“CUKUP!!! Aku tak mau mengingat itu lagi! Tuhan Jangan buat raga ini ikut bersama masa lalu lagi aku muak!! Aku ingin menghapusnya, aku ingin bumi menelan ingatan itu dan membawa jauh-jauh dari otakku! Tuhan tolong aku!”
Hei, jangan berkata apapun lagi, air mata ini jatuh di tanganku yang gemetar.
Pohon cemara pagi menitikkan embunnya ke hidungku. Aku tak boleh melupakannya, mungkin doaku kemarin tak cukup. Apa aku harus menyembah diriku sendiri agar boleh lupa dengannya? Aku juga tak tahu. Ku putarkan music list di handphone-ku dan ku pasang earphone di kedua telingaku. Aku mulai memejamkan mata, meresapi semua lagu-lagu itu. Tiba-tiba perasaan ini muncul lagi, perasaanku padanya dan menginginkan hidup seperti dulu lagi.
Ku pikir boleh melupakanmu, ku ingin keakraban kita seperti dulu.
Satu tetes.
Dua tetes.
Dan yang terakhir. Aku menangis lagi! Mataku telah bengkak hanya gara-gara menangis. Aku tak mengerti, mengapa aku menangisinya yang akan berbahagia dengan orang yang ia pilih. Mengapa aku yang terbebani? Ah, aku mengingatnya lagi, seperti kucing yang mengorek-ngorek makanan bekas manusia di timbunan sampah. Ku tak boleh percaya, alasan kenapa air mata ini mengalir. Satu hal yang hanya ingin ku ungkapkan dari dulu, dan sampai sekarang masih ku pendam dan ku kubur dalam-dalam. Aku sadar bahawa aku mencintainya, sangat mencintainya. Aku ingin ia bersamaku di hari kedepan. Kan ku simpan perasaan yang sebenarnya ini di dalam hati, sebelum kita menghilang esok
Aku sangat lelah dengan semua ini. Lebih baik ku pejamkan mata ini dan memeluk bantal kesayanganku.
Di alam bawah sadarku, aku sedang pergi ke Tokyo ikut bersama Levine . Aku menikah dengannya menggunakan Kimono putih khas jepang. Aku mencium kening lebarnya dan mengucapkan janji-janji suci di hadapan pendeta. Air mata kini jatuh tetapi ini adalah air mata keharuan. Aku sudah resmi menjadi istrinya. Tetapi, setelah prosesi itu selesai terlihat sebuah cahanya melintas melewati mataku. Oh tidak, itu bukan cahaya. Itu adalah sebuah katana yang menghampiri Levine dan menusuk dada bagian kirinya. Aku menutup mulutku seakan tak percaya. Lalu ku peluk Levine yang sudah tak bernyawa dan memanggil namanya dengan kesedihan.
Peluh dinginku ke luar, mataku semakin mengeram. Gerah dan panas, itu seakan menjadi satu. Aku tidur dalam keadaan tak tenang. Ku buka mata lelahku dan menyadari apa yang baru saja terjadi. Entah itu mimpi atau halusinasi. Lalu ku teguk habis air mineral yang ada di meja samping dekat tempat tidurku. Hal ini membuat hatiku semakin sakit.
Hatiku terguncang dan semua yang ku butuhkan hanya cinta biasa. Ilusi yang mengelilingiku bagai seorang anak yang menghilang ke langit
Satu Bulan Kemudian.
Salju turun dengan langkah pelan. Ku buka sedikit jendela kamarku agar aku boleh melihat beberapa anak berbain bola salju. Ah! Aku jadi mengingat masa-masa childhood-ku yang sangat menyenangkan, bersama Ibu dan Ayah. Aku tersenyum lembut mengingat semua itu.
Sudah satu bulan aku berdiri tanpa seorang Levine yang selalu mensupport-ku dalam keadaan apapun. Tak terasa, waktu telah berjalan cepat. Tetapi aku tetap tak boleh melupakannya. Dia adalah darahku, denyut nadiku bahkan nyawaku. Dia yang sudah memberiku segalanya. Surat yang ia janjikan bahkan email ia tak pernah kirimkan.
“Kali ini kau mengingkari janjimu, Levine ! Sudah seharusnya aku membencimu. Nanti kalau kau berkunjung ke London tak segan-segan aku akan membunuhmu dengan sadis! Kisah kita akan ku tutup sampai di sini. Namun Tak boleh . Aku memang bodoh! Cih..” Ku lihat kembali dunia luar yang dipenuhi oleh salju, bahkan hati ini juga ikut merasa dingin. Aku menunduk, aku bersedih lagi. Aku ingin menangis tetapi tak boleh , air mataku sudah habis kerana ulah Levine . Mungkin besok aku akan menangis darah kalau mendengarnya mati. Ku tak boleh menghentikan jarum jam yang bergerak dengan dinginnya. Benang cinta, menghilangkan bentuk keraguanku, serta membuatku sedih.
Ku tutup kembali jendela itu. Ku langkahkan kakiku untuk menuju cermin yang biasa ku gunakan untuk bercermin. Ku lihat diriku yang menyedihkan berdiri berkaca di sana. Lalu ku ambil sisir dan langsung menyisir rambut blonde panjangku, merapikannya sedikit. Ku poleskan blush on tipis ke daerah pipiku dan tak lupa ku gunakan lip gloss agar wajah sedihku tertutupkan. Ku sambar jaket hitam panjangku yang sudah siap tergantung di hanger dan ku pakai itu dengan cepat. Sepatu boots cokelatku sudah siap untuk ku pakai dan sepasang slop tangan tebal berwarna merah.
Ku buka pintu itu dengan pelan. Dan ku lihat dunia luar yang begitu menyenangkan, anak-anak berlari ke sana ke sini di hadapanku membuatku menyunggingkan senyum manisku.
“Be carefull, so you don’t fall!” Pesanku anak perempuan yang sedang mengejar seorang anak laki-laki di depannya. Ia pun mengacungkan jempol padaku.
“Aha, thank you a lot miss” Ia tetap mengejar anak laki-laki itu, sampai benar-benar ia dapatkan.
Di tengah salju, ku rasakan dingin yang menusuk tulang rusukku. Aku menyenderkan badanku di kursi panjang dekat aku sering berbagi inspirasi dengan Levine . Itu hal yang kini tinggal kenangan, aku telah lepas contact dengannya. Tetapi, seiring jalannya waktu juga aku akan berusaha melupakannya dan berpikir kedepan.
“Kyaaaa!!! Hey, stupid kid! Give back my pencil. Because of you I can’t drawing now! Huaaaa!” Aku melihat anak perempuan itu menangis kerana seorang anak laki-laki yang merebut pensilnya. Lalu, anak laki-laki itu menggembalikkan pensilnya dan memandang iba ke arah anak perempuan itu.
“Fo*l!! Huaaa Stay away from me!” Anak perempuan itu menjerit dan memukul kaki mungil anak laki-laki itu. Tetapi, anak laki-laki itu memeluknya dan menenangkan anak perempuan itu.
“I’m sorry. I didn’t mean to make you cry, angel. Hm, i like you so much! And I can’t let you go from me!” Rangkulannya lebih kuat dari sebelumnya. Anak laki-laki itu mencium kening anak perempuan itu. Ah, itu membuatku ingin lebih belajar dari mereka. Aku ingin move on, walau cinta yang belum sempat ku nyatakan dan lepaskan. Aku ingin menemukan seorang yang boleh mengisi hatiku selain Levine Aleyzar . Itu juga membutuhkan waktu panjang. Mungkin sampai aku berhenti bernapas.
Kan ku lampaui cinta, membuang kesedihan, dan menemukan diriku yang baru. Ku tak boleh melihatmu lagi di masa depan yang indah, yang kelak kan datang, Kan ku simpan perasaan yang sebenarnya ini di dalam hati, hingga ku temukan hari esok yang cerah.
“Thank you for the food, uncle. Bye” Aku meninggalkan kedai itu dan mendorong koper bawaanku. Aku akan pergi dari Negara yang penuh kenangan ini bersama Levine . Dan sekarang aku akan pulang ke tanah kelahiranku. Indonesia. Setelah 10 tahun aku menjalani pendidikan dan profesiku menjadi seniman jalanan.
“London, ini adalah terakhir kali aku akan berdiri di London Brigde mewah ini. Tempatku dan Levine pertama bertemu. Thank you, London you bring me anything here. If there are more time, I’ll back here again for spend my holiday. Maybe with my husband and my children Hahaha, bye!” Ku tinggalkan tempat itu dan menuju Airport sekarang. Akan ku lupakan sosokmu dan melangkah menjalani hidup baru. Tanpamu. Walau besok dan seterusnya tak akan ada dirimu lagi. Levine .
Kan ku lampaui cinta, membuang kesedihan, dan menemukan diriku yang baru. Ku tak boleh melihatmu lagi di masa depan yang indah, yang kelak kan datang.
Kan ku simpan perasaan yang sebenarnya ini di dalam hati, hingga ku temukan hari esok yang cerah.
Aku menggenggam koperku, menunggu waktunya untuk pesawat untuk lepas landas. Aku duduk di sebelah pemuda tampan. Aku terkejut saat ia menyodorkan sebuah permen kepadaku.
“Sepertinya, kau tak membawa sedikit makanan. Nih, ambillah! Untuk mengurangi tekanan telingamu saat pesawat ada di atas. Jangan takut!” Aku pun menerimanya. Dia menanyakan lagi tentangku, namaku, pekerjaanku, rumahku. Dan ah, tak boleh ku jelaskan sekarang.
“Mulai sekarang kita teman! Dan kebetulan, aku salah satu pecinta seni dan membuka sebuah museum internasional. Aku harap kau memamerkan karyamu di museumku” Aku tersenyum dan tak percaya apa yang barusan ku dengar.
Aku senang, dan menerima kartu namanya. Mulai detik ini, aku akan berusaha menghapus jejakmu yang masih di hatiku. Tetapi, kau tetap menjadi yang pertama. Levine Aleyzar . Terima kasih untuk segalanya!
Hontou no kimochi wa mune ni shimau Futari no asu ga kieru mae ni
Kan ku simpan perasaan yang sebenarnya ini di dalam hati, sebelum kita menghilang esok.
Owari.
Share this novel