Rate

BAB 1

Drama Completed 423

Aku sudah menjalin hubungan yang serius dengan Rio. Dia berjanji akan menikahiku jika aku sudah tamat pengajian dan graduate nanti. Dia sangat serius ingin menjadikanku isterinya. Aku pun bersyukur dapat mengenalnya dekat. Dia memang sosok yang selama ini aku idam-idamkan. Sosok yang kelak akan menjadi pendamping hidupku, ayah dari anak-anakku, dan akan menjadi imam dalam keluargaku. Aku sangat senang dengan dia, kerana rasa tanggung jawabnya yang besar, mencintaiku dengan tulus dan penuh kasih sayang, selalu mengajakku dalam kebaikan. Aku akan sangat bersyukur jika memang Allah akan menyandingkan aku dengannya.

Tak ada yang istimewa dalam pertemuan kami. Rio selalu mengajakku bertemu di masjid kala itu bersama dengan adiknya. Aku hanya berbicara seputar pekerjaannya dan kuliahku, sembari menunggu adik Rio. Sikapku sedikit cuek ketika Rio mengajakku berbicara. “Kamu masih marah sama aku, Ma?” Tanya Rio. Tapi, aku hanya diam saja. “Kamu tega sama aku, Yo..” Kataku dengan nada kesal. “Iya.., aku minta maaf, Ma” Kata Rio memohon. “Aku ingin nanti setelah kita menikah, kamu pengertian sama aku, Yo. Tadi aku bilang, Yo.., aku tidak dapat mengambil motorku. Tapi, kamu malah menjawab, minta tolong saja sama tukang parkirnya.” Aku menjelaskannya dengan nada kesal.
“Iya, aku kan sudah minta maaf, Ma..” Kata Rio menegaskan. Aku hanya diam saja. Aku kesal dengan sikap Rio. Mungkin dia bilang begitu, kerana dia juga kesal terhadapku, kerana aku meninggalkan dia sendiri, dan berangkat dulu ke warnet. “Aku sebenarnya juga kesal sama kamu, Ma” Kata Rio mengutarakan kekesalannya terhadapku. Tapi, aku masih diam dan cuek terhadapnya. “Aku tadi masih solat duha dulu. Tapi, kamu malah pergi dulu ke warnet. Aku tadi jalan kaki, Ma. Kerana aku tadi datang sama Niken. Dan sepeda motornya dibawa Niken.” Terang Rio. Aku pun hanya terdiam dan merasa bersalah telah meninggalkan Rio. Dan aku tega membiarkan dia menyusulku ke warnet dengan jalan kaki. Jarak Masjid besar dengan Warnet lumayan jauh.
“Sekarang terserah kamu, Ma. Apakah kamu mau memaafkan aku atau tidak.” Kata Rio yang membuatku tidak enak dengannya. “Iya, aku maafkan, Yo. Maafkan aku juga, kerana tadi aku buru-buru. Kerana , ada tugas kuliah yang harus aku selesaikan.” Kataku menjelaskan. “Iya, aku maafkan.” Kata Rio. Dan beberapa saat kemudian, Niken datang. Niken memang cantik dan sangat tomboi. Aku hanya tersenyum melihatnya, dan ia pun membalasnya sembari melepas helm. Kemudian Niken menghampiriku dan Rio. “Mbak..” Sapanya padaku dengan malu-malu sambil tersenyum. “Dia mbak Ima, salaman…!” Rio menyuruh adiknya bersalaman padaku. “Ima..” Kataku memperkenalkan diri, dan menjabat tangan Niken.

Rio memang sengaja ingin memperkenalkan adiknya denganku, agar aku mengenalnya. Dan kebetulan, pada lebaran ini, adiknya pulang bekerja dari Surabaya. “Niken orangnya memang susah. Naif kalau dibilangin.” Kata Rio menggoda adiknya. Niken pun terlihat malu denganku. Ia hanya tersenyum sambil menatap kakaknya. “Mas Yo apan, sih..” Kata Niken. “Lihat saja, Ma. Masa anak cewek pakai celana ketat kayak gini. Di rumah malah pakai celana pendek.” Kata Rio menceritakan kebiasaan Niken. “Cuba lihat mbak Ima.” Rio menunjuk ke arahku. Aku memang memakai jilbab. Tetapi, aku juga masih banyak belajar tentang agama. Dan Rio selalu menjadi penyemangatku.
“Mas Yo saja yang cerewet, Mbak. Celanaku kan panjang, yang penting pakai celana.” Kata Niken menyanggah. “Tuh, kan… alasan saja.” Rio menggoda adiknya. “Apa yang dikatakan Mas Yo memang benar, Niken” Kataku padanya. “Kamu tadi sudah solat belum?” Tanya Rio pada Niken. Niken hanya tertawa sambil membalas sms di hpnya. “Ken..” Rio memanggil Niken, sambil menggoyangkan kakinya. “Iya.. iya, Mas. Nanti saja di rumah, cerewet amat!” Kata Niken agak naif . “Ini sudah jam berapa. Ayo, solat dulu.” Perintah Rio.
“Memangnya ini jam berapa. Mbak, bawa mukena nggak?” Tanya Niken Padaku. “Di dalam ada Mukena, kok..” Jawabku. “Wudhunya dimana?” Tanya Niken. “Pasti alasan. Ada Ken, itu ada tulisannya ‘Putri’. Ayo buruan! Nanti pasti kalau di rumah juga tidak solat.” Kata Rio yang tegas dengan adiknya, meskipun agak naif . Tapi, dia memang perhatian dengan adiknya.

Akhirnya, Niken pergi ke tempat wudhu. Aku dan Rio menunggu di serambi masjid dengan berdiam dan tak mengeluarkan kata-kata sedikit pun. Kejadian salah paham itu, membuat suasana tidak enak. Aku juga tak enak untuk mengajaknya bicara. Dia pun juga diam. Mungkin tak enak denganku.

Tiba-tiba, diamku dan Rio dikagetkan oleh kedatangan Niken. Pikirku anak itu sudah mengambil air wudhu. Tidak tahunya masih kebingungan. “Mas, Yo. Wudhunya gimana?” Tanya Niken dengan senyum malunya. “Masak kamu nggak dapat wudhu, sih?” Rio sedikit jengkel dengan adiknya. “Lewatnya, itu kan ada airnya. Kata Niken. “Makanya solat. Itu untuk mencuci kaki. Dilepas sandalnya, langsung dilewati.” Kata Rio menjelaskan. Yang dimaksud Niken adalah sebuah kolam sebelum memasuki tempat wudhu dan bilik mandi. Kubangan air itu fungsinya untuk membersihkan kaki sebelum wudhu.
“Basah semua, donk.” Kata Niken. Aku Pun tertawa geli melihat sikap Niken pada kakaknya. Dia memang agak naif dan sedikit manja dengan kakaknya. Rio pun menatapku senang kerana aku dapat tertawa. Setelah aku diam dan cuek terhadapnya. Akhirnya Niken kembali ke bilik mandi. “Adikku memang seperti itu.” Kata Rio yang masih tertawa. “Iya, tidak apa-apa. Niken memang lucu anaknya.” Jawabku. “ Meskipun Niken anaknya agak naif tapi, dia selalu nurut sama orang tua.” Kata Rio. Aku pun terdiam, begitu juga dengan Rio.
“Aku ingin kamu menjadi contoh buat adikku dan juga orangtuaku, Ma” Kata Rio, berbicara serius denganku. Aku dapat melihat dari kedua matanya yang menyiratkan suatu permintaan. “Aku ingin adikku lebih rajin menunaikan solat. Aku ingin adikku banyak belajar tentang agama. Aku juga ingin adikku tidak memakai baju yang sendat. Dia memang masih terpengaruh dengan teman-temannya apatah lagi di usia mudanya. Sebab itulah, aku ingin isteriku nanti menjadi contoh untuk adik-adikku. Aku ingin tunjukkan pada mereka apa yang aku inginkan dalam suatu keluarga” Kata Rio, yang membuat hatiku terenyuh.
“InsyaAllah, Yo.” Jawabku sembari tersenyum padanya. Dia memang banyak bercerita mengenai keluargaya. Ayah dan ibunya memang belum mendapatkan Hidayah dari Allah. Mereka tidak Solat dan juga tidak puasa. “Aku paling benci melihat kedua orangtuaku makan di depanku. Sedangkan aku dalam keadaan puasa” Kata Rio padaku pada pertemuanku sebelumnya. Dia memang keras jika memang dia benar. Dia juga bercerita banyak tentang keinginannya berumah tangga denganku. Dia tidak ingin anak dan isterinya seperti keluarganya sekarang. “Aku serius denganmu, Ma. Aku ingin kamu menjadi Isteriku kelak dan akan menjadi contoh untuk adik-adikku dan juga kedua orangtuaku.” Kata Rio padaku. “InsyaAllah aku siap. Yo.” Jawabku padanya. Dia pun tersenyum padaku.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience