Rate

BAB 2

Drama Completed 324

“Hey, Itu kakak yang duduk di kursi roda kaya monster. Rambutnya hampir gundul dan tubuhnya kurus.” ejek anak laki-laki itu. Aku mendengar semua perkataannya dengan jelas dan perkataan itu berhasil membuatku menumpahkan butiran air mata.
Ketika aku menangis, ternyata Endriko sudah ada di sampingku membawa 2 buah cone es krim lalu ia berdiri dihadapanku.
“Ilyani kamu tidak boleh menangis kerana cibiran anak kecil itu. Menurutku kau tetaplah seorang bidadari cantik yang di turunkan Tuhan ke bumi dan selamanya aku disini untukmu. Ini ada eskrim vanila kesukaanmu. Kamu mau?” tawar Endriko .
Aku menerima cone eskrim vanila dari tangan Endriko . Aku melahapnya dan Endriko pun demikian. Di sekitar mulutku banyak sekali es krim yang berceceran. Endriko mengeluarkan sapu tangan dari saku celananya.
“Kamu itu memang dari dulu gak pernah berubah. Cara makan eskrimnya masih seperti anak kecil.” ucap Endriko sembari mengelap eskrim yang berceceran kemudian ia mencolek pipiku dengan eskrim coklatnya.
“Endriko … apa-apaan sih kamu kok malah colek pipi aku pake es krim?” ucapku seraya memajukan bibir
Ternyata hanya dia yang mampu membuatku tersenyum saat ku merasa sedih. Aku seharusnya bersyukur Tuhan mengirimkan seorang putera kacak seperti dia yang selalu membuatku tersenyum dan ceria. Tapi, kenapa putera seperti dia mendapatkan wanita lemah dan tak berdaya sepertiku yang sudah tida ada harapan untuk hidup lagi?
“Ilyani jangan cemberut gitu dong! Tambah jelek tau. Please smile.” Seraya menarik bibirku supaya tersenyum.
Bukannya tersenyum, aku malah merintih kesakitan. Kepalaku sakit serasa ingin pecah. Hidungku perlahan meneteskan darah dan terjatuh di es krim vanilaku. Apa mungkin ini sudah saatnya?
“Ilyani kamu kenapa?”
Aku tak menjawab pertanyaan Endriko yang ada aku terus mengerang kesakitan dan darah dari lubang hidungku terus mengalir. Aku sudah tak kuasa menahan sakit ini dan seketika itu cone es krim yang aku pegang terjatuh begitu saja ke tanah. Perlahan aku mulai mengatupkan mataku dan tak sadarkan diri.

Endriko semakin panik. Ia mendorong kursi rodaku melesat cepat ke tempat yang bau obat obatan itu. Dan sekarang aku telah terkulai lemas di atas katil dengan bau obat yang teramat menusuk hidung. Belasan jarum suntik terasa menembus kulitku ini. Entah apa cairan yang dimaksukkan ke dalam tubuhku dan suara alat monitor jantung terdengar masuk menggetarkan gendang telingaku.
Doktor yang memeriksaku telah selesai mengawal keadaanku. Ia keluar dari ruangan itu dan mendekati Endriko yang sedang cemas dengan keadaanku.
“Doktor , bagaimana keadaan Ilyani ?” ucap Endriko penuh dengan nada khawatir. Doktor itu menepuk bahu Endriko dan menatapnya tajam.
“Kondisi Ilyani sudah sangat lemah.”
Kata-kata itu langsung membuat Endriko berhambur ke dalam ruanganku. Mendengar derap langkah kaki itu, aku berusaha untuk membuka kedua kelopak mataku dan akhirnya berhasil.
Aku mampu melihat Endriko yang berdiri disampingku. Tanganku berusaha melepaskan alat bantu pernafasan yang bertengger di sekitar hidung dan mulutku dan itu sangat menggangguku untuk berbicara. Setelah alat bantu pernafasan itu terlepas, tangan kananku menggenggam erat tangan Endriko .
“Ko, aku mau setelah aku pergi, kamu mencari penggantiku yang lebih cantik, lebih sehat dan lebih daripada aku.”
“Ilyani , sudah ku bilang jangan berkata seperti itu lagi. Kamu harus bisa melawan penyakit leukimiamu. Dan aku tidak akan mencari penggantimu. Kerana cintaku dan cintamu telah terpatri dalam hatiku dan dalam ukiran cinta kita berdua. Hanya kamu yang telah mengisi rongga-rongga hatiku. Dan aku takkan pernah menggantimu sebagai pengisi hatiku untuk seumur hidup.”
Aku hanya tersenyum mendengar pernyataan Endriko dan Aku sudah tak sanggup lagi menahan rasa sakit ini. Aku menutup kedua bola mataku dan genggamanku dengan Endriko merenggang, jantungku berhenti berdetak selamanya.
“Ilyani , aku mohon jangan tinggalkan aku.” ucap Endriko menangis sembari menggoyang-goyangkan tubuhku yang kaku dan dingin.

Terima kasih Endriko , kau telah menemani hari terakhirku. Aku minta maaf padamu kerana selama ini aku telah banyak merepotkanmu. Janganlah menangis Endriko , tetaplah tersenyum walaupun sudah tak ada aku di sampingmu.
Kini lilin-lilin yang setiap hari kutiup sembari mengucapkan harapan terus menyala tanpa ada yang meniupnya dan setiap hari kekasihku, Endriko membawa sebatang lilin yang menyala dan diletakkan di kamarku dan membiarkan api lilin itu mati sendirinya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience