Bab 9

Romance Series 498

Antara Sakinah Mawaddah Warahmah dan Belasungkawa

Rumah Habib

Jihan : “Loh ternyata lu udah sampek duluan bang? Tadi gue cariin lu tapi lu gak ada”

Habib tidak mendengarkan perkataan Jihan. Dia hanya bisa menangis sambil membayangkan semua perkatan Kartika.

Jihan : “Haaahh. Bang lu jangan kayak gini dong. Kak Tika udah berkorban demi lu dan keluarga. Dan sekarang lu yang harus ambil keputusan”

Habib : “Gue harus gimana?” Sambil menangis

Jihan : “Lu tete nikahin mbak Izah karena itu satu – satunya kemauan dari kak Tika”

Habib : “Kalau itu yang diinginkan sama Tika abang bakal turutin apa keinginan Tika”

Kamar Izah

Tok. Tok. Tok.

Habib : “Za apa kamu sudah bangun? Boleh gak mas bicara sama kamu?”

Izah kemudian membuka pintu kamar.

Habib : “Mas mau bicara sama kamu”

Izah : “Iya mau ngomong apa?”

Habib : “Ayo ikut mas”

Izah : “Di sini aja bicara nya”

Habib : “Enggak bisa mas mau bicaranya di luar”

Izah : “SUDAH LAH MAS apa lagi yang mau dibicarakan hah”

Habib : “Ayo kita bicara di luar” Sambil menarik tangan Izah.

Taman Komplek

 

Habib : “Mas mau jelasin semuanya kala..”

Izah : “Aku udah tahu semuanya”

Habib : “Kalau kamu udah tahu semuanya mas mau minta maaf”

Izah : “Mas tahu gak rasanya jadi aku gimana? Rasanya kayak diterbangin ke angkasa dengan penuh cintah lalu dijatuhkan ke bumi dengan sangat tidak berperasaan”

Habib : “Mas minta maaf Zah”

Izah : “Terus mas sekarang mau lakuin apa? Mau batalin pernikahan dan mau lanjutin pertunangan mas?”

Habib : “Mas akan tetap melanjutkan pernikahan mas dengan kamu”

Izah : “Kenapa?”

Habib : “Karena Tika yang meminta itu”

Saat mendengar itu Izah rasanya ingin sekali marah pada orang yang berada di depannya ini, namun Izah menahan amarah itu dan tetap sabar.

Izah : “Sekarang aku tanya, mas cinta apa enggak sama aku?”

Habib : “Kalau itu mas juga bingung”

Izah : “Mas mending tentuin gimana perasaan mas dulu deh baru kemudian memikirkan pernikahan. Entah dengan siapa kamu akan menikah”

Izah hendak pergi tapi tangannya di cekal oleh Habib.

Habib : “Zah maafin mas yang gak bisa langsung mencintai kamu. Tapi waktu mas cium kamu itu, itu tulus perasaan mas kepada kamu”

Saat mendengar itu Izah hanya terdiam saja

Izah : “Sekarang aku ingin waktu untuk sendirian. Bisakah kau berikan aku itu?”

Habib : “Hmm. Lakukan selama yang kamu mau. Selama kamu mendatangiku, kutunggu kamu selama apapunitu

Rumah Habib

 

Ummi Aisyah : “Bib tadi Jihan sudah cerita kalau kamu lebih memilih Izah, terus sekarang jadinya gimana?”

Habib : “Entahlah ummi. Hati seseorang tidak selalu dapat diprediksi”

Ummi Aisyah : “Maafkan ummi bib”

Habib : “Sudahlah ummi semuanya sudah terjadi”

Keesokan Harinya

Kamar Izah

Tok. Tok. Tok.

Izah : “Iya? Mas? Ada apa?”

Habib : “Mas mau ngomong sama kamu”

Izah : “Masalah kemarin?”

Habib : “Iya. Mas mau bilang kalau kamu merasa enggak suka dengan pernikahan ini kamu bisa batalin kok. Mas ikhlas kok. Mas..”

Izah : “Mas kalau ngomong enak banget ya. Apa mas gak pernah mikirin nantinya keluarga aku gimana? Keluarga mas gimana?”

Habib : “Mas gak bermaksud begitu. Mas hanya gak mau memaksa kamu untuk menjalani pernikahan ini”

Izah : “Mas emang bener – bener egois ya bahkan sampai sekarang pun masih egois. Hiks. Hiks. Hiks.”

Habib : “Zah mas gak bermaksud seperti itu. Mas hanya gak mau sakitin kamu lagi”

Izah : “Sakitin aku? Mas selama ini udah nyakitin aku. Hiks. Hiks. Hiks.”

Habib : “Iya mas tahu mas minta maaf”

Izah : “Maaf maaf maaf. Cuma itu yang bisa kamu lakuin sekarang hah?”

Habib : “Sepertinya kamu masih marah sama mas. Kalau gitu kamu tenangin pikiran kamu dulu. Mas pergi dulu”

Setelah itu Habib hendak keluar dari kamar Izah, namun Izah kemudian mengatakan sesuatu.

Izah : “Ayo kita lanjutin pernikahan ini. Hiks. Hiks. Hiks.”

Habib : “Zahh”

Izah : “Aku ngelakuin ini bukan karena cinta sama kamu, aku lakuin ini semua demi orang tua aku, orang tua kamu, orang tua kita”

Habib : “Zah kamu jangan ambil keputusan gegabah. Kamu sekarang masih dalam keadaan emosi”

Izah : “Ini bukan keputusan yang gegabah mas. Apa mas emang dari awal gak mau nikahin aku? Ah aku lupa kalau mas punya perempuan lain jadi mas berusaha menolak pernikahan ini”

Habib : “Jika itu keputusan kamu maka ayo lakukan itu”

Habib kemudian keluar dari kamar Izah.

Habib : “Ah iya lupa. Sebaiknya nanti kamu jangan menyesali semua ini karena aku nanti tidak akan menceraikan istri ku sampai mati pun aku gak akan menceraikan kamu. Kamu ingat itu”

Izah : “AKU GAK AKAN NYESEL AMBIL KEPUTUSAN INI. Hiks. Hiks. Hiks.”

1 minggu kemudian

Sudah semakin dekat untuk menuju hari H pernikahan ku dengan mas Habib. Hubungan kami berangsur – angsur mulai membaik, namun hanya mas Habib saja yang mencoba untuk memperbaiki hubungan ini. Sedangkan aku, entahlah aku masih ragu untuk kembali percaya padanya lagi.

Kantor Polisi

Richard : “Hai capt baru dateng lu?”

Habib : “Hmm”

Richard : “Tumben berangkat lu berangkat siangan. Biasanya lu yang paling awal nyampek kantor”

Habib : “Iya lagi banyak pikiran aku”

Aril : “Ah mikirin soal pernikahan lu capt?”

Habib : “Hhmm”

Aril : “Oh iya nanti ada sesi introgasinya Mario Stephanus”

Sony : “Ah si konglomerat brengsek itu”

Aril : “Hhmm. Nanti dia bakal ditemani sama pengacaranya”

Habib : “Siapa pengacaranya?”

Aril : “Gue juga belum tahu namanya”

Sony : “Nah tuh yang diomongin dateng tuh”

Semua orang langsung menatap seseorang yang baru memasuki kawasan kantor polisi.

“Ah selamat pagi semua bapak – bapak polisi yang terhormat”

Sony : “Pagi pale lu peyang. Lu gak lihat jam atau jam lu yang rusak atau gimana sih? Sekarang udah jam 9 tahu”

“Ah maaf jika itu membuat bapak – bapak sekalian merasa tersinggung. Perkenalkan nama saya Bario Dito. Bapak – bapak sekalian dapat memanggil saya Dito”

Richard : “Eh pengacara. Lu seenaknya aja manggil kita – kita bapak – bapak. Lu pikir kita bapak lu apa. Masih belum nikah udah dipanggil bapak – bapak aja”

Saat Richard sedang berbicara dengan Dito, lalu datanglah seorang perempuan.

“Ah maaf jika perkataan pengacara Dito menyakiti para pegawai kepolisian yang terhormat sekalian. Perkataan pengacara Dito hanyalah sebuah tata karma saja. Jika anda sekalian merasa tidak suka kita dapat melanjutkan perkara ini ke meja hijau”

Habib : “Tika?”

Kartika : “Habib?”

Habib : “Kok kamu ada di sini?”

Kartika : “Ah aku di sini sebagai pengacara dari Mario Stephanus”

Sony : “Ah si brengsek itu. Pantesan pengacaranya kayak gini”

Dito : “Maaf maksud anda apa dengan perkataan ‘kayak gini’”

Sony : “Sama – sama brengseknya”

Kartika : “Anda ini orang yang bekerja dibidang hokum, tapi perkataan anda seperti preman pasar. Pendidikan anda selama ini rupanya sia – sia ya. Anda tidak pernah menerapkannya di dalam hidup anda”

Sony : “Hoi maksud lu apaan hah?”

Kartika : “Sepertinya kita belum cukup akrab untuk menggunakan bahasa informal apalagi ini masih di kantor. Apakah anda tidak tahu kata manners maketh man”

Habib : “Udah – udah kenapa kalian jadinya berantem kayak gini sih. Kamu juga Son, mereka gak punya salah apa – apa sama kamu tapi kamu malah bersikap seperti itu. Jika kamu membenci Mario maka jangan libatkan orang lain dalam kebencian mu itu. Mengerti kamu?”

Sony : “Iya capt”

Habib : “Ya sudah kita langsung lakukan introgasi saja”

Dito : “Ah jadi ini cowok yang mencampakkan lu?” Sambil berbisik pada Kartika.

Kartika : “Hhhmm”

Dito : “Tuh cowok matanya rabun apa gimana sih. Ada cewek cantik, sexy, pinter di depan matanya tapi malah dicampakin gitu aja. Terus dia milih yang apa kata lu? Anak desa ?”

Kartika : “Hmm”

Dito : “Cih bener – bener cowok brengsek. Mendingan lu ama gue aja”

Kartika : “Udah deh lu gak usah mulai lagi”

Cerita Berlanjut

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience