Mulai Bersamaku

Horror & Thriller Completed 746

Hari ini adalah hari kamis, aku ke sekolah sendiri. Ajo sempat berpesan bahwa ia akan diantar oleh Mamanya. Sedangkan Syakira bersaudara diantar Papa mereka. Saat aku sampai di sekolah, aku segera melangkahkan kakiku menuju kelas. Di kelas, aku sudah melihat Ajo yang duduk diam di bangkunya, yaitu tepat di belakangku. Ajo tiba-tiba saja menyodorkan sebatang coklat padaku.

"Untukku?" tanyaku dengan alis naik sebelah. Ajo hanya mengangguk kaku. Aku menerimanya dan duduk di kursiku. Beberapa menit kemudian, aku melihat Ajo masuk dengan tas yang tersampir di kedua bahunya.

"Jo, ngapain keluar lagi?" tanyaku keheranan.

"Keluar? Aku baru aja nyampe, Aley. Emang kenapa?" tanyanya.

"Jangan becanda, Jo! Kamu tadi sempat ngasi coklat ini," aku mencoba meyakinkan Ajo.

"Coklat? Coklat yang mana? Aku bener-bener baru nyampe dan aku gak merasa ngasi coklat ke kamu," Ajo masih terlihat keheranan.

"Terus sapa dong yang ngasi coklat ke aku? Dia duduk di belakangku tadi, di tempat Ajo," gumamku seraya menatap sebatang coklat yang ada di genggamanku. Namun, sedetik kemudian aku memilih bangkit dan mendekati tempat sampah lalu membuang coklat yang baru saja aku terima dari seseorang. Atau mungkin bukan orang? Oh tidak, bahkan aku sendiri bergidik ngeri kali ini.

"Lah, kok dibuang? Eh, kamu sakit ya? Kok wajahnya mendadak pucet gitu sih?" tanya Ajo.

"Ha? Nggak, gak papa" balasku.

***

Sepulang sekolah, aku segera menemui ayah di meja makan.

"Yah, pernah denger kejadian yang menimpa orang absen keempat dan duduk di kursi keempat gak?" tanyaku sedikit kikuk.

"Hmmm. Nggak tuh, Sayang. Kalau kata orang sih nomor empat itu dianggap mirip dengan nomor tiga belas. Tapi ntahlah, ayah sendiri tidak percaya akan hal itu. Syirik tau gak sih. Tuhan udah kasi kita catatan hidup, kita hanya perlu berusaha menjalani tanpa harus berpedoman pada hal bodoh itu. Menurut ayah sih, manusia cuman mencoba menghubung-hubungkan. Padahal kan banyak angka lain. Pokonya hal aneh yang berhubungan dengan angka tersebut hanya sebuah kebetulan menurut ayah. Emang kenapa Aley nanya kayak gitu?" jelas ayah. Aku hanya menggeleng sebagai jawaban.

***

Esoknya, di sekolah saat jam pelajaran terakhir, gurunya adalah guru yang tak terlalu peduli pada muridnya. Jadi, banyak siswa yang asiknya sendiri. Ketika aku menulis sesuatu di buku corat-coretku, tiba-tiba ada yang mencubitiku dari belakang. Aku pikir itu Ajo, sehingga aku berbalik untuk memastikan.

"Ajo, ngapain sih nyubit-nyubit" sergahku.

"Nyubit apa? Dari tadi aku diem juga," jawab Ajo. Aku kembali berbalik menghadap depan dan mencoba fokus terhadap apa yang aku tulis. Tiba-tiba ada yang mencubitiku lagi dari belakang tapi aku mencoba tak menanggapinya. Karena cubitan tadi tak aku tanggapi, cubitan kecil itu kembalu mengenai punggungku. Akhirnya aku berbalik saking kesalnya.

"Ajo hentikan!" seruku, tapi aku malah tak menemukan Ajo di bangkunya.

"Hey! Kenapa liatin bangkuku kayak gitu? Kangen sama aku ya?" ledeknya. Namun, aku hanya menggeleng dan berbalik kembali menghadap depan. Apa mungkin dia hantu korban pembunuhan itu? Kuharap bukan. Walaupun hati ini masih terasa berat untuk membenarkan pikiranku

Haloo, part ini belum selesai ya. Tapi aku potong. Pengen lanjutannya? Kuy, cek ku di playstore. Mau tanya-tanya seputar atau cara bayar dll? Bisa komen di sini atau dm aku aja ya:)

Tenang aja, nya ini murah banget kok. Cuman 10k. Gak percaya? Cek aja sendiri. Hehe. Kuy!!!

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience