki ke arah Binar, gadis itu pun mendekat. Selarik senyum terukir di bibirnya yang mungil.

Ada binar kebahagiaan yang terpancar di mata bulatnya. Bersamaan dengan itu, angin kencang kembali berlalu-lalang, membuat rambut panjang si gadis meliuk-liuk mengikuti irama angin.

"Terima kasih banyak atas bantuan Anda." Binar menautkan telapak tangan di dada.

Sang pria mengangguk. "Sama-sama."

Mereka saling diam beberapa saat, saling pandang satu sama lain. Sampai butir-butir air hujan menggangu momen saling tatap mereka.

Gadis ayu itu membuang pandangan, menoleh ke sana kemari, seakan sedang mencari sesuatu.

Mengurangi rasa gugup ketika dipandangi sepasang mata tajam pria tampan di hadapannya.

"Di mana rumahmu?" Binar menyebutkan sebuah gang yang masih asing di telinga sang pria. Sementara hujan lama-kelamaan makin deras.

Angin pun bertambah kencang.

"Bagaimana kalau kita cari tempat berteduh dulu. Nanti setelah hujannya reda, saya antar pulang." Tawaran sang pria langsung diangguki oleh Binar.

Selain tidak ada kendaraan yang lewat, hujan yang deras tidak memungkinkan untuk mereka melanjutkan perjalanan.

Kebetulan di samping sana, sekitar 50 meter, ada sebuah bangunan yang terbengkalai.

"Kita berteduh di sana saja." Sang pria menunjuk di arah jam sembilan.

Binar mengangguk, lalu mereka berlari ke bangunan tersebut.

Hawa sejuk membuat Binar memeluk dirinya sendiri, sesekali dia menggosok-gosokan telapak tangannya satu sama lain.

Terlihat sangat kedinginan. Sementara sang pria menyandarkan punggung di tembok yang terdapat banyak coretan, sambil menunggu hujan reda.

Sesekali pria beralis tebal itu mencuri pandang pada Binar. Tubuhnya yang basah, membuat pakaian yang membalut tubuh gadis itu tercetak jelas.

Sang pria menelan ludah berat, kala pikiran liar mulai melintas di kepala. Berusaha dia untuk menepis hal bodoh itu.

“Kenapa keluyuran di tempat seperti ini?" Pria itu menyugar rambutnya yang basah.

"Aku sedang cari pekerjaan."

"Sampai larut malam?" Alis tebal itu terangkat sebelah.

"Aku nggak punya ongkos pulang. Jadi, jalan kaki.” Binar tersenyum tipis.

Sang pria mengangguk-angguk.

"Kalau Anda sendiri?" Binar bertanya balik.

"Saya baru pulang dari luar kota, ban mobilku pecah. Saya sedang berusaha mencari bengkel di sekitar sini tadi.”

"Owh, begitu. Bengkel adanya sekitar satu kilometer lagi dari sini," jawab Binar.

Mereka kembali diam. Hujan di luar sana masih saja deras disertai angin kencang.

Binar terus-terusan mengusap-usap lengannya yang polos. Rambut panjangnya yang masih meneteskan air, dia bawa ke samping, lalu memerasnya agar cepat kering.

Kembali pria asing itu menelan ludah berat melihat leher jenjang Binar yang putih mulus.

Binar menyadari sang pria sedang menatapnya, sebuah senyum sungkan Binar perlihatkan.

Ah, bibir ranum Binar begitu mengg0da. Sebagai pria normal, pria asing itu mulai terpancing dengan lekuk tubuhnya yang begitu menantang.

"Aaaa!"

Tiba-tiba petir menyambar yang langsung disambut teriakkan ketakutan Binar.

Gadis itu phobia petir. Dia langsung menghambur di permukaan dada bidang, mencari perlindungan.

Pria asing itu merasakan napas gadis yang sedang memeluknya terengah-engah, ketakutan.

Sontak saja kelakukannya gadis itu menyentilkan debar halus di dada sang pria, yang makin lama membuatnya berdebar kencang dan mampu melumpuhkan akal sehat pria tersebut.

Sang pria menangkup wajah lugu Binar. Memandangi mata indahnya, yang langsung membuat pikiran pria itu tenggelam.

"Kamu takut petir?" tanya pria asing itu. Kebetulan, petir lagi-lagi menyambar.

Binar mencengkeram kedua lengan pria di hadapannya sambil menutup mata erat.

Terlihat jelas dadanya naik turun dengan cepat. Dan itu mampu membuat otak si pria bergerak liar.

"Saya bisa membuatmu untuk menyingkirkan rasa takutmu itu."

Petir kembali menyambar, sang pria segera mendaratkan k3cup4n di bibir yang ranum itu.

Bisa pria asing itu rasakan, Binar begitu tegang dengan apa yang dia lakukan.

Binar beralih mencengkeram erat dada kemeja pria itu, hingga membuat beberapa kancingnya terlepas.

Aksi itu terus berlanjut dan berlanjut, meminta lebih dan ingin merasakan yang jauh lebih menantang lagi.

Petir kembali menyambar disertai raungannya yang keras. Namun, Binar tak ketakutan lagi dengan suara sang petir.

Angin kencang berembus menyapa tubuh mereka. Namun, dinginnya tak mampu menembus kehangatan yang sedang mereka ciptakan.

Sampai pria asing itu tidak menyadari, kelakuannya sudah keterlaluan.

Siapa sangka, gadis yang dia tolong dari para pem4ngsa, malah menjadi mangs4nya sendiri!

Di tengah-tengah ad3gan p4nas itu, ponsel pria asing itu sejak tadi bergetar.

Syeira Istriku.
[Mas Aiman, kerjanya udah belum?]

[Mas langsung pulang 'kan malam ini? Biar aku buatkan makanan kesukaan Mas Aiman.]

[Mas kapan pulang? Hati-hati di jalan, hujan sangat deras.]

Tok Be Continue

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience