Rate

BAB 3

Drama Completed 186

Aku mendapati Yohanes di depan pintu, memakai setelan kasual, lengkap dengan senyum. Dia terlihat sederhana. Sesederhana membuat jantungku berdegup cepat serasa ingin copot tanpa paham kenapa.

“Aku dengar kau suka donat,” ujarnya tanpa salam.

“Donat?” aku bingung. “Tahu dari mana?”

“Intuisi?” Ezki nyengir, tahu ia salah tebak. “Mau keluar untuk makan donat … berdua?”

“Do you mean a doughnut date?” aku menggodanya.

Matanya melirik sekitar dengan gugup. “Aku suka kau berpikiran seperti itu.”

Kami beranjak dari tempat ke tempat. Suara langkah kaki kami terkalahkan Jakarta yang hiruk pikuk, tapi obrolan kami tidak tenggelam oleh kebisingan. Bersamanya, adalah yang ternyaman dari semua yang pernah kulakukan.

Dia jadi tahu banyak tentangku kerana pancingannya yang selalu berhasil membuatku terkail. Ketika aku menghentikan tangis kerana cerita hidupku, dia selalu punya cara membuatku terhibur. Meski hanya tertawa sementara, lalu menangis ketika tengah malam tiba.

Aku ingat pertemuan pertama kali, saat dia membuatku mengurungkan niat mengakhiri hidup hingga aku menumpahkan cerita hidupku padanya.

Aku ingat pertemuan kedua, ketiga, dan keempat yang berlangsung tanpa sengaja. Meski aku terus berusaha kabur darinya. Saat itu dia tersenyum lebih manis dari yang kuingat, dan dia bercakap-cakap denganku seolah-olah ‘simpanan pengusaha’ bukan hal yang mengganggu seorang Ezki yang notabene wartawan televisi.

Dua pertemuan kami selanjutnya memang terencana. “Kau perempuan yang menarik, yang luar biasa dengan kerasnya hidupmu. Bisa kita bertemu di akhir pekan?”. Aku kira dia hanya bercanda kerana tawanya yang saat itu memenuhi ruangan. Tapi dia menghubungiku, bertanya kenapa aku tidak kunjung datang di tempat yang sudah ia tetapkan.

Di pertemuan ketujuh kami, dia sengaja datang langsung ke rumahku. Dan sekarang, di sinilah kami. Di cafe sederhana yang manis berbau gula dan cokelat.

“Aku tahu kau lebih suka koktail ketimbang susu cokelat.” Dia menyeruput susu cokelatnya, lalu menggigit donat dengan nikmat. “Tapi lebih sehat susu cokelat ketimbang koktail.”

Aku dibuatnya tertawa.

“Kau cantik saat menangis, tapi lebih cantik saat tertawa. I’m in love with you because that smile.”

Aku mengerjap.

Ia menggeleng, membenarkan kalimat. “Nothing more beautiful than a brokensoul finding a new hope. It’s your soul I’m in love with.”

Menyadari aku terbengong dengan ucapannya barusan, Ezki berinisiatif menggenggam tanganku. Aku tahu ini adalah caranya menghindarkan raut malu. Begitu dia menutup mata membiaskan malu, aku merasa seperti saat memakai gaun floral favoritku.

Detik itu pula, hatiku meledak.

Positif, aku jatuh cinta untuk pertama kali di pertemuan ketujuh.

Dia benar-benar membantuku menemukan mimpi dan harapan. Dia membuatku tersenyum dengan caranya, hingga aku ikut menumpukan tangan lain di atas genggamannya.

Untuk pertama kali, mataku menangkap seseorang di atas sana. Dia tersenyum, berkata begitu halus dan lembut, bahawa ada sekantung beban besar yang kugenggam di bawah, yang terus membuatku tertarik ke bawah dan mengendurkan pegangan. Bahawa aku akan terus menggelayut di tepian jambatan jika aku enggan melepas kantung.

“Kau terus terjebak di sana, kerana kau hanya terfokus pada tanganmu yang mencengkeram tepian, pada caramu bertahan,” sangat lembut ucapannya, “kau melupakan hal lain, bahawa ada hal yang membuatmu berlelah diri dengan caramu bertahan.”

Aku sadar bahawa kantung itulah yang menahanku agar aku tidak mengulurkan tanganku yang lain untuk mengambil pertolongan tangan di atas.

Dengan sisa pengharapan yang belum hanyut bersama harapan lain di aliran sungai di bawah, aku melepas segala beban. Mengulurkan tangan yang baru saja bebas ke atas, menerima keselamatan yang aku nanti kedatangannya. Aku menangis haru menerima pengharapan baru dari sebuah doa dan ampun yang baru kusimpuhkan. Dari dorongan harapan orang lain. Aku tidak sendiri lagi. Aku punya mimpi dan harapan yang membuatku melanjutkan hidup.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience