Cuaca pagi yang cerah menyambut Kyarizsha saat ia tiba di kampus. Dalam perjalanan ke kelas, dia tersenyum pada setiap mahasiswa yang melewatinya. Senyumnya selalu tulus dan menghangatkan hati. Kyarizsha, atau yang sering dipanggil Kyara, adalah mahasiswa semester pertama di jurusan Ilmu Komunikasi. Dengan rambut cokelat panjangnya dan lesung pipit di kedua pipinya, dia memiliki pesona alami yang membuatnya mudah didekati.
Kyara tidak memiliki agenda khusus hari ini, jadi dia memutuskan untuk menjelajahi kampus. Dia mengikuti jejak berbatu yang membawanya ke sebuah lapangan badminton terbuka. Beberapa mahasiswa sedang bermain di sana, dan dia merasa terinspirasi untuk mencoba meskipun dia bukan pemain badminton yang handal.
Di sisi lain kampus, Mohammad Aryan, atau yang sering dipanggil Aryan, adalah mahasiswa yang lebih senior. Dia adalah pemain badminton terbaik di kampus ini, bahkan mungkin di seluruh negeri. Aryan adalah sosok yang pendiam dan memiliki aura keanggunan yang tak tertandingi di atas lapangan. Sifat pemendamnya membuat banyak orang sulit untuk mengenalnya dengan baik, tetapi bagi mereka yang dia anggap dekat, dia adalah teman yang setia.
Aryan sedang berlatih sendirian di lapangan badminton, melemparkan shuttlecock ke udara dengan pukulan yang presisi. Tidak ada yang bisa mengalahkannya dalam hal ini. Dia adalah pemain terbaik yang pernah ada di kampus ini, dan prestasinya telah membawa nama baik universitas.
Sementara Kyara melangkah menuju lapangan badminton, dia tidak tahu apa yang menantinya. Dia melemparkan sepatu olahraganya dan mengambil raket yang ada di tasnya. Kyara hanya tahu sedikit tentang bermain badminton, tetapi dia merasa tertarik untuk mencoba.
Aryan terus bermain sendiri, fokus pada pukulannya. Dia tidak menyadari kehadiran Kyara yang baru saja tiba di lapangan. Kyara membungkuk untuk mengambil shuttlecock yang berjatuhan tak jauh dari Aryan.
Kyara: (dengan sopan) "Maafkan saya, shuttlecocknya jatuh ke sini. Apakah saya boleh mencobanya?"
Aryan, yang terkejut oleh pertanyaan tersebut, menoleh dan melihat Kyara yang berdiri di sampingnya. Mata mereka bertemu, dan sejenak, dunia mereka berhenti berputar.
Aryan: (dengan senyuman samar) "Tentu, silakan coba."
Kyara tersenyum gugup, berdiri di sisi berlawanan lapangan, dan berusaha memukul shuttlecock. Namun, pukulannya kurang presisi, dan shuttlecock terlempar ke arah yang salah.
Aryan: (dengan ramah) "Tidak apa-apa, coba lagi. Saya bisa mengajari Anda."
Demikianlah dimulai pertemuan yang tak terduga antara Kyara dan Aryan, dua jiwa yang berbeda keyakinan dan kemampuan, tetapi terikat oleh ketertarikan pada badminton. Meskipun mereka tidak pernah merencanakan untuk bertemu, takdir tampaknya memiliki rencana lain untuk mereka.
Share this novel