Rate

pagi yang tak berembun

Family Completed 645

Pagi yang tak berembun

Kedamaian dipagi hari melintasi sebuah keluarga kecil yang dipenuhi dengan kebahagiaan. Diisi dengan seorang wanita lanjut usia sebagai penenang layaknya embun yang mendamaikan. dia wanita yang hebat dan penyabar dia penengah dikala keluarganya dirundung masalah. Dia terbiasa dengan panggilan nenek, dia bernama siti khodijah, dia memiliki empat orang anak yang terdiri dari satu Anak wanita serta tiga anak lelaki. dan masing-masing dikarunia tiga orang anak. Nenek selalu menyayangi cucu-cucunya secara Adil. Dia hidup bersama Anak sulungnya juga ketiga cucunya.

“Anin kemarilah, nenek mau minta tolong.” Anin adalah anak ketiga dari putri sulungnya.

“ iya nek ada apa?.” Tanya Anin memasang wajah datar.

“ belikan nasi buat nenek diwarung depan ya?.” Suru nenek sambil memasang senyuman manisnya.

“ ah nenek, anin lagi malas. Nanti aja ya!.” Kata Anin sedikit membentak.

Kemudian datanglah seorang wanita yang terlihat sudah berusia 50 tahunan. Dia adalah Ibu dari Anin dan Anak sulung dari nenek khodijah.

“Anin!, kalau disuruh nenek itu langsung berangkat. Cepat belikan! Kalau tidak ibu sita Hp kamu!.” Bentak ibu.

“ iya-iya.” Jawab Anin sambil melirik kearah nenek.

Anin pun berangkat dengan raut wajah marah dan ibu cukup menggelengkan kepalanya.
“sudah la Rahma?, dia itu cucuku. Biarkan dia marah nanti dia pasti kembali tersenyum lagi.” Ujar nenek dengan senyumnya menenangkan ibu yang terlihat marah karena ulah anaknya.

Begitu sabarnya nenek sehingga membuat suasana rumah kembali tenang. Anin adalah cucu yang lebih disayang karena ketidak lengkapan dalam keluarga. Semenjak kelas dua SD Anin sudah ditinggal Ayahnya. Sekarang Anin sudah berumur 16 tahun. Anin sungguh menyayangi neneknya yang umurnya sudah mencapai 68 tahun. Terkadang Anin merasa bersalah kepada neneknya namun sifat malasnya tidak bisa dihentikan. Sehingga membuatnya berani membentak wanita paruh baya itu.
Sedangkan kedua kakaknya sudah bisa bekerja dan menghasilkan uang untuk mereka sendiri. Nenek selalu memberikan uang kepada anin setiap nenek mendapatkan upah dari hasil kerja kerasnya. Sudah 54 tahun nenek tak pernah lelah dan tak pernah sekalipun mengeluh setelah seharian banting tulang untuk mencari nafkah. Biarpun diusianya yang semakin renta. dia tidak pernah ada niatan untuk berhenti bekerja. Walaupun semua anak-anaknya melarang untuk melanjutkan pekerjaannya. Dia adalah wanita tangguh yang tak mengenal apa itu lelah. Setiap tetesan keringatnya hanya ia niatkan untuk kebahagiaan anak dan cucu-cucunya dirumah.

“ ibu sekarang waktunya ibu istirahat dan berhenti memeras tenaga. Ibu sudah tidak muda lagi, ini sudah tugas saya dan cucu-cucu ibu untuk mencari nafkah untuk ibu. Sekarang rina sama kirana sudah bisa mendapatkan hasil keringatnya sendiri. Mereka juga beringinan membahagiakan ibu. Setidaknya ibu menghargai niatan mereka. Ibu maukan? Mewujutkan keinginan mereka.” Kata ibu kepada nenek yang dikala itu duduk berdampingan.

“ sesungguhnya ibu sulit untuk melepaskan pekerjaan ini ma, belum lagi anin yang belum lulus dari sekolah. Dan pesangon ibu hanya diberi separuh. Ibu sudah kerja disana selama 54 tahun tapi pesangonnya hanya separuhnya. Maka dari itu ibu tidak mau kehilangan pekerjaan itu.” Ujar nenek dengan raut wajah bimbang.

“sudahla bu, Masalah Anin sudah ada kakak-kakaknya. Dan masalah pesangon, ibu jangan khawatir. Uang itu buat keperluan ibu saja. Masalah saya dan Anak-anak biar Allah yang ngatur. Uang masih bisa dicari dan kesehatan ibu itu jauh lebih penting dari segalanya.” Jelas ibu.

“yaudah biar ibu urus pengunduran diri besok ya.” Jawab nenek sambil tersenyum.

Suara adzan isya berkumandang nenek memanggil anak dan cucu-cucunya untuk sholat berjamaah. Setelah berkumpul mereka memulai sholat berjamaah yang diimami oleh ibu, karena dirumah tidak ada seorang pun yang berjenis kelamin laki-laki.
Setelah berjamaah seperti biasa mereka mengaji lalu melanjutkan kegiatan mereka masing-masing.

***

(Dibulan ramadhan)
Hari mulai cepat berlalu. Hingga dimana datanglah bula ramadhan yang ditungguh-tunggu oleh setiap umat islam. Begitupun nenek yang sudah lama menanti kedatangan bulan ramadhan karena semua anak-anaknya datang kerumah untuk melakukan sungkeman.
Yang diawali oleh anak sulungnya dan dilanjutkan oleh urutan berikutnya. Semua orang berkumpul mewarnai keceriaan di rumah yang begitu sederhana. Nenek mengobati rindunya dengan mencium kening setiap cucu-cucunya, dan membagikan Ampaw dengan gambar barbie karena semua cucu-cucunya berjenis kelamin perempuan.

“nek Anin sudah besar kok masih dapat Ampaw?.” Tanya anin dengan menunjukkan gigi ratanya.

“bagi nenek Anin masih berumur lima tahun kok.” Kata nenek sambil tersenyum.

“Ah nenek bisa aja. Kok lima tahun sih nek, kan saya udah besar kayak gini kok usia lima tahun.” Kata anin sambil memasang wajah memelas.

“habisnya kamu sukanya ngambek. Liat tuh adek iza udah besar ndak pernah ngambek.” Kata nenek sambil menunjukkan giginya yang mulai menghilang.

Semua orang pun mengikuti mengejek Anin dan menambah kebahagiaan dikeluarga besar nenek khodijah.
Hari raya seakan berlalu, kegiatan kembali seperti semula. anak-anak dan cucu-cucu nenek khodijah berpamitan untuk pulang.

“rumah ini kembali sepi ya ma, gelak tawa cucu-cucuku sudah mulai pergi.” Kata nenek sambil menundukkan kepalanya.

“tenang nek masih ada cucu nenek yang masih usia lima tahun disini. Hehe.” Jelas Anin sambil tertawa kecil.

Dan nenek pun tersenyum manis sambil mengelus kepala anin.

“bisa saja cucu nenek satu ini.” Jawab nenek.

***

Kebahagiaan keluarga semakin besar. hari-hari semakin berwarna, tahunpun mulai berganti. Tiba saatnya hari pernikahan cucu nenek khodija yang pertama yaitu rina.
Sudah satu tahun berlalu, hubungan kak rina dan mas sultan berjalan dengan baik baik saja. Sehingga dirumah nenek kedatangan tangisan bayi laki-laki yang membuat rumah nenek semakin ramai dengan tangisan makhluk mungil itu. Nenek sangat beruntung mendapati seorang cicit daru cucu pertamanya. Keinginannya yang selama ini ia tunggu-tunggu sudah menjadi kenyataan. Sehingga membuat rasa syukur nenek tidak ada hentinya kepada Allah.

“aku bersyukur Allah masih memberikan umur panjang kepadaku. Sehingga aku masih diberi kesempatan untuk memangku cicit pertamaku. Berikan nama Ahmad husain kepadanya.” Ujar nenek.

“nama yang indah nek, akan saya namakan anak ini ahmad husain.” Jelas kak Rina.

Dan semua keluargapun setuju dengan nama yang diberikan nenek kepada bayi kecil itu.

“oh ya? Kalau nenek masih diberi umur panjang, nenek pingin lihat kirana seperti rina yang sudah berumah tangga. Semoga cepet terjadi ya sebelum nenek dijemput sama Allah.” Ujar nenek sambil mengeluarkan air mata.

“ nenek ngomong apa sih nek. Jangan ngomong gitu. Saya yakin nenek pasti ada disamping saya. Saat saya mejadi pengantin dan duduk bersama pria yang menjadi kriteria nenek nanti.” Ujar kak kirana dengan air mata yang membasahi pipi.

“ eh kok kriteri nenek, emang yang mau nikah nenek?.” Ujar nenek sembari menciptakan kebahagiaan.

“doain aja nenek diberi umur panjang ya.” Sambung nenek sambil tersenyum.

Setelah itu mereka memeluk tubuh nenek seakan tidak mau ditinggalkan oleh wanita seperti embun itu.

Seteleah waktu kebahagiaan berlalu, keluarga nenek khadijah diwarnai dengan kecemasan. Nenek yang awalnya menjadi sosok yang tangguh, kini menjadi wanita yang begitu rapuh. Dengan raut wajah yang pucat dan tubuhnya yang dulunya begitu kuat sekarang mulai goyah dan lemah. Tatapan matanya yang tajam kini menjadi pandangan kosong. Nenek jatu sakit.

Sontak!. Seluruh keluarga berkumpul untuk menjenguk nenek yang kini telah dirawat inap di rumah sakit besar. Jarum suntik menusuk punggung tangannya, dan alat bantu pernafasan terpasang di sela lubang hidungnya. Mata yang begitu indah sekarang telah terpejam. Mulut yang sering berdzikir sekarang telah membungkam tak bersuara. Dan tubuh yang kuat kini hanya bisa terlentang tak berdaya.

Air mata menetes membasahi pipi semua keluarga. Tak kuat melihat keadaan wanita yang dipenui kedamaian seperti embun tak berdaya diatas kasur rumah sakit. Tak berhenti mereka berdoa untuk kesembuan nenek. Mereka mencoba pasrah dan mengikhlaskan. Itu semua hanya untuk kebaikan nenek. Namun dihati Anin masih belum bisa menerima jika wanita yang selalu menganggapnya anak lima tahun itu pergi meninggalkannya untuk selamanya.
Tujuh hari sudah nenek tak sadarkan diri. Keadaannya semakin memburuk, detak jantungnya mulai melemah. Desahan nafasnya mulai terengah engah. Matanya terpejam rapat dan bola matanya tak bergerak sama sekali. Goncangan kecemasan semakin meronta ronta menghantui keluarga nenek khodijah. Lantunan dzikir terus terbaca di hati Anin berharap kesembuhan sang nenek. Namun Allah berkata lain, nenek telah pergi diusianya yang ke 69. Semua keluarga semakin melemas. Tangisan terdengar sangat ramai, dan teriakan memanggil nenek bergemuru menemani suasana yang berduka.
Tangisan mulai berhenti. Mengingatkan jika manusia adalah milik Allah dan suatu saat akan ada waktunya Allah memintanya kembali. Mereka harus mengikhlaskan kepergian nenek yang selalu berarti bagi kehidupan mereka. Anin melihat jasat neneknya yang berada didepan matanya. Dia pun bercucuran air mata, karena pernah membentak nenek yang selalu bersabar. Tanpa berpikir panjang Anin mencium kening nenek khodijah yang telah mendingin. Air matanya mulai keluar. Namun dia menahannya. Setelah itu proses pemandian untuk mensucikan diri dilakukan dan dilanjutkan dengan mengkafani tubuh wanita penyabar ini.
Hingga tibalah dimana jenazah nenek di sholatkan. Dan diatarkan di peristirahatan terakhirnya. Keranda pun diangkat oleh tiga anaknya dan suami kak rina cucunya. Setelah sampai di pemakaman. suara adzan mulai di kumandangkan tepat di telinga kanannya. Kemudian jasad nenek dimasukkan di liang lahat. Dan kemudian didoakan.
Kepergian nenek adalah seperti halnya pagi tanpa embun. Kedamaian mulai hilang, rumah tangga kak rina dan kak sultan tidak terselamatkan karena ucapan kak sultan yang mudah emosi dan suka bermain tangan dengan mudahnya menjatuhkan talak. Namun kak kak rina sama sekali tidak menyesal karena baginya buat apa dia melanjutkan hubungan jika didalamnya hanya ada kekerasan.
Sepeninggalan nenek, masalah demi masalah datang silih berganti. Rumah yang awal begitu damai dipenuhi kebahagiaan namun semua itu seakan memudar dan pergi seperti embun yang meninggalkan pagi.

*TAMAT*

Share this novel

Guest User
 


NovelPlus Premium

The best ads free experience