Rate

BAB II (Hujan dan Air Mata 2)

Drama Series 635

Kugenggam erat-erat foto ayah yang terlindung bingkai dan berkalungkan bunga krisan putih. Hujan kali ini mengiringi kepergian nya. Menambah kenangan buruk yang telah tersusun rapi di daftar perjalanan hidupku.

*******
(Hari pertama tanpa ayah)

"Semangat lah Hana!!"
Aku mengangguk dan tersenyum tipis sekadar memberikan kelegaan kepada dua sahabat ku, Erlin dan Lisa.

"Aku tahu apa yang bisa membuatmu tersenyum lagi"
"Apa?" Hampir bersamaan aku dan Lisa menanggapi perkataan Erlin yang memancarkan keseriusan di wajahnya.

"Hmm" berdehem dengan sengaja "jadilah seorang fangirl, satu hari saja melihat oppa oppa yang cling itu akan membuatmu tersenyum lagi"

"Bletak" pukulan yang keras mendarat di kepala Erlin dengan mantap dari tangan mungil Lisa.
"Sakit" Erlin meringis kesakitan sambil menggerak-gerakan tangannya di kepala.
"Kebiasaan kamu ini, promosi lah ditempat lain!"
"Apaan sih, Lisa nggak seru. Tunggu saja nanti kamu akan jadi fangirl dalam hitungan detik"
"Itu nggak akan pernah terjadi"

Kini aku tertawa, benar benar tertawa. Bersama mereka, melunturkan sedikit sedih dan amarah dalam hatiku. Andai saja mereka dapat tinggal lebih lama.

"Nona.. apakah teman teman anda sudah pulang?"
Aku mengangguk "Danha tolong bawakan obat yang aku suruh beli kemarin ke kamarku."
"Baik"
Beranjak ke kamar, aku membaringkan tubuhku ke kasur, melihat langit-langit kamar yang masih berada ditempatnya. Tidak seperti mimpiku yang tadinya lebih tinggi dari langit-langit ini, sekarang sudah jatuh, hancur menjadi kepingan kepingan yang berbalut air mata.

Suara pintu terbuka, kualihkan pandangan ke arah orang yang membukanya. Tergambar jelas di wajahnya, perasaan mengenai keadaanku, apalagi setelah melihat kamarku ini.

Hanya dengan melihat sekilas wajahnya aku tahu ia mengatakan "aku kasihan terhadapnya"

"Ini obatnya" secepat mungkin ia menutup pintu setelah menaruh obat itu di meja kecil samping ranjang. Dari dalam, terdengar suara tangisannya yang ditahan, semakin samar hingga tak terdengar lagi.

"Hati-hati dengan dosisnya" tulisan Danha yang cantik menutupi label obat sepenuhnya.

Namun, aku sudah tak peduli lagi, kegelisahan dan kesedihanku mengalahkan segalanya. Aku terlalu takut untuk menghadapi masa depan, bahkan aku terlalu takut untuk tidur dan bermimpi.Kuminum obat itu sebanyak aku bisa menelannya dan tertidur.

***
"Ibu ayah, Nana pulang" tidak ada yang menjawab "ibu, Nana tadi dapat nilai 100 lho..."

Tubuhku bergetar, mendengar suara teriakan dari ruang keluarga. Ibu dan ayah bertengkar lagi. Aku sangat takut, bersembunyi di bawah meja sambil menangis.

Suara hujan yang semakin menderas memang sedikit menyamarkan percakapan mereka, namun aku masih bisa mendengar, bahkan aku tahu suara ayah yang bergetar menahan tangis karenanya.

"Tak kusangka Hanum yang aku kenal gila harta, memangnya semua yang telah aku berikan ini belum cukup."
"Sudahlah, aku tidak mau tahu lagi kamu mau berurusan dengan siapa, meskipun itu dengan sahabatku sendiri, tetapi satu hal yang perlu kamu ketahui, aku tak akan pernah membiarkanmu mengambil Nana dariku"

Ibu tak merespon sedikitpun kata kata ayah, sejak saat itu aku tidak pernah mau berurusan dengan hal yang berkaitan dengannya. Sampai kini aku membenci dua hal yaitu Ibu dan Hujan.
***
Aku terbangun. Sudah terbiasa aku dengan mimpi itu, atau bisa dibilang memoriku yang dulu. Jika dulu aku sampai menangis dan berteriak kini aku hanya diam dan menerimanya karena aku tahu tak akan ada hasilnya jika aku menangisinya, tidak akan ada yang berubah.

Kulihat seseorang di sampingku, melihatku dengan tatapan indah dan senyum manisnya.

"Radi..."
Ia memeluk ku, pelukan yang sangat hangat.
"Sejak kapan kau disini?"
"Satu atau dua jam yang lalu, apa kamu bermimpi itu lagi?"
Aku mengangguk masih di dekapannya. Ia membelai rambutku perlahan.
"Menangis lah Nana... Tak apa, kau boleh menangis didepanku. Utarakan saja semua cerita kekesalan mu kepadaku. Bila kamu ingin marah lampiaskan lah padaku jangan pada apapun dan siapapun"

Perkataannya menusuk ke dalam hati, merombak segalanya. aku menangis, tangisan yang benar benar lepas. Tak kusangka aku telah memukul-mukul punggung sahabatku ini dengan entengnya.

Radi masih membelai rambutku, perlahan ia menguatkan dekapannya. "Kamu harus berjanji denganku Nana. Setelah ini, kamu tidak boleh menangis lagi, aku tidak boleh melihatmu menitikkan air mata lagi"

Tangisanku semakin menjadi, aku benar-benar tidak peduli lagi, jika saja aku bisa menghentikan waktu, aku ingin sekali berhenti di titik ini, mampu membagi kesedihanku dengan seseorang yang sangat berarti, itu sudah lebih dari cukup.

Aku bersyukur, masih ada bahu untuk tempatku bersandar menghadapi kejamnya kehidupan ini, namun aku tidak yakin apakah itu akan bertahan lama, karena aku tahu, Tuhan tidak akan memperbolehkan orang sebaik Radi berada di sisiku.

//////

Caca harap kalian suka dengan alurnya, karena novel ini adalah karya pertama Caca, pasti ada banyak kesalahan di penulisannya. Caca ingin mendapatkan komentar dari para pembaca agar kedepannya novel ini menjadi lebih baik. Terimakasih????

Kedepannya novel ini akan di-update setiap hari jumat.
Happy reading guys...

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience