Rate

BAB 1

Drama Completed 571

Aku tak tahu harus merasa bagaimana. Senang dan sedih. Antara itu. Aku merasa senang, tapi juga merasa sedih. Aku tak begitu yakin jika perasaanku ini baik. Aku juga tak begitu suka hal ini terjadi. Seharusnya aku merasa sedih. Tapi secercah kebahagiaan rasanya sedang menyelimutiku.

Namaku Klaus. Klaus Maxin McSween. Aku punya seorang saudara perempuan yang umurnya terpaut tujuh tahun denganku. Namanya Judy. Lucy adalah saudara terburuk yang aku punya. Dia tak jauh buruk dari Ayahku walau memang tak terlalu buruk. Setidaknya dia bersikap buruk karena kesalahan dan kenakalanku yang membuatnya pusing. Berbeda dengan Ayahku, dia selalu saja mengatakan hal-hal gaib yang berada di luar batas pemikiranku. Dan itu membuatku menganggapnya buruk.

Karena itu, aku sedikit merasa bahagia bercampur sedih saat kepergiannya kini. Setidaknya aku tak akan dapat cemoohan ‘McSween aneh, McSween idiot, McSween alien’ lagi. Karena memang seluruh anak di kelasku tahu bagaimana Ayahku. Ya, semuanya karena dia. Aku menyuruhnya mengerjakan pr karanganku. Dan dia mengarang hal-hal mistis yang sangat bodoh pada karanganku itu dan membuat semua orang di kelas tertawa terbahak-bahak mendengarnya. Mereka bilang itu bohong, hanya mengada-ada saja. Aku hanya berkhayal. Dan saat itu aku mulai membenci Ayahku. Dia, dia yang mengawali semua penderitaanku akibat cemoohan dan ocehan yang mengerikan itu untukku. Andai saja Ibuku masih hidup, tapi dia malah pergi terlebih dahulu saat aku berusia lima tahun. Tepat tujuh tahun yang lalu.

Hari ini aku berangkat ke kelasku dengan wajah tersenyum sumringah. Seminggu lalu Ayahku meninggal dan hal itu sudah diketahui seluruh sekolah. Setidaknya aku tak akan lagi mendapat julukan aneh dan bodoh itu dari teman-temanku. Dan mungkin juga namaku akan bersih dari ejekan tak berguna itu.

“Klaus, Ayahmu sudah pergi? Oh, sayang sekali. Aku punya banyak kata-kata untuk diucapkan padanya,” kata Goulard tepat ketika aku masuk.
“Kapan kau menyebut nama depanku? Aku baru mendengarnya sekarang,” kataku dengan nada sinis padanya.
“Oh, asal kau ketahui McSw- maksudku Klaus, kita ini teman seangkatan. Kita dapat saling menyebut dengan nama depan. Seperti aku, Goulard . Kau memanggilku Goulard saja, tak perlu Rodianous, Goulard saja,” kata Goulard bersikap baik padaku.
“Aku tak pernah tahu bahwa namamu Goulard Rodianous, Rodianous, cukup bagus,” balasku tersenyum sinis padanya.

Goulard terlihat mengumpat padaku. Aku tinggal duduk nyaman saja di kursiku. Lagipula untuk apa aku memikirkannya? Dia tak begitu penting bagiku. Bahkan tak ada pentingnya. Dia cuma benalu yang hidup untukku. Seperti semua orang yang mengejekku, kecuali Lucy dan Ginny mungkin. Mereka adalah orang yang cukup baik padaku. Aku hanya punya mereka. Lagipula untuk Judy, aku tak yakin dia harus mengumpat Ayahnya aneh, walauaku begitu. Dan Ginny, entahlah. Dia selalu berpihak padaku. Mungkin karena orangtuanya sama aneh dengan Ayahku.

“Klaus, aku sangat bersedih atas kepergian Ayahmu,” kata Ginny murung sambil menggenggam rambutnya yang terkepang.
“Tak perlu khawatir, Ginny. Aku baik-baik saja. Omong-omong, kamu masih mau jadi temanku, kan?” tanyaku sambil melemparkan tas ke atas meja.
“Oh tentu! Demi kebaikan Ayahmu, aku akan menjaga dan terus berteman dengan anaknya! Aku-aku harus melakukan itu, demi membahagiakan arwah Ayahmu di alam sana. Dan agar dia dapat tidur dalam ketenangan,” katanya antusias.

Aku menahan tawa melihat ekspresi dan nada yang dia ucapkan padaku. Seperti membaca puisi. Ya ya, walau pun dia aneh, dia cukup baik. dia mau berteman dengan orang sepertiku. Tapi entahlah aku ini seperti apa. Yang jelas, aku ini anak baik juga. Hanya punya Ayah aneh.

“Terimakasih, Ginny,” kataku tersenyum paksa padanya.
“Tentu, sama-sama. Aku selalu berharap dapat memberikan yang terbaik untukmu,” katanya lagi.

Pagi ini suasana kelas amat sepi. Entah ada apa, tapi aku merasa sedikit aneh. Apa hari ini libur, ya? Tidak-tidak! Hari ini tak libur. Tak ada tanda merah pada tanggal di sekolah. Tadi pun penjaga sekolah kulihat sedang bekerja sesuai tugasnya. Tapi mengapa hari ini amat sepi, ya?

Aku berjalan menuju lokerku. Perlahan kubuka pintu loker dan kudapati sebuah surat dengan amplop hitam tergeletak lemah di sana. Kusobek dan mulai kubaca apa isinya. Ya ampun! Ini…

“KepADa McSweEn.
BagAiMana KemATian aYahmU? Apa DiA MAti saAt MelAkUkan AsTrAl PrOjEctioN atAu Saat mElAkuKan LucId DrEAm? OcH tIdaK, aKu sAlaH! SAat teRkEna SlEep PARalysis. HahHhahA!”

Aku merobek-robek seluruh surat itu. Kuinjak-injak surat itu sampai kotor dan sangat lecet. Aku sudah tahu siapa penulis surat itu. Goulard ! Tak asing tulisan huruf besar dan kecil yang tak beraturan yang dia tulis. Seperti saat-saat dulu dia menulis surat-surat gila dan menyebalkan yang pernah dia kirim dan simpan lewat lokerku. Aku tahu! Si bodoh itu! GOULARD !

“Hahahah! Bagaimana, McSween? Apakah jawabanku benar? Hahaha!” tawanya ketika aku telah selesai menginjak kertas dan menutup lokerku.
“YA! JIKA KAU TAK PERCAYA, KAU DAPAT TANYAKAN PADA AYAHKU! DI MAKAMNYA!” kataku sinis sambil berlalu dari hadapan mereka dengan kaki disentak-sentak.

Goulard dan teman-temannya terbahak-bahak. Aku mulai masuk ke kelas dan tiba-tiba saja…

“Arggghhh!” geramku.
“Hahhaha! Hahhaa!” tawa Goulard dengan anak-anak yang tepat berlalu-lalang di depan kelasku.

Mereka tertawa keras ketika terigu yang telah dipasang Goulard di atas pintu ketika aku membukanya terjatuh di atas rambut pirang dan tubuh pendeku. Kini terigu itu telah menjamah seluruh tubuhku dan membuatku putih. Aku memandang sinis mereka dengan ujung bola mata hijauku yang berkilauan terkena terigu. Aku bergerak masuk ke dalam kelas dan sangat terkejut mendapati sebuah boneka yang sedang ditindih oleh anak lelaki. Boneka itu disekap dan ditindih-tindih keras.

“Hahhaha! Apakah seperti itu cara Ayahmu mati, McSweeen?” tanya Goulard sambil tertawa sinis padaku.

Aku memandangnya. Wajahku mulai merah padam dan nafasku cepat. Goulard masih tertawa-tawa dan terlihat sangat enak menertawakanku. Dan pada saat itu juga, aku berlari ke arahnya dan langsung memukul keras wajahnya.

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience