Mansion Suamiku

Drama Series 2415

Bab 2

Semua keluarga ku memandang sinis, saat melihat aku dan mas Haris masuk kedalam mobil mewah itu. Di saat mobil akan melaju, Kak Desi menghampiri kami.

"Tunggu! Apa maksud kalian pergi menggunakan mobil mewah! Mobil siapa ini, boleh minjam ke siapa jawab..!" Teriak Kak Desi, yang tampak sangat marah melihat kami. 

"Bukan urusan Kakak!, kami sudah mau pergi dari sini. Sudahlah jangan cerca lagi dengan pertanyaan seperti itu," sahutku. Kenapa lagi dengan Kakak ku satu ini, memang dari kecil dia selalu iri kepadaku. 

Padahal Kak Desi, anak kesayangan ibu dan bapak, dari kecil semua kemauan Kak Desi, selalu terpenuhi. Sedangkan aku anak bungsu, selalu di bedakan, kedua orangtuaku pilih kasih, entah apa yang membuat dia iri ketika melihat aku bahagia sedikit saja, pasti dia marah dan tak suka. 

Bahkan di situasi seperti ini. Aku hendak pergi menggunakan mobil mewah saja, dia sudah mencak-mencak penuh emosi. 

"Turun kamu! Gak pantas naik mobil semewah ini..!!" Kak Desi kembali berteriak.

"Sudahlah Des, biarkan saja dia pergi menggunakan mobil mewah. Pasti bukan milik sendiri. suaminya kan miskin!," ujar mas Endra, kemudia menghampiri Kak Desi.

Sungguh aneh, aku melihat tingkahnya.

"Hiraukan saja dia mas, ayo kita pergi," ujarku pada mas Haris.

"Pak Waluyo, ayo jalan," ujar mas Haris, pada supir itu, yang ternyata bernama Waluyo. 

"Vania, kurang ajar kamu tak menghiraukan perintahku!" Kak Desi kembali berteriak, aku masih bisa mendengarkan nya. 

Apakah aku harus menuruti semua mau mu kak, cukup. Aku sekarang sudah menikah, Kak Desi memang selalu memperlakukan ku buruk. Suka memerintah, seakan aku adalah pelayan bukan adiknya. 

Derrrttt....

Derrrt.... Ponselku berdering, ada panggilan masuk dari Kak Desi. Apalagi mau nya! Aku mereject panggilan Kak Desi, dan menekan tombol off untuk mematikan ponselku. Aku tidak ingin di ganggu, pada situasi seperti ini. 

"Kenapa kamu matikan?" tanya mas Haris, yang sedari tadi memperhatikanku.

"Gak penting mas, aku capek menghadapi keluarga ku. Mereka selalu saja mencari kesalahanku," 

Mas Haris mengusap rambutku, dan menyenderkan diri ini, pada bahunya. Walaupun aku mempunyai keluarga yang toxic. Tapi aku bersyukur di beri suami seperti mas Haris, dia penyayang dan pengertian. 

Karena itu aku memilihnya, sebelumnya ibu menjodohkan ku dengan Fahmi anak juragan kopi, tapi aku tak menyukai nya. Fahmi itu anak yang manja dan tak bisa mandiri, hanya mengandalkan harta orangtua nya, pasti dia bukan tipe lelaki yang bertanggung jawab.

 Karena itu ibu marah, sebab aku menolak Fahmi yang kaya dan memilih mas Haris yang pas-pasan. Mas Haris yang kemana-mana hanya menggunakan kendaraan, vespa  butut. 

"Motor nya aja butut, ibu gak yakin kalau dia bisa beri kamu nafkah jika menikah nanti!," itu lah perkataan ibu yang masih terngiang di benak ku. 

Mas Haris bilang padaku, dia bekerja di pabrik garmen. Orangtua nya telah tiada, semenjak dia berusia 18 tahun. Kerabat mas Haris yang ku kenal hanya tante Ismi. Dia juga hadir di pernikahan kami. Hanya di kerabat mas Haris yang hadir.

Aku yang terhanyut dalam lamunan, di kaget kan oleh suara mas Haris.

"Kita hampir sampai," ujarnya. 

Kita sampai di depan gerbang rumah mewah. Gerbang terbuka, tampaklah rumah yang sangat megah. 

"Mas, kita kerumah siapa?" tanyaku penasaran. 

"Kerumah tanteku," jawabnya.

????????

Rumah ini sangat mewah, tampak tante Ismi berjalan menghampiri kami dengan senyum mengembang di wajahnya.

"Selamat datang di rumah mu Vania," ucapnya. Sembari memelukku.

Aku melirik kearah mas Haris, aku masih bingung dengan perkataan tante Ismi barusan. 

"Haris, apa kamu belum memberitahu istrimu tentang rumah ini?" tante Ismi bertanya pada mas Haris. 

"Ini rumah kita Vania," mas Haris menatapku.

"Maksudmu apa mas? Kamu pura-pura miskin selama ini?" aku semakin bingung dengan kejadian ini.

"Bukan begitu, tapi aku hanya kamu mau menerima ku apa adanya, bukan dari materi. Selama ini aku selalu bertemu wanita yang hanya ingin harta. Tapi kamu berbeda, walaupun di saat pertama kita bertemu hingga menjalin hubungan, kamu tak pernah mengeluh karena harta, dan selalu menerima ku. Bahkan disaat kita menikah, aku memberimu mas kawin seperangkat alat sholat dan emas 4 gram, kamu juga menerima dengan ikhlas. Sekarang kamu pantas mendapatkan semua ini, tak ada lagi yang kututupi darimu," ujar mas Haris panjang lebar, menjelaskan padaku. 

Aku terharu, tapi juga terbesit rasa marah pada mas Haris. Jika memang itu alasan nya, aku mencoba menerima. 

"Maafkan aku Van, kamu pasti marah?" ucap mas Haris. 

"Aku marah mas, sedikit. Jadi selama ini kamu kerja di pabrik garmen juga bohogan?" tanyaku.

"Itu hanya salah satu yang di miliki Haris, dia punya beberapa perusahaan lain nya," sahut Tante ismi melirik mas Haris.

"Tante harap kamu maafkan Haris ya, karena merasa di bohongi. Mungkin ini terkesan konyol, tapi Haris hanya ingin mempunyai pasangan yang tulus seperti kamu," ujar Tante Ismi kembali. 

"Aku memaafkan mu mas," 

Mas Haris memelukku.

"Bagaimana ya reaksi keluarga ku, jika mereka tahu mas Haris kaya raya. Apa mereka masih sanggup menghina kami," batinku.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience