Rate

BAB 2

Drama Completed 423

Aku memang sangat mencintai Rio. Dan aku juga tahu dia sangat mencintaiku dan menyayangiku. Tetapi, sikapku terhadapnya sangat berlebihan dan sering membuatnya kesal terhadapku. Aku tahu itu. Tapi, aku juga tidak tahu kenapa aku bersikap seperti itu. Aku salah mengekspresikan rasa sayangku terhadapnya. Dan aku tahu itu sebenarnya. Tetapi, aku seringkali tidak dapat mengendalikan sikapku. Sikapku yang mudah marah dan ngambek pada Rio. Sebenarnya hanya satu, aku ingin diperhatikan. Tapi, caraku saja yang salah. Dan aku tahu itu. Tapi sekali lagi, aku juga tidak tahu kenapa aku masih saja bersikap seperti itu, sedangkan aku tahu bahwa sikapku itu salah.

Rio begitu sabar menghadapi sikapku yang mudah marah dan ngambek. Terkadang, aku menanggapi serius candaan Rio hingga akhirnya kita terlibat debat. Tapi jujur, aku selalu menangis jika aku dan Rio sedang berdebat. Aku bingung kenapa sikapku seperti itu. Aku juga tahu, semua itu salahku. Aku yang selalu memancing amarahnya.

Aku juga sering berprasangka buruk terhadapnya. Padahal Rio tidak mungkin berbuat seperti apa yang aku pikirkan. Aku tahu itu. Tetapi, hatiku selalu diliputi rasa khawatir dan cemas terhadapnya. Aku begitu sering memikirkannya. Dan sekarang, aku justru cemburu dengan Rio dan adik kandungnya sendiri. Aku iri melihat kedekatannya dengan Niken. Apalagi, Niken anaknya manja. Seperti yang aku lihat saat Rio menyuruh Niken untuk solat di masjid besar itu. Niken terlihat menggoda kesabaran Rio. Niken terlihat manja. Dan aku Iri melihatnya. Hatiku seakan ingin Rio hanya untukku.

“Kamu kenapa cemburu dengan Niken?” Tanya Rio dalam smsnya. “Aku juga tidak tahu, Yo. Aku iri saja melihat Niken dengan sikapnya yang manja sama kamu.” Jawabku. “Ima, Niken itu adikku sendiri. Jadi tidak seharusnya kamu cemburu dengannya.” Kata Rio. Aku sangat bingung sekali. Kenapa sikapku seperti itu terhadap Niken dan Juga Rio. Aku juga tahu Niken itu adiknya, adik kandung Rio. Tapi aku tidak tahu dengan perasaan ini. “Niken itu adik kandungku, Ma. Kamu tidak usah cemburu.” Rio menegaskannya padaku.
“Aku tidak tahu, Yo. Aku tahu Niken itu adik kamu. Mungkin ini perasan dan pikiranku saja.” Jawabku yang mencuba menenangkan hatiku sendiri. Akhir-akhir ini aku juga sering berprasangka buruk terhadapnya. Aku sering menunggu smsnya dan saat ia tidak membalasnya, aku pasti berprasangka buruk padanya. Padahal terkadang ia tidur kerana kelelahan usai pulang kerja. Ia juga masih harus mencari makan di luar, kerana dia kos dan tidak memasak sendiri. Dan aku tahu itu. Tapi aku tidak tahu kenapa pikiran dan perasaanku terhadapnya seperti itu.

Perasaan itu justru membuatku tidak tenang dan merasa khawatir terus memikirkannya. Aku tahu sikapku terhadapnya akan membuatnya semakin jenuh menghadapiku. Aku tahu kalau aku kurang pengertian terhadapnya. Aku tahu itu semua. Tetapi, lagi-lagi aku tidak dapat mengendalikan perasaan dan pikiranku terhadapnya. Sehingga, prasangka buruk sering membuatku menangis sendiri. Aku tahu, aku tidak sepantansya bersikap seperti itu, sikapku itu hanya akan membuatnya jenuh dan kehilangan kesabaran menghadapiku. Dan yang tidak aku inginkan, aku akan membawa sikapku itu hingga pernikahan nanti. Aku tak mau keluargaku sering kisruh lantaran sikapku itu.

