Calis's POV
hari minggu, hari dimana aku bermalas-malasan diranjangku. Kicauan burung membuatku berpikir 2 kali, antara melanjutkan tidur atau keluar rumah.
aku mendapatkan sebuah pesan, entah dari siapa. Tapi Isi pesan itu menyuruhku untuk keluar rumah. Dengan malas aku pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahku dan menganti baju.
"Raone? "saat kubuka pintu ternyata Raone yang tadi mengirmu pesan.
"Hai Calis, ayahmu bilang kalau kau selalu bermalas-malasn saat libur. Jadi pagi ini akan aku ajak kau lari"
"lari pagi? "
"yap. Kau belum tahu juga kan wilayah disini"
"tapi ini baru jam 6 pagi"
"nah maka dari itu aku ajak lari jam segini. Ayahmu dan ayahku Dokter, beliau bilang menghirup udara di pagi hari sehat untuk tubuh"jelasnya, dipikir-pikir juga ada benarnya. Aku pun masuk kembali untuk memakai sepatu.
Sepanjang perjalanan, Raone menjelaskan wilayah kawasan disini. Ia bilang kalau disini bebas bahaya, karena wilayah disini dilindungi Serigala putih. What!!! serigala putih, bukankah itu bahaya, tapi entahlah aku hanya memercayainya saja.
"oyah Raone, kau kenal Peter? "
"oh si anak pucat itu? "
"ya, kau mengenalnya? "
"aku hanya tau saja, tapi tidak begitu kenal"
Entah kenapa aku tiba-tiba menanyakan soal Peter, tapi tadi malam aku juga malah membayangkan sosoknya. Padahal kita baru bertemu sekali.
"Raone? "
"ya? "
"kau atlit ya, kenapa tubuhmu sudah berotot. Padahal kau dan aku sama-sama berumur 16 tahun"
"haha~ ini karena aku rajin berolahraga, tidak sepertimu"
"aku? Aku juga rajin olahraga. Lihat, tanganku juga berotot"
Raone pun tertawa saat melihat pergelangan tanganku, yang mungkin tidak ada apa-apanya. Jelas aku bodoh sekali, kenapa juga aku malah membuat lelucon konyol. Tapi aku senang melihat Raone tertawa.
"oyah. Apa kau tahu sudah berapa lama ayahmu dan ayahku berteman? "
"setauku cukup lama, dulu aku pernah diajak ayahku ke New York. Dan saat itu ayahmu dan ayahku mengadakan rapat, kurasa kita dulu pernah bertemu"
"bertemu? Oyah, usia berapa? Kenapa aku tidak ingat ya"
"mungkin 9 tahun, tapi kurasa dulu kau lebih pendek dari sekarang"
"wah? Aku agak lupa, kenapa aku tidak ingat ya"
"sudahlah lupakan, lagian itu sudah lama juga"
Aku pun mencoba mengingat-ingat lagi. Apa benar dulu aku pernah bertemu Raone, tapi kenapa aku tidak ingat. Apa karena kecelakaan itu, sehingga aku amnesia ringan.
Siang itu aku kembali bermalas-malasan di rumah. Raone bilang ia ada urusan, Mary mengajakku main keluar tapi aku tidak ada mobil. Sungguh membosankan.
Bayangan Peter kembali melintas, entah kenapa rasanya sangat tiba-tiba. Padahal aku sedang tidak ingin memikirkannya.
Pagi itu seperti biasa Raone menungguku di luar rumah. Berhubung ayah masih belum menemukan mobil untukku, jadi aku masih harus menumpang di motor Raone.
"Calista~ "seseorang memanggilku, dengan jelas aku bisa mengenalnya.
"peter? "
"Calis, aku duluan! "bisa kulihat ekspresi Raone saat Peter datang.
"Calista?"
"kenapa? "
"tidak apa-apa. Aku hanya menyapa"
"oh~" entah kenapa rasanya sangat gugup bicara dengan peter. Apalagi saat ia tersenyum, ia hampir saja menghipnotisku.
"kau pakai lensa kontak ya? "tanyaku pada peter, karena aku penasaran kenapa matanya berwarna ungu, tidak seperti manusia normal lainnya.
Peter tidak langsung menjawab pertanyaanku, ia hanya tersenyum sambil mengangkat kedua alisnya.
"Calis~"Mary melambaikan tangannya dari arah parkiran.
"pulang sekolah nanti kita bertemu disini lagi ya"lagi-lagi ia mengangkat kedua alisnya. tampan, pikirku.
"Calista, wah jarang-jarang lo anak favourable saling bicara dengan anak Excellent"
"Favourable? "
"ya, itu julukan kelas kita"
"memangnya kenapa? "
"dengar-dengar kalau anak Excellent paling anti berteman dengan anak Favourable, lebih jelasnya kalau mereka menkaga jarak. Tapi mungkin itu hanya gosip biasa saja"
Perkataan Mary membuatku penasaran. memang apa alasannya dan kenapa mereka harus jaga jarak dengan kita, Padahal kita sesama manusia.
Seperti janji, seusai pelajaran berakhir. Aku menunggu di tempat tadi, ya menunggu petter. Aku tidak tahu apa yang mau ia katakan, tapi aku tidak mau salah tingkah.
"Calis~"
Mendengar suara seraknya aku pun menahan kesenanganku saat ia hadir.
"apa hari ini ada jadwal lain?"tanyanya. Aku pun menggelengkan kepala.
"yasudah kau mau ikut aku jalan-jalan? "
What, jalan-jalan? Siapa yang tidak mau menolak tawarannya coba. Dengan malu-malu aku pun menangguk.
"tapi aku harus ijin dulu pada Raone"
"kenapa memang dengannya, apa kalian punya hubungan? "
"tidak, tidak. Aku takut ia khawatir karena ayahku menitipkanku padanya"
"tenang, ia tidak akan khawatir"
Aku pun menyerah, akhirnya aku masuk ke mobilnya yang mewah dan mungkin mahal. Aku tidak tahu Petter membawaku kemana, yang jelas jantungku hampir lepas karena gugup. Apa yang harus kumulai untuk bicara, sudah 10 menit lamanya kita terdiam.
"emm~ petter? "
"ya? "
"rumahmu dimana? "pertanyaan konyolku keluar lagi.
"diapartemen, tapi tidak terlalu dekat dengan kota"
"ohh~"
"bagaimana denganmu? "
"apa? "kegugupanku mulai keluar lagi.
"dimana rumahmu? "
"rumahku, rumahku di sekitar perbatasan hutan. Ya memang agak sepi disana hanya beberapa komplek rumah, tapi udaranya sejuk"entah dari mana nada bicaraku lancar tidak seperti tadi.
"oyah, orang tuamu kerja apa? "tanyaku lagi.
kau pasti tahu saat ini kegugupanku hampir setengah mati. Dari pada aku terdiam, lebih baik sedikit menanyakan tentangnya bukan?.
"mereka sudah meninggal, aku tinggal dengan adik perempuanku. Tapi ya karena orang tuaku meninggalkan banyak harta, setidaknya aku masih bertahan hidup".
"ahh begitu" aku pun sedikit menyesal dengan pertanyaanku, tapi setidaknya aku tahu kalau ia anak yatim piatu.
Petter membawaku ke bukit yang jauh dari perkotaan. Aku menyukai tempat hijau seperti ini, setidaknya
menyejukan mata.
"apa kau menyukainya? "
"sangat suka. Aku menyukai lingkungan hijau dan angin seperti ini"
Aku tidak henti-hentinya melebarkan senyumanku.
Petter memetikan bunga dan memakaikannya ditelingaku, membuatku tidak bisa berkata-kata. Bahkan bergerak pun seolah aku sudah dikutuk menjadi patung.
"jika aku sedang sedih, aku selalu ke tempat ini. Setidaknya membuat bebanku berkurang"ucapnya.
...
Share this novel