"Bagaimana pun juga kalian harus mencari tahu di mana keberadaan si pemilik darah suci itu. Karena kedua orang tuanya pasti sudah tewas saat ini," Perempuan yang memakai tiara berhiaskan kepala serigala kecil yang terbuat dari emas itu menatap keempat anaknya secara bergantian. Sendari tadi kakinya membawa tubuhnya mengitari anak-anaknya.
"Mengapa bunda menyuruh kami? Lalu apa gunanya Clarissa datang kemari? Bukannya soal cari mencari itu tugasnya si panglima serigala bunda? Dan Clarissa sendiri kan panglima serigala dari selatan bunda," Namjoon memprotes dengan menatap lekat kedua bola mata Jennie.
"Jika aku saja sudah bisa mengandalkan anak-anakku, mengapa aku harus sibuk-sibuk membuat konferensi mempertemukan empat panglima serigala?" Jennie menyeringai.
Yoongi yang sendari bertopang dagu dengan tangan kanannya di atas meja hanya mengerlingkan matanya malas.
"Lalu mengapa bunda tadi bertemu dengan Clarissa?" pertanyaan itu terlontar dari bibir Jisoo.
"Salah satu dari kalian akan bunda jodohkan dengan Clarissa. Dan Clarissa pun sudah menyetujuinya."
"Tentu saja itu bukan Jisoo," Seokjin melirik adiknya sekilas.
"Tentu saja kakak, aku kan perempuan!" Jisoo mengerucutkan bibirnya.
"Dan aku harap lelaki itu bukan aku."
Empat pasang mata itu seketika menatap Yoongi yang masih setia dengan sikap bertopang dagunya.
"Kenapa begitu? Bukankah kau jomblo Yoon?" Namjoon menyenggol lengan kiri Yoongi.
"Iya kakak, mengapa begitu?" kini Jisoo ikut bertanya. Dari sorot pandangan matanya, gadis ini terlihat sangat amat kepo.
"Ya, mengapa begitu? Kau sudah jomblo selama dua ribu tahun Yoon," Seokjin mengelus dagunya yang belum ditumbuhi bulu janggut itu.
"Kalau laki-laki itu kau, kau tidak bisa menolaknya Yoongi. Dan laki-laki yang akan bunda jodohkan dengan Clarissa itu adalah kau," Jennie tersenyum manis. Entah film apa yang sedang terputar di otaknya sekarang.
"Maka aku akan tetap menolaknya," Yoongi mengeluarkan smirk adalannya. Smirk yang membuat wajahnya seribu kali lebih tampan dibandingkan biasanya.
"Mengapa begitu Yoon? Apakah kau mau menjadi anak durhaka karena menolak permintaan bunda?" Jennie melangkahkan kakinya mendekati Yoongi. Tangannya mengusap kedua pipi Yoongi dari belakang.
"Ada alasannya bunda," Yoongi menepis lembut kedua tangan Jennie yang berada di kedua pipinya.
"Apa alasannya?"
"Aku tidak akan mengucapkannya bunda. Atau mereka akan membullyku habis-habisan," Yoongi menatap Seokjin, Namjoon, dan Jisoo secara bergantian. Setelah itu, Yoongi mengerlingkan matanya.
"Kau sudah jatuh cinta rupanya? Siapa perempuan itu? Ayolah... kenalkan pada kami," Seokjin menaik-turunkan alisnya, tanda ia sedang menggoda Yoongi.
"Tidak akan."
"Baiklah. Semua bisa diatur Yoon. Kalau kau bersedia mengenalkan siapa perempuan yang kau cinta. Kemudian kau membawanya di hadapan bunda serta saudara-saudaramu, perjodohanmu dengan Clarissa akan bunda batalkan."
"Baik."
"Ayolah! Mengapa kita malah membahas perjodohan? Bukankan kita seharusnya membahas soal darah suci?" Jisoo kesal. Entah mengapa, ada suatu yang panas di sana, lubuk hatinya yang terdalam merasa sesak.
"Mengapa raut mukamu kesal Jisoo?" lagi-lagi, Seokjin menggoda adiknya.
"Aku hanya kesal karena kita tidak langsung masuk pada poin pembicaraan kita," Jisoo mengalibi.
"Bunda sudah membicarakannya Jisoo, kalian harus mencari pemilik darah suci itu hari ini. Dan kalian harus menemukannya."
"Bagaimana kita bisa tahu kalau orang itu pemilik darah suci bunda?" Namjoon menyandarkan punggungnya di punggung kursi, matanya tangah sibuk menerawang.
"Bodoh sekali! Seorang pemilik darah suci itu bau darahnya seperti gula. Sedangkan jika darah biasa, baunya akan anyir."
"Maafkan aku Jin. Sepertinya pengetahuanku tidak seluas dirimu," Namjoon menatap Seokjin kesal.
"Lebih baik kalian berangkat sekarang, sebelum fajar tiba."
"Baik bunda," keempatnya mengangguk serempak.
"Ini kunci mansion yang berada di tengah kota. Semoga kalian betah di sana. Jika bunda ada waktu untuk menjenguk kalian, maka bunda akan ke sana," Jennie merogoh kunci dari saku jubahnya berwarna hitam berbulu serigala yang lebar hingga menutupi kaki. Jika Jennie berjalan, pasti jubah itu selalu terseret di bagian bawahnya.
"Mengapa kita harus tinggal di tengah kota bunda?" Jisoo mulai memasangkan jubah warna merahnya itu menutupi badannya.
"Karena kalian akan mengawasi pemilik darah suci itu dari bangsa vampir," Jennie menatap Jisoo dengan penuh wibawa. Jennie, sesosok ibu idola Jisoo. Jisoo sangat suka bila Jennie mulai mengeluarkan aura anggun nan wibawanya.
"Jika anak itu yatim piatu, mengapa tidak bunda rawat saja sekalian?" Namjoon yang sedang merapikan jubah warna hijaunya itu lebih terlihat tampan dari biasanya.
"Bangsa serigala tidak bisa merawat seorang pemilik darah suci anakku."
"Mengapa begitu bunda?" Namjoon lagi bertanya.
Seokjin mendengus sebal. Mengapa adiknya yang satu ini sangat bodoh? Padahal Namjoon adalah adik yang sering bersamanya. Mereka berdua sering sekali menghabiskan waktu untuk membaca ribuan buku di perpustakaan yang berada di dalam kamar Seokjin. Seharusnya ilmu pengetahuan Namjoon tentang kebangsaan serigala lebih melampaui Yoongi, si pemalas tapi pandai. Yoongi sendiri, dirinya malah lebih sering menghabiskan waktu bersama Jisoo untuk sekadar berburu mencari hewan di tengah hutan. Tapi ilmu pengetahuannya soal kebangsaan serigala sepertinya jauh diatas Namjoon. Yoongi selalu beralasan ketika diajak Seokjin menuju perpustakaan pribadinya. Padahal Seokjin hanya ingin memamerkan buku yang baru dibelinya, sama sekali tidak berniat untuk meminta Yoongi membacanya. Tapi Yoongi selalu menolaknya dengan alasan, "Aku harus menemani Jisoo, dia yang mengajakku lebih dulu dibandingkan kau Jin."
"Karena itu semua mampu memicu perang besar antara bangsa serigala dengan bangsa vampir Nam! Begitu saja kau tidak tahu huh! Sepertinya, sia-sia saja kau menghabiskan waktumu di perpustakaan pribadiku," Seokjin mendengus sebal.
"Baiklah, aku paham sekarang."
"Ayolah kakak, jangan berdebat sekarang! Lihat perempuan itu, sepertinya dia siap menendang kalian berdua!" Jisoo mencoba bergurau. Karena saat Jisoo melihat Jennie, ekspresi wajah sangar Jennie menyemburat di sana.
"Maafkan kami bunda. Baiklah, kami berangkat," Seokjin mengomandani.
Mereka berempat melesat cepat. Namjoon dan Seokjin memakai jubah berwarna senada. Yoongi dan Jisoo juga memakai jubah warna merah yang sama. Mereka melewati hutan yang gelap dan ribun karena sinarnya sang surya belum muncul pada dini hari ini.
Tidak sampai menempuh perjalanan satu jam. Mereka sudah sampai di sebuah mansion yang berukuran cukup besar. Mansion bercat warna coklat yang sudah pudar itu tampak seram. Apalagi suasana sedang gelap seperti ini. Menunggu fajar tiba pun pasti masih lama.
"Serem kak rumahnya," Jisoo menatap rumah besar yang ada di hadapannya itu dengan tatapan bergidik.
"Iya, rumahnya serem. Kemungkinan rumah itu ada hantunya Jisoo. Dan hantu itu akan memakanmu," Namjoon suka sekali menggoda Jisoo. Apalagi menakuti Jisoo, itu adalah suatu hobi favoritnya. Baginya, melihat adiknya yang satu ini memasang ekspresi ketakutan memiliki sensansi bahagia tersendiri bagi Namjoon.
"Kakaaaaak!" Jisoo mengeratkan pelukannya ke lengan Yoongi, pertanda ia sedang ketakutan.
Jisoo selalu mengadu pada Yoongi jika kedua kakaknya itu jahil padanya. Baginya, Yoongi adalah kakak paling istimewa yang pernah hadir dalam hidupnya. Dibandingkan Seokjin dan Namjoon yang menyebalkan baginya, Yoongi lebih dari segalanya. Yoongi bahkan tidak segan akan memukul Seokjin atau Namjoon jika mereka sudah berlebihan menggoda Jisoo.
"Jangan terus-terusan menggoda adikku Nam!" Yoongi menatapnya dengan tatapan tidak suka. Seperti biasa, Namjoon selalu memamerkan cengiran kudanya. Memperlihatkan deretan gigi putihnya yang berjajar rapi.
"Mendingan kita jalan-jalan dulu mengelilingi kawasan ini. Siapa tau kan kita bisa menemukan pemilik darah suci itu," Seokjin mengusulkan usulan yang brilian.
"Oke," Namjoon dan Jisoo menjawab kecuali Yoongi yang hanya mengangguk.
Jisoo melepaskan pelukannya pada lengan Yoongi. Mereka berempat mulai melesat melewati setiap perkomplekan yang ada di daerah tersebut.
Suara tangisan bayi membuat mereka berempat berhenti di tempat itu. Tepat di depan rumah sederhana yang memiliki papan nama besar di sisi jalan bertuliskan "PANTI ASUHAN CENDRAWASIH"
Seokjin dan Yoongi menghisap nafasnya dalam. Mereka berdua sedang merasa melalui indra penciumannya. Bangsa serigala, mereka pemilik indra penciuman terkuat dibandingkan makhluk mana pun.
"Sepertinya bayi mungil itu pemilik darah suci," Seokjin melihat sebuah keranjang yang ditinggalkan di teras panti asuhan. Lebih tepatnya, keranjang bayi itu berada tepat di depan pintu masuk.
Yoongi menganggukkan kepalanya.
"Kita sepertinya harus berjaga di sini sebelum pengasuh panti asuhan itu menemukan bayinya. Atau bangsa vampir akan mengambilnya dan merawatnya hingga berumur tujuh belas tahun," Namjoon bersedakep dada. Tumben sekali otak makluk yang satu ini encer tidak seperti biasanya.
Tanpa aba-aba, Jisoo meloncati pagar dan mendekati bayi mungil itu. Yoongi pun menyusul adiknya itu, siapa tau Jisoo akan melakukan hal yang ceroboh.
"Jangan!" Saat Seokjin ingin ikut meloncati pagar dan melihat bayi mungil itu tangannya malah ditahan oleh Namjoon.
Seokjin hanya memberi isyarat dari tatapannya yang berkata "Mengapa?" tanpa membuka suara.
"Biarkan mereka berdua saja. Atau pemilik panti akan terbangun karena kita berisik."
"Bukankah berisik adalah hobimu saat menggoda Jisoo?" Seokjin medengus.
Jisoo melihat bayi mungil itu dengan tatapan malang. Tubuh bayi itu masih berwarna merah.
"Lihat kakak, bayinya perempuan!" Jisoo berbisik girang.
"Aku tahu."
Jisoo melihat ada sebuah buku note kecil dan bolpion di atas meja kecil di teras panti asuhan. Kemudian tangannya meraih bolpoin dan merobek selembar kertas itu.
"Mau kau apakan?"
"Diamlah kak, kau jangan berbisik," Jisoo tetap berbica dengan nada berbisik.
Jisoo menuliskan sebuah coretan di kertas itu. Kertas yang semula bersih itu kini bertuliskan "LALISA MANOBAN" Kemudian Jisoo menyelipkannya di helaian kain yang menutupi tubuh bayi mungil itu.
"Lalisa Manoban?" Yoongi mengeryitkan keningnya. Ia masih kurang paham dengan tingkah yang dilakukan adiknya ini.
"Aku memberinya nama 'Lalisa Manoban' kak. Bayi perempuan ini sangat imut. Dan nama Lisa sepertinya cocok untuknya," mata Jisoo berbinar saat menjelaskannya pada Yoongi.
"Seperti anakmu saja huh," Yoongi melipat kedua tangannya di depan saja.
"Terserah aku lah kak!" Jisoo mendengus.
"Kita harus segera menemui Jin dan Nam, Jisoo."
Jisoo ingin mengetuk pintu kayu bercat warna putih itu. Tapi dengan segera tangannya ditahan oleh Yoongi.
"Apa yang kau lakukan?"
"Aku ingin mengetuk pintu kakak. Begitu saja kau tidak tahu! Payah," Jisoo menepis tangan Yoongi.
"Aku tahu kau ingin mengetuk pintu adikku. Tapi apakah kau ingin membuat pengasuh panti asuhan ini melihat kita? Kemudian dia akan mengira kita adalah pasangan muda-mudi yang kotor dan meninggalkan bayinya di sini."
"Ayolah kak, tolong simpan dulu otak dengan jaringan leletmu itu! Tentu saja kita akan melesat kakak. Bahkan sebelum pengurus panti asuhan itu merasakan hadirnya kita, kita sudah lenyap duluan dari pandangan matanya."
Yoongi sedikit berpikir. Benar juga apa yang dikatakan adiknya ini. Mereka berempat bisa melesat, berlari melebihi kecepatan seorang Cheetah.
"Baiklah," Yoongi melepaskan cekalan tangannya.
Tok tok tok...
Sepuluh kali mengetuk, akhirnya lampu di dalam yang padam itu menyala.
Jisoo dan Yoongi menganggukkan kepalanya. Berlari melesat menghampiri Seokjin dan Namjoon. Kemudian mereka menarik keduanya untuk bersembunyi.
Seorang perempuan yang sekitar berumur dua puluh tahun keluar dari pintu berwarna putih itu. Dirinya terkejut menemukan seorang bayi mungil di depan pintu panti asuhan miliknya. Kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri, tapi sepertinya tidak ada orang. Tangan mungilnya menggendong bayi perempuan itu masuk ke dalam panti asuhan dan kembali menutup rapat pintunya.
"Pulang sekarang?" Seokjin bertanya.
"Pulang ke mana kakak? Kau jangan ambigu pada waktu awal-awal seperti ini," mata Jisoo masih setia melihat panti asuhan yang lampunya mulai padam lagi satu persatu itu.
"Tentu saja pulang ke rumah," Seokjin bersidakep dada.
"Kita pulang ke mansion Jin," ucap Namjoon.
"Baiklah," Jisoo dan Seokjin menyahut. Sedangkan Yoongi, dia hanya mengangguk dan mengikuti saudara-saudaranya yang sudah melesat terlebih dahulu.
*****
"Sepertinya kita sudah keduluan oleh bangsa serigala," mata Hoseok tiba-tiba berwarna merah selama dua detik.
"Ya, pasti bunda akan memarahi kita nanti. Dan kita tidak akan mendapatkan jatah darah," Jungkook mendengus.
Mereka berempat melihat tiga laki-laki dan satu perempuan yang sedang berdiri di depan pagar Panti Asuhan Cendrawasih.
"Perempuan itu cantik," Taehyung terus-terusan menatap lekat pada sosok perempuan yang mempunyai rambut hitam lurus mencapai punggung gadis itu.
"Dia bangsa serigala Tae!" Jimin mengingatkan dengan nada yang tegas.
"Aku tidak peduli. Tetapi dia cantik," Taehyung terus-terusan memuji Jisoo dari kejauhan.
"Kalau bunda dengar, habislah riwayatmu Tae!" Jungkook menatap Taehyung dengan tatapan tajamnya.
Taehyung yang mendapatkan tatapan seperti itu pun meringis.
"Kita harus fokus pada apa yang kita cari. Jangan lengah sedikit pun! Apalagi kau Tae! Jangan mudah tergoda dengan putri ratu serigala itu. Selalu ingat, ketiga kakaknya galak!" Hoseok sedikit terkekeh.
"Tau dari mana kau kalau kakaknya galak Hope?" Taehyung menatapnya penasaran.
"Aku pernah melakukan pendekatan dengannya."
"Aku tidak percaya!" ujar Jimin.
"Jika aku melakukan hal seperti itu pun aku juga tidak akan percaya pada diriku sendiri karena telah melakukannya saudaraku," Hoseok tertawa renyah.
"Kau jangan bercanda Hope!" Taehyung menatapnya dingin.
"Aku tidak bercanda, aku hanya ingin membuat guyonan saja sebelum kita kehausan."
"Sama saja!" ucap ketiganya serempak.
Mereka berempat melesat untuk kembali ke mansionnya. Dan menceritakan kepada Rose bahwa mereka gagal. Kemudian mereka tidak akan mendapatkan jatah darah dari Rose, ibu mereka.
Share this novel