Aku tidak ada maksud ingin merebut dan menguasai Rio jika ia sudah menjadi suamiku. Tetapi, rasa memiliki seutuhnya justru akan membuatnya sakit hati. Aku tahu Niken adalah adik kandungnya sendiri. Tapi, aku tak dapat mengontrol perasaan dan apa yang selalu ada dalam pikiranku. Padahal, Rio juga sering mengatakan dan menegaskannya padaku. “Ima, Niken itu adalah adikku. Dan setelah menikah nanti aku akan menjadi milikmu. Niken pasti juga tidak akan manja lagi terhadapku, kerana dia sudah dewasa dan akan menjalani hidupnya sendiri, dan dia juga akan berkeluarga.” Jelas Rio panjang lebar.
“Aku tahu, Yo. Maafkan sikapku selama ini. Kamu sudah terlalu sabar mengahadapi sikapku itu. Aku selalu berpikiran yang tidak-tidak. Dan itu justru yang membuat aku bingung dan selalu memikirkan sesuatu yang tidak jelas dan tidak aku ketahui kepastiannya. Dan aku juga tidak bermaksud untuk memilikimu seutuhnya. Aku juga tidak ingin memisahkan kamu dengan orang tuamu dan juga adikmu jika kita sudah menikah nanti. Mungkin, ini hanya rasa sayang yang terlalu berlebihan.” Kataku menjelaskan. “Iya, aku mengerti perasaanmu, Ma” Kata Rio menenangkanku.
“Sekarang, kamu tak usah lagi cemburu dengan Niken. Dia adik kandungku sendiri. Aku serius denganmu, Ma. Aku ingin menjadikan keluarga kecil kita nanti contoh bagi keluargaku. Aku ingin adikku berubah. Mungkin sekarang hatinya belum diberi hidayah, begitu juga dengan kedua orangtuaku.” Kata Rio, mengutarakan niatnya dengan tulus. Aku melihat dari pancaran kedua matanya. “Aku juga ingin seperti itu, Yo. Aku ingin membina keluarga yang sakinah mawadah warahmah. Aku ingin kehidupan yang bahagia, sejahtera dan penuh dengan ketentraman, cinta dan kasih sayang.” Kataku pada Rio. Rio menganggukkan kepalanya sembari tersenyum padaku.

Aku sudah berkomitmen dengannya. Kami ingin membina keluarga bersama. Dan aku akan menyelesaikan kuliahku, dan kelak aku akan mengajar di sekolahan. Semoga Allah memberikan kemudahan. Rio memang tidak kuliah. Setelah tamat sekolahnya di tingkat menengah atas, dia langsung bekerja di suatu kantor. Aku tidak pernah memandang status pendidikannya. Bagiku, sikap dan pribadi yang bertanggung jawablah yang jauh lebih penting. Dan insya Allah kelak dia akan memimpin keluarga kecilku dengan baik.

Setelah menikah nanti, dia akan berencana membuka sebuah usaha. Dia ingin waktunya lebih banyak untuk anak dan juga isterinya. Dia juga sudah berpesan denganku agar mengajar saja dari pada bekerja di kantor. Ia ingin aku lebih banyak mengurusnya dan juga anak kita nanti. Cita-citanya dan juga cita-citaku, semoga menjadi kenyataan. Dan semoga Allah memuadahkan apa yang kami berdua inginkan.

Kini, aku lebih bersikap dewasa. Aku tak ingin diriku terbelanggu oleh pikiran-pikiran yang buruk tentang Rio. Tidak seharusnya juga aku cemburu dengan Niken yang jelas-jelas adiknya sendiri. Aku memang terkadang iri dengan Niken yang bercanda dan menggoda Rio. Mereka saling colek dan tertawa bersama. Sedangkan Rio tak pernah melakukannya terhadaku. Kerana itu semua memang aku dan Rio belum resmi menjadi suami isteri, tentu jika aku sudah menikah nanti, dia akan menjadi milikku seutuhnya. Aku pun selalu menenangkan pikiranku sendiri agar aku tidak merasa khawair tak jelas seperti itu.

“Tenang saja, jika kita sudah menikah nanti. Aku hanya milikmu, Ma. Tak ada yang memilikiku selain dirimu. Jadi, tak usah kau hiraukan sikap Niken terhadapku. Dia memang suka seperti itu. Semua ini kerana aku sangat mengargai kamu. Aku ingin menjagamu hingga kamu menjadi isteriku nanti.” Kata Rio. Aku pun menganggukkan kepala sembari tersenyum. Sekarang, hatiku menjadi tenang.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience