cerpen motivasi
Hasil
“yeeeaayyy..” teriak semua murid yang sedang melempar jas sekolah kesayangan mereka.
Pada saat itu pengumuman kelulusan sekolah baru saja diumumkan, setelah kami semua melewati banyak ujian, akhirnya kami bisa lulus.
“Kamu mau melanjutkan kuliah di mana”. Pertanyaan itu yang sering ditanyakan semua teman-teman yang baru lulus, guru pun juga menanyakan hal yang sama. Beberapa ada yang ingin melanjutkan di universitas favorit, langsung kerja, bahkan ada yang langsung menikah.
Gue bersama sahabat gue bahri, rencana ingin melanjutkan di kampus yang sama. Karena kami memang sudah lama berteman sejak kecil. Bahkan saat baru lahir, ranjang kami bersebalahan, dan kami selalu bertegur sapa dan bermain dengan para suster.
Dua hari berikutnya setelah pengumuman kelulusan di sekolah, kami menunggu pengumuman ujian perguruan tinggi. Di sini bahri memang terlihat sangat tegang, karena memang orangtua bahri terbilang agak kejam. Pernah bahri mendapat nilai jelek dalam ulangan matematika, orangtuanya langsung menghukum bahri untuk membuat candi selama satu malam. Ya memang kejam.
“aris, gimana nih kalau kita nggak lulus?” Tanya bahri sambil melakukan gerakan sikap lilin.
“ya kita kan bisa ikut tes di kampus lain ri” jawab gue santai sambil terus asik bermain game di android gue.
“lu mah enak ris, orangtua lu gak marah kalo lu gak lulus, mereka malah mendukung lu, nah gue kalau nggak bisa nurutin kemauan orangtua gue, bisa dikembaliin ke Rahim ibu gue lagi”.
“nggak segitunya juga kali ri, ntar gue bantuin ngomong sama orangtua lu deh, mereka juga pasti bisa maklumin itu”.
“oke deh ris.”
“lagian lu ngapain sikap lilin gitu sih, risih tau gue ngeliatnya”. Tanya gue sama bahri yang gue mulai liat ekspresinya mulai aneh.
“ohh.. ini gue susah buang air besar dari kemarin ris, makanya gue sikap lilin biar pencernaan di…” belum selesai bahri menyelesaikan kalimatnya, bau tak sedap mulai muncul dibarengi dengan suara indah yang bersenandung. Dan gue sadar bahwa bahri telah mengeluarkan sesuatu dari perutnya saat itu.
Waktu yang dinantikan pun tiba, yaitu pengumuman kelulusan di universitas. Pengumuman waktu itu dimulai pada jam 2 siang, dan kami terus melihat jam yang makin lama makin dekat menuju angka 2. Bahri mulai terlihat tegang, dia terus berdoa dan bahkan sampai membaca teks proklamasi.
“ris gue deg-degan nih, gimana kalau gue gak lulus? ntar gue gak dapet kuliah, terus gue gak dapet istri karena gue miskin, dan orangtua gue ngejual gue ke Uzbekistan, terus gue sendiri di sana, terus…”
“ssstttt…”. Jawab gue sambil meletakkan Jari telunjuk ke mulut bahri dan menatap matanya dalam, ”tenang aja ri, kita pasti lulus kok, kita kan udah berusaha dan berdoa selama ini, jadi kita percayakan saja sama Tuhan.” Bahri pun mulai tenang dan kita berdua berpelukan. Saat itu gue merasa bersalah dengan perbuatan gue yang tidak senonoh ini.
Detik demi detik kami menunggu, Dan jarum jam pun berhenti di angka dua. Kami berdua pun saling menatap satu sama lain.
“lu duluan deh ri yang liat” kata gue dengan nada yang tegang.
“loh kok jadi gue sih, lu dulu deh ris”. jawab bahri yang gak kalah tegang nya dari gue.
“lu dulu pokoknya”jawab gue gak mau kalah.
“lu dulu…”
Selama 5 menit kita saling menunjuk satu sama lain. Dan akhirnya gue pun mengalah. Gue mulai mengetik nomor pendaftaran dan meng-klik enter.
“yyeeahhh… gue luluuss!!” teriak gue kesenangan saat melihat hasil nya.
“Selamat ya ris..” ucap bahri yang juga ikut senang. “oke sekarang giliran gue”. Tangan bahri mulai mengetik nomor pendaftarannya dan ketika dia melihat hasilnya. LULUS.
Bahri terdiam sejenak.
“yeaahh gue lulus!!” teriak bahri heboh. Bahri pun keluar rumah dan teriak-teriak sambil mengayun-ayunkan celananya, dan berakhir dengan lemparan gayung dari para tetangga.
Kami sangat senang dan bersyukur bahwa kami bisa lulus. Melihat bagaimana perjuangan kami sebelumnya benar-benar terbayarkan.
Gue dan bahri bukan tipe orang yang suka belajar. Kami sering berbuat onar dan bolos di sekolah, bahkan kami sering mengerjai guru yang kami anggap membosankan ketika mengajar. Dan itu sebabnya kami selalu dibilang sampah masyarakat oleh teman-teman kami, bahkan orangtua. Itu kenapa orangtua bahri sangat kejam kepadanya, melihat perbuatan bahri seperti itu.
Tetapi kami selalu berpikir apakah kami harus terus melakukan itu selamanya. Itu yang sampai ada di pikiran kami. Akhirnya kami sadar bahwa kami tidak boleh terus seperti ini, dan mulai belajar keras, dan mengikuti banyak les demi menyusul ketertinggalan, walaupun banyak sekali cobaan dan hinaan dari teman-teman kami yang bilang bahwa kami tidak akan mampu.
Tapi kami berdua selalu berusaha untuk membuktikan bahwa sampah masyarakat seperti kami juga bisa berubah untuk menjadi seseorang yang berguna. Dan akhirnya kami berdua membuktikannya, yaitu dengan hasil lulus dari universitas.
“ternyata perjuangan kita nggak sia-sia ya ris” ucap bahri
“iya ri, kita bisa membuktikan kepada mereka, kalau kita juga bisa seperti mereka” jawab gue.
Gue ketawa kecil. Bahri juga ketawa kecil. seiring dengan tawa kami berdua, kami pun langsung mendatangi orangtua kami, dan memberi tau tentang hasil pengumuman tersebut.
Share this novel