BAB 3 - LOMBA RAP

Humor Completed 2743

BAB 3

LOMBA RAP

UDARA cerah Sabtu pagi itu membuat suasana Lomba Rap yang diadakan Radio Ga Ga itu berlangsung meriah. Cewek-cowok berdandan khas remaja, memadati arena terbuka yang terletak di belakang pelataran parkir Radio Ga Ga yang disulap jadi arena ngeceng.

Cewek-cowok model sampul majalah sampe sampul rapot bertebaran di mana-mana. Dan sedan-sedan mungil berdesakan parkir di depan kantor radio. Angin sejuk pelan-pelan menyusup masup bersama si Ucup ke arena yang dikelilingi pepohonan rindang itu. Acara yang harusnya dimulai pukul sembilan, jadi molor beberapa jam dari waktu yang udah ditentukan, dikarenakan em-si-nya konon kabarnya masih terkunci di WC studio.

Lupus yang udah datang sama Boim dan Gusur, sibuk nyari-nyari kursi yang udah dipesan Tapi sekitar seratus pengunjung yang memadati pelataran taman itu udah gak peduli sama nomor kursi lagi. Mereka main serobot. Ya, untuk acara kayak gini, disiplin emang susah banget dipelihara. Malah sebagian anak ada yang lebih rela berdiri di dekat panggung, biar lebih bisa ngeliat jelas.

Ya konon ada artis-artis kondang yang ikut memeriahkan acara seru ini. Sebagian pengunjung yang anak sekolahan itu masih memakai seragam karena acara ini digelar Sabtu pagi, dan anak-anak belum waktunya pulang. Lupus, Boim, dan Gusur juga tadi minggat dari sekolah. Ya, untuk sekarang-sekarang ini sekolah kan baru pada masuk. Jadi mata pelajarannya masih banyak kosong. Untung tadi Lupus udah nyiapin kaus, buat menggantikan baju putihnya yang ada bet SMA Merah-Putih.

"Aduh, tempat gue didudukin orang!" maki Lupus kesel sama Boim dan Gusur.

Ya, ada seorang gadis pake rok jins yang mini duduk di bangkunya Lupus.

"Eh, Mbak, ini tempat saya," ujar Lupus.

"Enak aja. Kan gue duluan yang duduk di sini," cewek itu ngotot.

"Tapi ini kan nomor bangku gue!" Lupus memperlihatkan karcis undangannya.

"Alaaah, undangan itu kan buat door prize aja. Duduknya terserah..."

"Tapi, Mbak, Mbak harus pindah!" "Gak mau!" .

"Kalo gitu kita duduk berdua aja!"

"Sini, deh. Gue pangku!" tantang cewek itu.

Temen-temen tu cewek pada ketawa. Lupus jadi malu. Ia pun dengan bersungut-sungut berlalu dari situ. Nyari duduk di tempat yang lain. Sementara Boim dan Gusur sudah menemukan tempat duduk yang strategis.

Nampak panitia mulai asyik membagikan minuman, snack, dan kaus dari sponsor. Dan Lupus masih kebingungan di dekat sebuah VW Combi yang terparkir di arena, yang berfungsi sebagai alat siar radio. Ya, rencananya acara ini akan disiarkan langsung ke radio-radio tetangga.

"Hei, Lupus!" teriakan riang terdengar bikin kaget Lupus. Lupus menoleh. Seorang cewek manis dikuncir, bersepatu roda, dan masih mengenakan seragam sekolah, tersenyum lebar ke arahnya.

"Eh, Olga, ya?" Lupus surprais banget.

Dua anak gokil itu langsung bersalaman, saling ber-toast ribut banget. Boim yang ngeliatin dari jauh, rada sirik juga.

"Eh, Sur. Tu, si Lupus dapet sosotan keren banget!"

"Oya, kenalin, Pus. Ini si Wina, temen gue!" Olga memperkenalkan sobatnya yang dari tadi nguntit di belakang.

Wina dan Lupus bersalaman.

"Lo ikut gue aja, Pus. Duduk di deket panitia situ!" ajak Olga sambil menarik tangan Lupus. "Di situ kita bisa lebih enak ngegodain peserta! Eh, Win, lo minggat dulu, deh. Cari pasangan lain." Wina bersungut diusir begitu.

"Atau lo sama temen gue aja, Win. Si Boim. Tu, yang item keriting!" ujar Lupus sambil menunjuk ke arah Boim. Boim udah ge-er aja ditunjuk-tunjuk.

"Enak aja!" Wina mencibir.

Olga menarik Lupus ke samping panggung. Tapi pas ngelewatin VW Combi, ia dipanggil sama Mbak Vera. "Eh, Olga. Kebetulan. Kamu aja ya yang bawain acara?" Olga terkejut.

"Kok saya, Mbak?" .

"Tolong deh, Ol. Sekali ini aja. Abis em-si-nya gak muncul-muncul. Penonton udah gelisah, tuh. Acara kan udah mo dimulai!" ujar Mbak Vera.

Setelah dipaksa-paksa, akhirnya Olga mau juga. Olga langsung dikasih tau daftar acara yang harus dibawakan.

"Sori ya, Pus," Olga menatap Lupus.

Lupus tersenyum. "Gak apa-apa, kok."

"Tapi kamu temenin saya ya, Pus?" Lupus mengangguk.

Akhirnya, dengan masih berseragam ria, Olga memegang kendali acara dari atas kap VW Combi. Lupus nemenin di sampingnya.

"Halo, halo, ya, jumpa lagi bersama Olga, di JaJahan 106,1 FM! Lewat sebuah acara yang maha menarik yang diselenggarakan pas dalam rangka ulang tahun Radio Ga Ga. Inilah... Lomba Rap!!!!"

Olga langsung menjerit-jerit. Dan penonton yang dari tadi udah gelisah nungguin, bersorak menggemuruh.

Lupus yang duduk di samping Olga, ngerasa keberisikan. Ya, abis Olga kalo udah siaran suka lupa daratan. Teriakteriak, lupa tetangga yang duduk di sebelah.

"Ya, ya, sebelum acara Lomba Rap yang diikuti peserta dari tingkat lokal maupun interlokal, sebagai pembuka sudah bersiap-siap para model beken Jakarta, memperagakan baju-baju karya desainer beken!"

Di atas panggung memang sudah nampak beberapa peserta yang langsung berjalan lenggang-lenggok, memamerkan kepiawaian mereka dalam hal ngeceng. Acaranya dibikin kocak.

Seperti rombongan pertama, cewek-cowok yang berbusana kaus kutang doang, dengan membawa spanduk kecil bertuliskan: Ngeceng dengan Busana Musim Panas!

Ada juga yang menampilkan busana ronda. Pake kain sarung, bawa senter dan kentongan.

Olga makin asyik mengomentari orang-orang yang ada di panggung. Sedang Lupus bengong aja kayak sapi ompong. Tapi lagi bengong-bengong begitu, tiba-tiba matanya tertumbuk pada seorang cewek yang duduk agak jauh. Lupus menajamkan penglihatannya. Ya, Allah! Itu kan gadis cantik yang misterius itu? Yang rumahnya ada di kuburan? Ternyata dia datang juga!

Lupus penasaran. Pasti tu cewek bukan setan. Abis, kok siang-siang begini, lagi rame-rame begini, dia berani muncul. Tanpa setau Olga, Lupus pun melompat turun dari belakang. Mo nyamperin tu cewek.

"Eh, para hadirin," ujar Olga lagi, "gimana kalo pada kesempatan ini saya wawancarain seorang penonton yang rela ngebela-belain bolos sekolah demi acara ini?"

Olga menoleh ke sampingnya. "Lho, ke mana tu anak?"

Olga mencari-cari Lupus. Tapi gak nampak juga batang hidung tu anak.

"Karena penonton yang mau diwawancara tak ketauan di mana rimbanya, maka acara wawancara, dengan tidak menyesal, saya batalkan!"

Lupus cekikikan sambil diem-diem ngiterin bangku penonton, mau menghampiri si gadis misterius. Tapi Lupus tibatiba pengen pipis. Lupus ngeliat ke sekeliling, nyari WC umum. Kebetulan di ujung lapangan, dekat studio, ada tulisan Ladies dan Gents. Lupus pun lari ke situ. Daerahnya rada sepi.

Setelah pipis, ia buru-buru keluar. Takut kehilangan jejak si gadis misterius. Tapi Lupus jadi kaget sendiri begitu melihat cewek yang mau didekati justru udah berdiri di depannya.

Lupus gelagapan.

Cewek itu memberikan senyum manisnya. Lupus membalas kaku.

"Hai!" sapa si cewek.

"Hai!" balas Lupus.

Si cewek kembali tersenyum manis.

"Masih inget saya, kan?" tanya si cewek tertuju pada Lupus.

Lupus nggak langsung menjawab, soalnya masih ngeri, jangan-jangan cewek ini sejenis siluman. Kalo nggak kenapa tau-tau muncul di sini? Ya, setan kan bisa aja keluar siang-siang....

"Kok pertanyaan saya nggak dijawab, sih?" tukas cewek itu lagi.

Lupus tersadar, dan jadi nggak enak ati.

"Eh, m-maaf. Ma-maaf. Tapi situ bukan kuntilanak, kan?" ujar Lupus nekat.

"Hihihi...," cewek itu ngikik.

Lupus jadi bergidik. Ketawanya itu!

"Hihihi... kamu ini lucu deh, mana ada sih setan nongol siang-siang begini? Lagian, mana ada setan demen nonton rap?"

"Ja-jadi, kamu siapa?" tanya Lupus masih agak ketakutan.

"Sekalian aja kita kenalan. Nama saya Kunti. Lha, kamu, siapa?" Si cewek yang mengaku bernama Kunti itu menyodorkan tangannya. Lupus balas menyodorkan tangannya. Ragu-ragu.

"K-kunti?" Lupus terkejut.

"Iya, emang kenapa?"

"Kok mirip-mirip..."

"Tuh kan, nuduh lagi."

"Iya, deh. Enggak. Sa-saya Lupus."

"Lupus? Hihihi, lucu ya, nama kamu." Kunti ketawa lagi.

"Lha nama kamu sendiri apa ada panjangannya, Kun?" tanya Lupus tiba-tiba, sekaligus membuat Kunti menghentikan tawa cerianya.

"Ada!" jawab Kunti mantap.

"Apa panjangannya?" Lupus penasaran.

"Kun... Kun... ya, Kuntilanak dong panjangannya."

"Apa? Kuntilanak?" Lupus kaget setengah mati!

Kunti ketawa lagi. Hihihi, penakut amat, nih anak!

"Bercanda, kok. Jantung kamu lemah banget, ya?"

Lupus tersipu. Lalu mengajak Kunti bergabung sama peserta. Selama berjalan dari kamar kecil ke arena perlombaan, Lupus berusaha berjalan di belakang Kunti, dan sibuk mengamati punggung Kunti. Ada bolongnya apa enggak. Tapi rambut Kunti yang panjang menyulitkan penyelidikan Lupus.

Tapi di arena, sebentar aja mereka berdua udah keliatan akrab.

"Ya, penonton dan pendengar sekalian, arena Lomba Rap ini ditata sedemikian rupa, dan kini dipadati oleh tak kurang dari sekitar... wah, gak keitung berapa jumlahnya. Jadi kira-kira sendiri aja, deh. Apalagi untuk cowok item keriting bernama Boim yang lagi bengong kayak sapi ompong itu, pasti dia tau jumlah penonton yang tepat. Nah, tanya aja sama tu cowok!" suara Olga terdengar lagi dari loud speaker. Sementara Boim, yang namanya kesebut-sebut, kini lagi ke-ge-er-an.

"Tak usah heran. Karena tu cowok emang keturunan dukun. Jadi pasti tau!" Boim kaget.

Lupus ketawa. Kunti juga.

"Boim yang keriting item itu kan temen kamu, ya?" tanya Kunti.

Lupus mengangguk. Lalu karena penasaran sama soal kuburan, Lupus lalu nanya-nanya rumah Kunti yang menyeramkan.

"Oo, itu bukan rumah saya. Saya lagi ziarah aja ke kuburan keluarga."

"Ziarah? Malem-malem begitu?"

"Kenapa emang? Saya gak takut. Lagi pula saya punya sodara sepupu yang tinggal di dekat-dekat situ. Saya sering main ke sana, kok."

"Main di kuburan?"

"Iya."

"Kamu kok aneh?"

"Ah, biasa aja, tuh." Cewek itu tersenyum.

Lalu kembali memusatkan perhatian ke panggung.

"Kun, tapi rasa-rasanya saya pernah deh, ke daerah pekuburan situ...," ujar Lupus lagi.

Kunti menoleh. "Ya, setiap orang kan pernah ke kuburan. Setiap orang nantinya juga jadi penghuni kuburan. Apa yang aneh?"

Lupus terdiam.

Acara utama sudah berlangsung. "Yaaaaa, inilah peserta yang ke... wah, keberapa, ya? Eh, tak usah dipusingin, deh. Yang jelas orangnya kece banget. Bener-bener keren! Tinggi, tegap, berwajah lancip ala Vanilla Ice, dan... oho! Dia melihat ke arah saya!"

Para penonton sudah menunggu dengan harap-harap cemas. Tapi kemudian yang muncul di panggung adalah seorang rapper yang menamai dirinya Kelapa Muda Ice, yang tampangnya gak jauh beda sama Boim.

"Huuuuu, turuuuuun!" seru penonton.

Kelapa Muda Ice, yang berdandan mati-matian, rambutnya dicukur abis di bagian sisi kanan kiri dan bagian belakang, mengira penonton senang. Ia pun menari-nari dengan cueknya, sambil nge-rap lagu Abang Tukang Bakso.

"Ya, laporan pandangan mata, Sodara-sodara. Cowok ini demikian simpatiknya. Busana yang dipake begitu serasinya. Ah, gayanya santai sekali. Dia seakan tak merasa kalo dirinya kini tengah jadi pusat perhatian. Sungguh!"

Mbak Vera yang memantau siaran Olga lewat radio di dalam VW Combi, agak heran mendengar ulasan Olga yang amat bertolak belakang. Begitu juga Wina. Dia ngerasa ada yang gak beres pada Olga. Wina segera mendatangi Olga.

"Cowok keren ini diduga amat pendiam, karena hanya matanya saja yang berbicara. Ah, dia kembali melirik saya. Sungguh! Dia melirik saya!" Olga makin histeris.

Wina naik ke atas VW, lalu memperhatikan kelakuan sobatnya itu. Wah, ternyata Olga lagi terpesona memandang seorang cowok keren yang duduk di deretan depan penonton.

"Apakah dia akan datang ke sin... oh!"

Wina menepuk pundak Olga. Olga memandang kesal ke arah Wina. "Wina, kamu apaan, sih? Ganggu orang kerja aja!"

"Kerja apa? Kamu kan disuruh ngomentarin acara Lomba Rap, bukannya ngomentarin cowok itu. Kemaruk, luh!" bentak Wina.

Olga menepuk jidatnya. Ia benar-benar khiJaf.

"Ya, masih bersama Olga di jajahan 106,1 FM. Para pendengar sekalian, kini kita kembali ke acara lomba nge-rap yang sebenarnya.... "

Dan acara itu memang makin seru dengan menampilkan jago-jago nge-rap, dan bintang tamu. Ada yang bergrup model NKOTB, ada yang berdua, dan ada yang solo karier.

Lupus dan penonton lain pada ikut bergoyang pinggul mengikuti gaya para rapper, yang membawakan lagu-lagu kondang model Ice Ice

Baby, Pray, U Can't Touch This, This Beat is Hot, dan yang lainnya.

Dan ketika Lupus sadar, ia tak menemukan Kunti lagi di sisinya. Dicari ke mana-mana, ternyata anak itu menghilang. Ke mana?

Ah, Kunti, kamu memang penuh misteri.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience