Rate

Pernikahan Kilat

Drama Series 1786

Menikah adalah impian bagi mayoritas orang. Begitupun dengan Aulia. Dapat menikah dan hidup bahagia bersama pasangannya, merupakan naskah terindah yang pernah ia rancang. Namun, sama sekali ia tak pernah merancang jika akan menikah diusia dini seperti ini, dengan laki-laki yang berstatus gurunya pula.

Flashback on//

" Aul ikut apa saja yang Ayah pinta pada Aul." Ujarnya pasrah.

Sang Ayah tersenyum bahagia. Akhirnya ia dapat bernapas lega. Setidaknya beban memikirkan kehidupan sang anak setelah kepergiannya akan segera terjamin.

"Terima kasih, Nak." Ucapnya sambil mengeratkan genggaman tangannya pada sang buah hati.

Aulia mengangguk dengan senyum terpaksanya. "Nak, itu calon suamimu. Kamu pasti sudah mengenalnya bukan?" Tanya Pak Devan. Matanya melirik kearah dua pria yang berdiri tepat disebelah ranjangnya.

"Iya, Nak. Kau pasti sudah kenal dengannya bukan?" Tanya Pak Raka.

Aulia mengangguk, wajahnya tertunduk. Malu menatap pria yang akan menjadi suaminya itu. Hatinya bingung, entah harus bahagia atau sedih. Bahagia karena menikahi laki-laki terpopeler di sekolahnya. Ataukah harus sedih, lantaran berakhir sudah masa sekolahnya?

"Nak Aulia tenang saja, setelah menikah, kamu masih bisa sekolah kok." Ujar Pak Raka, yang mengerti akan kecemasan yang terus menghantui hati Aulia.

"Mengapa seperti itu, Paman?" Tanyanya ragu.

"Karena, saya lah pemilik yayasan sekolah itu." Ujarnya santai.

Aulia kembali tertunduk, selain tampan, sepertinya calon suaminya ini juga kaya. Buktinya, keluarganya sampai memiliki sebuah yayasan.

"Kalau bisa, saya ingin agar akadnya segera dilakukan, Pak. Saya takut, umur saya pendek." Pinta Pak Devan, yang membuat Aulia mendelik.

Gadis ini terkejut mendengar ucapan sang ayah, seputus asa inikah ayah-nya melawan kanker?

"Ayah, kenapa bicara seperti itu?" Ucap Aulia lembut, tangannya mengusap lengan sang Ayah.

"Umur itu rahasia Tuhan, Nak. Saat ini kita hanya bisa bersiap untuk menghadapi akhir dari masa hidup kita." Ujar Pak Devan.

"Tapi jangan berkata seperti itu, Yah. Ucapan itu seperti doa, bukan?" Ujarnya dengan bergetar. Membayangkan sang Ayah akan meninggalkannya itu sangatlah menyakitkan.

"Jangan menangis." Mengusap air mata dipipi putri cantiknya. "Setiap pertemuan, pasti ada perpisahan. Dan percayalah, setelah perpisahan ini, insya Allah kita akan dipertemukan kembali. Yaitu di surgaNya." Lanjut Pak Devan sambil memamerkan senyum manis dari wajah pucatnya.

Flashback off//

Gadis dan pria dewasa ini berbeda dengan pangantin lainnya. Dimana dihari yang membahagiakan seperti ini, seharusnya terdapat banyak hiasan bunga disetiap sudut ruangan, dengan nuansa sakral sangat kental didalamnya. Namun, itu tidaklah terjadi hari ini. Hari dimana status Aulia akan berubah menjadi istri dari seseorang.

Tiada pelaminan, ataupun sekedar saksi dari kedua pihak keluarga besar. Hanya ada keluarga inti yang akan menyaksikan momen sakral. Jangankan gaun lebar berhiaskan manik-manik yang mengkilat, kebaya pun tak sempat Aulia kenakan hari ini.

Aulia berdiri tepat disebelah calon suaminya. Tepat didepan ranjang pembaringan sang Ayah. Aulia hanya mengenakan gamis berwarna putih dengan sedikit bordiran bunga. Tidak lupa kerudung yang menjuntai sampai pinggang berwarna peach yang senada dengan warna bordiran dibajunya.

"Saya terima nikah dan kawinnya, Aulia Ramadhani binti Devan dengan maskawin tersebut dibayar tunai!"

Suara lantang itu terdengar sejuk ditelinga, bahkan sampai menembus kedalam hati Aulia. Semua rasa berbaur menjadi satu. Tak apalah jika tak ada pelaminan, saksi, tamu undangan atau hal lain yang berbau dengan pesta pernikahan. Karena yang terpenting ialah kebahagian dalam pernikahan ini, bukan? Pikirnya.

Selesai berdoa, keduanya diarahkan untuk saling bersungkeman. Pernikahan dadakan bak tahu bulat ini sama sekali mencanggungkan kedua pengantin baru itu.

"Aulia, kemari, Nak." Pinta sang Ayah.

Aulia mendekatkan tubuhnya pada kepala sang Ayah. Pria kurus karena digerogoti kanker itu hendak mengatakan sesuatu.

"Sekarang, tanggung jawab Ayah terhadapmu sudah berpindah ke tangan suamimu. Jadi, patuhilah semua perintahnya, selama itu baik. Ya, Nak? Ayah akan selalu berdoa dan berharap yang terbaik untuk kalian, semoga Allah meridhoi kalian." Ucapnya, kemudian mengecup lembut kening putri tercintanya tersebut.

Aulia menangis dalam diam. Kalimat sang Ayah begitu dalam. "Ayah, Aulia sayang Ayah." Ucapnya kemudian memeluk erat sang Ayah.

"Semoga kalian berdua bisa bahagia. Ayah pasti akan senang mengetahui itu. Ingat selalu pesan Ayah tadi, ya, Nak." Sambil mengelus kepala berbalut kerudung itu dengan penuh kasih.

Hati Pak Devan lega, karena putri kecilnya kini telah menikah. Tanggung jawab akannya pun kini sudah berpindah pundak. Sekarang, saat Tuhan memanggilnya pun ia sudah rela dan tenang.

"Sudah-sudah, sekarang kamu pulang ke rumah suamimu. Biar Pak Raka yang temani Ayah disini." Sambil melepas pelukan Aulia.

Pria tua itu menyeka air yang membasahi pipi putrinya. Ia kembali tersenyum, mencoba tenang dihadapan anak semata wayangnya ini.

"Ayo, Nak!" Ajak Ibu mertuanya.

Bersambung ...

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience