Rate

[1] Sebuah mahligai

Romance Series 700

Jangan lupa tinggalkan jejak ya^^

"Ucapan mu bagai candu untuk ku terdengar merdu saat kau membisikkan di telinga ku, Aku mencintaimu"

---------------Takdir Cinta--------------

Seorang wanita berhijab memakai jas putih tengah duduk di kursi kerjanya sambil sesekali tersenyum memegangi perutnya yang sudah mulai membuncit,"Baik-baik disana sayang. Mama akan menjagamu."

Dia mengucapkan segala doa kebaikan untuk sebuah janin yang hidup disana. Mengusap lembut perut buncitnya. Seperti merespon ucapan sang ibu, Bianca tertawa ketika merasakan gelitikan di dalam perutnya.

"Kau mendengarnya kan. Mama menyayangi mu,"ucapnya sambil mengulas senyum lembut.

Sebuah ketukan dari luar pintu, Menghentikan aktivitas Bianca berbicara pada janin miliknya. Ia kembali merapikan jasnya dan duduk dengan benar. Menampakkan kembali wajah wibawanya sebagai seorang dokter.

"Masuk."

Setelah itu pintu terbuka, menampakkan seorang wanita cantik bername tag Jenni yang tak lain adalah perawat sekaligus asisten Bianca.

"Permisi dr.Bianca, saya hanya ingin menyampaikan kalau tuan anderson menunggu anda di lobi,"kata Jenni.

"Kalau begitu saya akan turun sebentar lagi."

"Baiklah dr. kalau begitu saya permisi dulu." Jenni melangkah keluar dari ruangan Bianca dan menutup pintunya.

Bianca langsung mengambil ponselnya di dalam laci meja kerjanya. Ia sengaja mematikan ponsel miliknya karena ia memiliki banyak jadwal operasi hari ini dan baru berakhir satu jam yang lalu.

Bianca tahu kalau suaminya itu akan khawatir jika ia tidak bisa di hubungi. Benar saja, ketika ia menghidupkan ponsel sudah ada 20 pesan dan 15 missed call dari suami tampannya.

Bianca segera melepas jas dokternya dan merapikan meja kerjanya. Kemudian mengambil tas dan keluar dari ruang kerja miliknya.
. .
Ketika sampai di lobi rumah sakit, Bianca tersenyum melihat suaminya yang sedang duduk memainkan ponsel.

Bianca melangkah mendekat pada suami tampannya itu,"Apa mas sudah menunggu lama."

willis menghentikan aktivitasnya memainkan ponsel dan mendongak untuk menatap bidadari yang ada di depannya,"Tidak. Aku baru saja datang. Kenapa kau tidak mengangkat telpon dari suami tampan mu ini? Aku begitu khawatir dengan keadaan kalian sampai rasanya ak-"
Bianca meletakkan jari telunjuknya tepat di bibir Willis membuat Willis berhenti berbicara.

Bianca tersenyum. Ia tahu jika suaminya itu akan berubah menjadi cerewet jika dalam keadaan seperti ini,"Aku dan Baby baik-baik saja mas. Mas tidak perlu khawatir."

Willis mengenggam tangan istrinya lalu menarik lembut tubuh Bianca agar mendekat dengan dirinya. Mensejajarkan wajahnya dengan perut Bianca yang tertutupi kemeja panjang.

"Kau baik-baik saja kan jagoan. Apa Mama mu makan dengan benar? Papa takut dia tidak menjaga pola makannya karena lupa waktu saat bekerja." Willis menatap perut Bianca yang agak membuncit dan mengajak janin yang ada di dalamnya untuk berbicara.

Bianca sangat menyukai momen dimana Willis mengajak calon bayinya berbicara. Dia tahu Willis sangat menyayangi janin yang ada di perutnya karena itu adalah sebuah anugerah yang mereka dapatkan setelah 3 tahun pernikahan.

"Aku baik-baik saja Papa. Jangan khawatir. Mama menjaga ku dengan baik." Bianca menirukan suara seperti bayi seolah janin mereka dapat berbicara.

Willis tertawa lalu mencium singkat perut Bianca,"Syukurlah kalau begitu. Sekarang sudah malam, ayo kita pulang."

Willis bediri lalu mengenggam tangan Bianca meninggalkan rumah sakit besar itu.
. .

"Kau ingin makan sesuatu sayang?"tanya Willis yang masih fokus menyetir dan sesekali memandangi ke arah sang istri.

"Tidak mas. Aku rasa baby masih kenyang. Tadi kami sudah makan banyak waktu di rumah sakit."

"Baiklah kalau begitu."

Willis sangat bersyukur dengan keadaan sang istri yang tidak rewel seperti kebanyakan wanita hamil.

Bahkan Bianca tidak mengidam yang aneh-aneh. Ia juga hanya mual pada minggu pertama dan kedua kehamilan dan kembali normal setelahnya membuat William tidak kerepotan sama sekali.

"Bian,"panggil Willis

Tak ada jawaban dari sang istri. William menoleh dan mendapati sang istri yang sudah terlelap sambil memegangi perutnya.

Willis mengusap tangan Bianca lembut,"Aku mencintaimu sayang."

********

Author's pov

Dunia masih gelap gulita bahkan sang fajar belum menampakkan diri. Bianca terbangun seolah malaikat membisikkan untuk melaksanakan ajaran di sepertiga malamnya.

Bianca melihat jam di nakas menunjukkan pukul 02.30 pagi. Ia bangkit dari tidurnya kemudian membangunkan sang suami yang terlelap di sampingnya.

"Mas bangun. Mari kita salat." Bianca menyentuh bahu Willis pelan. Secara perlahan Willis membuka matanya.

"Jam berapa sayang?"tanya Willis dengan suara serak khas bangun tidur.

"Jam 02.30 mas,"jawab Bianca.

Willis bangkit dari tidurnya, lalu mengecup singkat bibir sang istri,"Selamat pagi." Kemudian masuk ke dalam kamar mandi.

Bianca hanya menggeleng melihat kelakuan sang suami yang selalu mencuri ciuman selamat pagi darinya.
. .

Bianca dengan cekatan meletakkan dan menata masakan untuk sarapan. Sebagai seorang istri yang bekerja, Bianca tidak melupakan kewajibannya sebagai seorang istri.

Bianca menyiapkan baju untuk dipakai Willis ke kantor. Menyiapkan sarapan dan juga membersihkan rumah seperti ibu rumah tangga yang lainnya.

Tapi saat ini, Willis melarangnya untuk membersihkan rumah karena ia tengah hamil. Jadi mereka menyewa pembantu yang akan datang di akhir pekan untuk membersihkan rumah.

"Selamat pagi sayang." willis mengecup singkat pipi sang istri tercinta yang masih sibuk menata makanan di meja.

"Pagi juga mas." Bianca menatap sang suami lalu dengan cekatan mengambil dasi yang sedikit berantakan.

"Kenapa mas selalu saja memakai dasi berantakan seperti ini,"ucap Bianca yang masih telaten memperbaiki dasi Willis.

Willis tersenyum melihat omelan sang istri untuk dirinya,"Aku sengaja memakainya berantakan agar kau mau memakaikannya untuk ku."

Bianca terkekeh kecil,"Kau seperti anak kecil mas."

"Selesai." Bianca tersenyum melihat hasil kerjanya.

"Terima kasih sayang." Willis mencium pipi Bianca sekali lagi.

"Sekarang kita makan. Kita akan terlambat jika tidak segera bergegas mas." Bianca menarik Willis ke meja makan lalu mengambilkan sarapan untuk suaminya itu.

Sarapan pagi itu sama seperti sarapan-sarapan sebelumnya. Hangat dan nyaman di keluarga kecil Willis di tambah lagi sudah tumbuh calon malaikat kecil di dalam perut sang istri.

*******
??????
"Jangan lupa minum vitamin mu dan susu kehamilan mu, sayang. Dan satu lagi jangan telat makan. Aku tidak ingin jagoan kecil kita kelaparan,"rewel Willis yang mengomel pada sang istri ketika hendak turun dari mobil.

"Aku tahu mas, aku tak akan membuat baby kelaparan. Aku akan menjaga nya karena aku ibunya. Jadi jangan khawatir." Bianca mengelus lembut rahang tegas Willis.

"Kalau begitu aku masuk dulu Mas." Bianca mencium singkat pipi Sehun.

"Aku akan menjemput mu nanti Bi. Jangan matikan ponsel mu seperti kemarin,"perintah Willis.

Bianca mengangguk lalu turun dari mobil dan masuk ke gedung rumah sakit.

Setelah memastikan sang istri masuk ke dalam rumah sakit. Willis menjalankan mobilnya meninggalkan rumah sakit besar itu menuju kantornya.

Tbc
??????

--------------Takdir Cinta------------

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience